Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Rakyat Dilanda Banjir, Pejabat Saling Lempar Tangan

        Rakyat Dilanda Banjir, Pejabat Saling Lempar Tangan Kredit Foto: Antara/Muhammad Iqbal
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Banjir besar yang menghantam Jakarta dan sekitarnya tak hanya mengejutkan karena luasannya, tapi korban jiwa yang ditimbulkan akibat banjir ini juga membuat ternganga.

        Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengumumkan data terbaru soal korban jiwa akibat banjir besar di Jakarta dan sekitarnya pada Kamis (2/1/2020) malam. Menurut BNPB sudah 30 orang meninggal dunia dalam dua hari.

        "Data dikumpulkan oleh BNPB dari Pusat Krisis Kementerian Kesehatan, Kementerian Sosial, BPBD, TNI, Polri, dan sumber lainnya. Sampai dengan pukul 21.00 WIB jumlah korban meninggal akibat banjir adalah 30 orang," demikian disampaikan Kepala Pusat Data dan Informasi BNPB Agus Wibowo, melalui keterangan tertulis, Kamis (2/1/2020).

        Baca Juga: Kepala BNPB dan Anies Baswedan Tinjau Lokasi Banjir Jakarta dengan Helikopter

        Menurut catatan BNPB, korban meninggal terbanyak berada di Kabupaten Bogor, yaitu 11 orang. Korban meninggal di Bekasi dan Depok masing-masing sebanyak tiga orang. Berikutnya adalah Jakarta Timur, yaitu tujuh orang. Korban lain berasal dari Jakarta Pusat, Jakarta Barat, Bekasi, Kota Bogor, dan Kota Tangerang, masing-masing satu orang.?

        Penyebabnya macam-macam. Mulai dari terseret arus, tersetrum, korban longsor, hingga hipotermia. "Sedangkan dari penyebabnya, 17 orang meninggal karena terseret arus banjir, lima orang tertimbun longsor, lima orang tersengat listrik, dan tiga orang hipotermia," ujar Agus.

        Korban banjir yang mencapai 30 orang dalam dua hari bencana belum pernah terjadi pada banjir sebelumnya. Tahun 2002, korban banjir mencapai 80 orang, tapi itu terjadi setelah 10 hari.?

        Saling Tuding Soal Mitigasi

        Banjir awal tahun 2020 ini memang dahsyat. Curah hujannya yang mencapai 355 mm disebut sebagai curah hujan yang paling tinggi dalam 24 tahun terakhir. Namun kegagapan Pemprov DKI saat bencana datang juga menimbulkan tanya; apakah memang DKI tak siap mengantisipasi datangnya banjir yang nyaris setiap tahun menjadi tamu rutin.

        Gubernur DKI Anies Baswedan menuding penanganan banjir ada di pemerintah pusat. Ia meminta pemerintah pusat lebih serius menangani pembangunan waduk retensi di hulu Jakarta. Ia menunjuk upaya normalisasi-normalisasi kali yang pembebasan lahannya merupakan tanggung jawab DKI, tidak sepenuhnya efektif menuntaskan banjir.

        Anies memberi contoh Kampung Pulo, yang tetap banjir sekalipun Kali Ciliwung di dekatnya telah dinormalisasi. "Di sini memang sudah dilakukan normalisasi, dan faktanya masih tetap terjadi banjir," ujar Anies.

        Baca Juga: Fahira ke Jokowi: Pak, Bapak Itu Presiden Punya Kuasa Atasi Banjir Jakarta

        Sementara itu, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono di hari pertama banjir melanda Ibu Kota, secara halus menyindir Anies. Di hadapan wartawan, Basuki menyampaikan kepada Anies bahwa program normalisasi kali seharusnya terus dijalankan agar banjir bisa diminimalisasi.?

        Pemprov DKI juga terlihat gagap menangani warga yang menjadi korban. Hingga malam hari, masih banyak warga yang belum dievakuasi, sementara air terus meninggi sebagai akibat derasnya bendung Katulampa di Bogor dan masih derasnya hujan di Depok. Gubernur DKI hanya menyampaikan pihaknya sudah menyiapkan sekitar 120.000 petugas untuk berjaga.

        Terlepas dari kesiapan pemerintah menghadapi bencana di Ibu Kota, Kapolda Metro Jaya Komjen Pol Gatot Eddy Pramono juga melihat kesadaran warga akan keselamatan dirinya belum maksimal. Saat melakukan peninjauan kondisi banjir di Ciledug, Kapolda meminta agar warga yang berada di Perumahan Ciledug Indah 1 dan 2, Tangerang, mau dievakuasi petugas ke posko pengungsian.

        Imbauan itu diberikan setelah dirinya yang meninjau langsung lokasi masih menemukan warga memilih untuk tetap tinggal di rumah.

        "Tadi masih banyak warga yang tidak mau dievakuasi, mereka memilih untuk tetap tinggal di rumah karena takut barang-barang mereka hilang," katanya, Kamis (2/1/2020).

        Dijelaskannya, para warga yang memilih tinggal di rumahnya memiliki bangunan dua lantai. Sehingga, saat ini mereka mengamankan diri ke lantai dua rumah berikut dengan barang-barangnya.

        BNPB Puji Konawe Utara

        Kondisi mitigasi bencana di Jakarta seperti tuan tanpa wilayah. Saling lempar tanggung jawab, tak berujung tindakan agar banjir tak segila ini dan korban jiwa tak perlu mencapai puluhan.

        Kepala BNPB Letjen Doni Monardo mengatakan, selain kondisi resapan air yang buruk, kepala daerah juga bisa jadi komando penanganan banjir. Ia menunjuk Kabupaten Konawe Utara sebagai contoh yang layak ditiru.

        Menurut Doni, kondisi di Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi atau Jabodetabek tidak lagi ada resapan bagi air hujan. Sehingga air langsung mengalir ke sungai tanpa lewat resapan terlebih dulu, akibatnya terjadi banjir.

        Baca Juga: Puluhan Outlet Tutup Karena Banjir, Ruben Onsu Sumbang 10 Ribu Geprek Bensu Buat Korban!

        "Nyaris tidak ada resapan air lagi yang nyerap ke tanah. Jadi, begitu limpasan hujan turun ke atap, kemudian mengalir ke darat, limpasannya itu nyaris 100 persen turun ke sungai. Dan, ini akan mempercepat proses air untuk masuk ke tempat lebih rendah," ujar Doni di Kantor BNPB, Kamis (2/1/2020).

        Doni menuturkan, pada penanganan saat banjir di Konawe Utara lalu, kepala daerah berhasil mengevakuasi seluruh warga, sehingga tidak menimbulkan korban jiwa. Dia meminta hal ini bisa ditiru kepada daerah yang lain. Doni berharap pemimpin daerah tegas mengingatkan masyarakat bahwa nyawa jauh lebih penting ketimbang harta benda.

        "Pengalaman di Konawe Utara, kenapa masyarakat bisa selamat, karena mulai dari bupati kemudian aparat, kepala dinas sampai camat dan kades itu memaksa penduduknya untuk evakuasi, untuk mengungsi sementara. Sehingga ketika air hujan, air bah datang, rumahnya hanyut terbawa oleh arus, korbanya tidak ada," katanya.

        Sebagai bagian dari mitigasi, Doni juga meminta masyarakat punya kesadaran untuk menjauhi tempat yang berbahaya, terutama saat musim hujan. Karena bencana tidak bisa diprediksi dan bisa datang kapan saja.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: