Politikus PDIP Adian Napitupulu tak setuju dengan langkah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka dugaan kasus suap terhadap eks Komisioner?Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Menurutnya, dalam kasus ini Harun bisa saja sebagai korban dari iming-iming yang dilakukan Wahyu.
Adian menambahkan, sebenarnya saat ini posisi Harun Masiku masih belum pasti, sehingga layak dapat perlindungan dari Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).
"Boleh enggak dia datang ke LPSK minta perlindungan? Kalau menurut saya harusnya dilindungi. Kenapa, butuh kepastian. Dia nih siapa, posisinya sebagai apa," ujar Adian dalam diskusi 'Ada Apa di Balik Kasus Wahyu?' di Jalan Sahardjo, Tebet, Jakarta Selatan, Minggu 19 Januari 2020.
Baca Juga: Dear KPK, Harun Itu Sudah Status DPO Belum Ya?
Adian menjelaskan, kasus ini bermula dari meninggalnya caleg terpilih PDIP dari daerah pemilihan Sumatera Selatan I, Nazarudin Kiemas. Terkait siapa pengganti Nazarudin, lantas PDIP mengajukan uji materi Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 ke Mahkamah Agung (MA).
Kemudian, MA memutuskan bahwa partai sebagai penentu pergantian antar waktu (PAW), berpegang putusan MA Nomor 57 P/HUM/2019, PDIP memutuskan Harun Masiku sebagai pengganti Nazarudin Kiemas. Namun, permintaan itu ditolak KPU pada 31 Agustus 2019.
"Ketika Mahkamah Agung memutuskan itu, KPU mau menjalankan enggak? Enggak," kata Adian.
Baca Juga: Alangkah Indahnya Bila Ketua DPR Adian Napitupulu, Tapi...
Menurut Adian, Harun hanya memperjuangkan haknya yang telah didapat karena adanya keputusan partai yang didasari putusan MA. Saat dia memperjuangkan itu, ada tawaran dari Wahyu Setiawan yang merupakan komisioner KPU untuk membayar sejumlah uang agar Harun mendapatkan haknya.
"Karena dalam kapasitas hukum Harun merasa benar, dia bayarlah itu. Jadi, dia korban atau pelaku? Korban. Dia berusaha mendapatkan haknya. Karena KPU memutuskan hal yang berbeda dengan putusan MA," ujarnya.
Anggota Komisi I DPR RI ini juga memberikan contoh mengenai masyarakat pada umumnya yang memberikan uang untuk biaya pembuatan kartu tanda penduduk (KTP). Adian mempertanyakan bagaimana status hukumnya orang-orang tersebut.
"Setiap warga negara punya KTP. Waktu mau ngurus kita datang ke kelurahan, orang kelurahan oknumnya minta duit, lalu kita kasih, supaya KTP-nya kita dapat. Itu penyuapan enggak? Kalau gitu tangkap jutaan yang lain," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Annisa Nurfitri