Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ada Gula Ada Semut: Ingin Rakyat Sejahtera, Manfaatkan Laut

        Ada Gula Ada Semut: Ingin Rakyat Sejahtera, Manfaatkan Laut Kredit Foto: Antara/Ampelsa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menjaga sumber daya laut menjadi prioritas utama pemerintah agar kekayaan laut Indonesia dapat digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Tak ada kompromi bagi kapal-kapal asing yang datang menjarah ikan-ikan di laut kita: tangkap dan tenggelamkan - Presiden Jokowi.

        Indonesia memiliki kawasan laut yang begitu luas. Di dalamnya terkandung potensi yang dapat dimanfaatkan untuk menyejahterakan rakyat. Sayangnya, keberadaan potensi ini belum menjadi perhatian serius. Akibatnya, sektor laut belum memberi kontribusi signifikan pada perekonomian nasional.

        Baca Juga: Pantes China Ngiler. Jadi Ini Kekayaan Biota Laut yang Ada di Natuna

        Sektor kelautan seperti raksasa tidur. Belum banyak yang menyadari betapa luar biasanya kekayaan alam yang bisa dimanfaatkan dari sektor ini. Kita seperti lengah terhadap potensi lautan dan ikannya. Akibatnya, potensi tersebut banyak ditangkap dan dimanfaatkan oleh bangsa lain. Bahkan dinikmati bangsa lain.

        Kita hanya mampu prihatin dengan kondisi kelautan seperti ini. Lebih prihatin lagi, kontribusi potensi ekonomi dari kelautan Indonesia ini ternyata kalah dengan negara yang notabene tidak memiliki kawasan perairan luas. Thailand, contohnya.

        Ekspor hasil laut negara ini jauh lebih besar daripada kita. Kondisi inilah yang membuat Presiden Jokowi memutuskan pembangunan sektor kelautan Indonesia harus dipercepat. Meyakini masa depan ada di laut, Indonesia akan menjadi negara besar jika mampu menjaga dan memanfaatkan potensi lautnya yang sangat besar.

        Nilai Ekonomi Kekayaan Laut

        Perairan Natuna bak gadis yang selalu diperebutkan. Apalagi setelah Pemerintah Indonesia memprotes China yang membiarkan nelayannya mengambil ikan di kawasan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) Indonesia. Protes dari Pemerintah Indonesia ini adalah wujud komitmen dan kesungguhan pemerintahan Jokowi untuk selalu menjaga sumber daya laut Indonesia dari siapapun. Tak peduli negara superpower.

        Kenapa selalu diperebutkan? Tak lain karena kandungan nilai ekonomi dari kekayaan biota laut yang begitu dahsyat. Dalam laporan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), perairan di kawasan laut itu memang menyimpan beragam biota laut. Perairan Selat Karimata, Laut Natuna, dan Laut Cina Selatan masuk dalam Wilayah Pengelolaa Perikanan Negara Republik Indonesia (WPNRI) yang sama berkode 711. Total potensi biota laut di sana berjumlah 767,1 ribu ton (per 2017).

        Baca Juga: 'Tengilnya' Kapal China di Laut Natuna

        Belum lagi Dr. Puji Rahmadi, peneliti dari Pusat Penelitian Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), yang menambahkan informasi dari hasil studi yang dilakukan oleh LIPI. Potensi biota laut Indonesia itu jika dirupiahkan, nilai kasarnya adalah Rp1.772 triliun, atau hampir setara dengan APBN Indonesia untuk tahun 2017.

        Luar biasa. Jadi wajar saja, jika banyak pihak, termasuk China yang berpenduduk sekitar semiliar itu mengincar kekayaan biota laut kita. Dengan estimasi ini, pemerintah selaku pembuat kebijakan serta masyarakat umum seharusnya mulai menyadari pentingnya konservasi biota laut.

        Tambahan lagi, dari studi nilai ekonomi keragaman hayati sebelumnya juga pernah dilakukan oleh Conservation International (CI) Indonesia. Dalam studi yang fokus pada hiu Raja Ampat, CI menaksir nilai ekonomi hiu jika dibiarkan hidup adalah Rp1,6 miliar. Nilai itu dihitung dari jasa ekologinya sebagai predator sekaligus potensinya untuk menarik wisatawan. Sebaliknya, jika dipotong siripnya, nilai ekonomi hiu hanya Rp200.000.

        Dilema Pembangunan

        Mempertimbangkan nilai kekayaan laut kita yang luar biasa dan membandingkannya dengan masyarakat nelayan yang sejujurnya masih belum memperoleh nilai lebih dari potensi kekayaan sumber daya laut Indonesia, sepertinya makna sejahtera masih jauh api dari panggang.

        Kemiskinan, pengangguran, dan ketimpangan pendapatan di tengah masyarakat, khususnya masyarakat pesisir menjadi fakta nyata. Hal ini ditunjukkan dari pendidikan keluarga nelayan yang rendah dan tidak dapat memenuhi standar kesehatan maupun kebutuhan sehari-hari.

        Baca Juga: Nelayan Indonesia Mau Dapat Pelatihan dari Inggris, Soal Apa?

        Menurut Mulyadi (2005) ada empat masalah pokok yang menjadi penyebab dari kemiskinan, yaitu kurangnya kesempatan (lack of opportunity), rendahnya kemampuan (low of capabilities), kurangnya jaminan (low level-security), dan keterbatasan hak-hak sosial, ekonomi, dan politik sehingga menyebabkan kerentanan (vulnerability), keterpurukan (voicelessness), dan ketidakberdayaan (powerlessness) dalam segala bidang.

        Ketika pemerintah ingin menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia, masyarakat pesisir, khususnya masyarakat nelayan justru hanya menjadi penonton atau menjadi buruh di lautnya sendiri. Produksi hasil laut yang diperoleh nelayan sangatlah minim jika dibandingkan potensi sumber daya laut yang berada di lingkungan sekitar nelayan tersebut.

        Yang menjadi pertanyaan sekarang, meskipun selama bertahun-tahun perekonomian makro tumbuh dan berkembang. Namun di balik pertumbuhan itu tersembunyi persoalan sensitif yang dapat menimbulkan konflik horizontal dan vertikal di tengah bangsa. Pemerintah Indonesia harus berupaya lebih keras lagi mencapai tujuan pembangunan, mewujudkan kesejahteraan yang merata.

        Masyarakat sejahtera adalah masyarakat yang memiliki kualitas hidup yang baik, diukur antara lain dari pemerataan dan keterjangkauan pendidikan, pelayanan kesehatan, dan pemenuhan kebutuhan hidup baik primer maupun sekunder (Gumelar, 1998).

        Mendongkrak Ekonomi Nelayan

        Bagaimana mendongkrak ekonomi nelayan? Paket kebijakan ekonomi yang diluncurkan Presiden Jokowi baru-baru ini ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, khususnya masyarakat nelayan.

        Salah satu hal mendasar yang harus segera dibenahi pemerintah adalah pendidikan masyarakat pesisir. Pendidikan memiliki peranan yang sentral karena setiap negara bersaing dalam menyiapkan tenaga kerja yang berkualitas, memiliki kemampuan yang terampil, dan terdidik. Perbaikan sarana dan prasarana pendidikan di lingkungan masyarakat nelayan akan memacu peningkatan kualitas SDM nelayan.

        Baca Juga: Perkembangan Teknologi Makin Canggih, Jokowi Minta Nadiem Rombak Besar-Besaran Kurikulum Pendidikan

        Pendidikan yang diberikan berupa pendidikan umum maupun peningkatan kemampuan nelayan dalam menangkap hasil laut. Selain pendidikan, yang tak kalah penting adalah kesehatan. Bagaimana mungkin dapat melaut dan memanen ikan yang cukup jika kesehatannya terabaikan?

        Memang disadari jika kehidupan masyarakat nelayan yang miskin dan dekat dengan laut menyebabkan tingginya kerentanan kesehatan masyarakat nelayan. Jaminan kesehatan dari pemerintah akan sangat membantu perekonomian keluarga nelayan. Jika kesehatan terjamin maka alokasi pengeluaran yang seharusnya digunakan untuk biaya kesehatan dapat dimanfaatkan oleh nelayan untuk kebutuhan hidup yang lain.

        Pemerintah pusat harus mulai proaktif mendesak pemerintah daerah untuk lebih memperhatikan pembangunan wilayah pesisir daerah. Pemerintah daerah didorong untuk lebih giat membantu dengan membuka kesempatan kepada masyarakat nelayan untuk dapat meningkatkan perekonomiannya. Bantuan ini dapat berupa regulasi laut yang pro nelayan kecil, pelatihan dan subsidi kebutuhan produksi ikan, serta penyediaan fasilitas pendingin ikan yang dapat digunakan oleh komunitas nelayan.

        Sementara, pemerintah daerah perlu membentuk badan usaha milik daerah ataupun koperasi untuk mengatur sistem pengangkutan hasil laut yang langsung menuju pasar utama sehingga dapat mengurangi biaya distribusi dan memperlama daya tahan hasil laut. Pemerintah daerah juga harus lebih mendengar keluhan dan masukan dari komunitas-komunitas nelayan sehingga hak dan kebutuhan masyarakat nelayan dapat lebih diakomodir.

        Apabila pemanfaatan laut sebagai potensi bangsa yang dahsyat itu dapat maksimal, perlu meningkatkan pengamanan, pengawasan, dan koordinasi dari segenap unsur negara yang terkoordinir, tersinergi, dan terintegrasi.

        Sebenarnya Indonesia memiliki maritime surveillance system (sistem pengamatan maritim) pada sebuah institusi militer yang domainnya memang laut. Maritime surveillance system dititikberatkan pada pembangunan stasiun radar pantai dan pemasangan peralatan surveillance di kapal patroli untuk kemudian data-data hasil pengamatan dari peralatan yang terpasang tersebut dikirim ke pusat data melalui media komunikasi data tertentu untuk ditampilkan sebagai monitoring dan untuk diolah lebih lanjut.

        Karena itu, sistem ini lebih cenderung berlaku sebagai alat bantu penegakan keamanan di laut, meski sangat mungkin dikembangkan lebih lanjut sebagai alat bantu pertahanan. Sistem ini harusnya dapat meyakinkan kita bahwa sesungguhnya kita sendiri mampu memenuhi kebutuhan dalam negeri akan sebuah sistem yang kompleks dan rumit, yang sebelumnya dinilai hanya bisa dikerjakan oleh tenaga asing.

        Seorang pakar IT diharapkan bisa membangun sebuah sistem yang mampu membangun lingkungan kelautan nasional. Sistem ini harus informatif, yaitu harus memberikan informasi yang lengkap tentang kondisi kelautan nasional, baik keadaan perairan, cuaca, kejadian penting di laut (accident maupun incident), tanda-tanda navigasi laut yang sangat membantu bagi kapal berlayar di lautan kita, dan segala informasi mengenai laut lainnya.

        Butuh Idealisme dan Nasionalisme

        Untuk melindungi sumber daya kelautan Indonesia dibutuhkan idealisme dan nasionalisme yang tinggi dari para segenap elemen masyarakat khususnya para pembuat kebijakan perikanan dan kelautan Indonesia. Hal tersebut dikarenakan kekayaan sumber daya perikanan dan kelautan Indonesia berpotensi luar biasa untuk memajukan kesejahteraan masyarakat, dari hulu ke hilir.

        Menurut Ketua Umum Masyarakat Perikanan Nasional, Muhammad Taufiq, sekitar 80% ikan hias yang ada di dunia itu berasal dari Indonesia. Tapi fakta yang ada, pasar hias yang ada di dunia itu dikendalikan oleh Singapura dan Malaysia.

        Baca Juga: KKP Dorong Bogor Jadi Pusat Ikan Hias Terbesar di Indonesia

        Dengan rasa nasionalisme yang tinggi, dapat memperteguh niat yang baik untuk memajukan dan menyejahterakan masyarakat Indonesia terutama dalam bidang kelautan dan perikanan dengan cara melindungi dan memanfaatkan potensi kekayaan sumber daya alam Indonesia yang melimpah, sekaligus menjadi landasan idealisme yang kuat. Apabila dibandingkan dengan kekayaan sumber daya laut dan perikanan China, Indonesia mempunyai peluang yang sangat besar untuk menyamai China sebagai produsen perikanan nomor satu di dunia.

        Sebagai bukti, Indonesia memilki luas garis pantai 95 ribu, luas laut dangkal 24 juta, dan luas teluk empat juta. Sementara China hanya mempunyai 32 ribu garis pantai, satu juta luas laut dangkal, dan 168 ribu luas teluk. Cita-cita Indonesia menjadi produsen terbesar ikan di dunia sangat rasional, tinggal bagaimana bisa memanfaatkan peluang yang sudah ada tersebut.

        Faktor Pendukung dan Penghambat

        Indonesia memiliki potensi laut yang sangat melimpah, dengan 60% penduduk tinggal di pesisir; memiliki luas perairan 5,8 juta km2 yang terdiri dari 2,5 juta km2 ZEE; 13,7 juta ha perairan umum dan 4,3 juta ha daerah potensial untuk perikanan. Semuanya itu menjadi potensi yang perlu diberdayakan dan dimanfaatkan secara optimal untuk kesejahteraan dan kemakmuran bangsa.

        Selain itu, Indonesia terletak di posisi yang sangat strategis, yaitu berada di tengah salah satu jalur perdagangan tersibuk di dunia, di antara dua samudera dan dua benua. Sebagai negara maritim, Indonesia harus menegaskan dirinya sebagai poros maritim dunia, sebagai kekuatan yang berada di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik.

        Posisi sebagai poros maritim dunia akan membuka peluang bagi Indonesia untuk membangun kerja sama regional dan internasional bagi peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran rakyat yang akan mendorong perwujudan kedaulatan pangan maritim Indonesia kini lebih dikenal sebagai negara agraris yang memiliki sumber pangan relatif berlimpah, tapi sampai saat ini masih mengandalkan sumber pangan dari darat, sedangkan potensi laut belum optimal diberdayakan.

        Pemanfaatan potensi laut Indonesia juga masih terkendala karena hanya fokus pada ikan dan pengelolaannya masih tradisional serta minim teknologi. Hal inilah yang menjadikan pemanfaatan potensi laut belum optimal.

        Kontribusi laut Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) nasional masih di bawah 30 persen. Padahal, sektor kelautan bisa menjadi motor penggerak ekonomi Indonesia.

        "Potensi ekonomi sektor kelautan di Indonesia diperkirakan mampu menyerap tenaga kerja 40 juta orang," kata Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas tentang kebijakan pembangunan kelautan di Kantor Presiden, Jakarta, Rabu 15 Juni 2016.

        Artinya, masih banyak potensi laut Indonesia yang masih belum dimanfaatkan secara maksimal. Sehingga pemerintah harus melakukan program-program pembangunan sektor kelautan secara terarah dan lebih tepat sasaran. Jokowi juga ingin kebijakan pembangunan kelautan Indonesia harus mampu mengonsolidasikan seluruh program-program pembangunan yang ada.

        Kalau melihat di beberapa negara seperti ekonomi kelautan Jepang, yang mampu menyumbang 48,5 persen PDB atau setara dengan 17.500 miliar dolar AS. Sementara Thailand yang garis pantainya hanya 2.800 kilometer, mampu menyumbang devisa sebesar 212 miliar dolar AS.

        Solusi

        1. Diperlukan kebijakan tegas dan perlu dilakukan oleh pemerintah dalam menindak ilegal fishing dan kejahatan laut lainnya agar dapat mengembalikan citra Indonesia sebagai masyarakat bahari dan maritim. Kebijakan ini seharusnya dilanjutkan upaya dari pemerintah untuk meningkatkan daya saing masyarakat pesisir, khususnya nelayan sehingga pengelolaan wilayah pesisir dan laut dapat dilakukan bersama-sama.

        2. Para pakar serta pemimpin negeri agar sepakat negara mengelola laut dengan membuat Ocean Policy yang strategis dan tegas demi kesejahteraan masyarakat dan mengarahkan serta memberikan pemahaman yang benar kepada para pakar IT untuk berkontribusi, berinovasi, dan mengaplikasikan ilmu mereka dalam mengelola laut Indonesia.

        Baca Juga: Perdana, Produk Perikanan Indonesia Akan Diekspor ke Korea Selatan

        3. Dibutuhkan sinergi dari banyak pihak (institusi) yang memiliki kewajiban dan tanggung jawab dalam pengembangan kelautan. Baik secara langsung maupun tidak langsung agar manajemen pengelolaan laut ini dapat berhasil dengan optimal. Institusi tersebut di antaranya Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Perhubungan khususnya Dirjen Perhubungan Laut, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Kementerian Tenaga Kerja, Kementerian Kehutanan, Kementerian Pariwisata dan Kraf, Kementerian Perdagangan, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Ditjen Bea Cukai, Pelindo, TNI AL, Kepolisian RI, Kejaksaaan, dsb.

        4. Diperlukan pembelajaran skill khusus untuk para sarjana khususnya sarjana perikanan agar mau bekerja di bidang perikanan. Sumber daya melimpah menjadi sebuah bisnis yang sangat menjanjikan di bidang perikanan.

        5. Hasil laut Indonesia telah menjadi komoditas ekspor yang diminati oleh pasar internasional. Pembenahan dan peningkatan daya saing nelayan harus menjadi prioritas pemerintah sehingga kekayaan sumber daya laut Indonesia dapat memberikan manfaat dan nilai lebih bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia. Jalesveva jayamahe.

        Beberapa Hal yang Perlu Disimak

        1. Selama periode 2014-2019, PDB perikanan melesat 50%. Data KKP menunjukkan, PDB perikanan pada triwulan II-2019 naik menjadi Rp62,24 triliun. Jika kebijakan ini berkesinambungan, pendapatan masyarakat akan meningkat, dan akan berkontribusi pada pengurangan angka defisit neraca perdagangan Indonesia.

        Selanjutnya ekspor perikanan pada semester I-2019 sebesar Rp40,57 triliun, naik 24,29% dibandingkan semester I-2018 yang mencapai Rp32,64 triliun. Dengan koordinasi yang lebih baik antar-kementerian dan lembaga, surplus neraca perikanan akan terus membesar.

        2. Potensi laut Indonesia harus mulai dikelola secara terpadu yang melibatkan berbagai kementerian. Untuk menghentikan illegal fishing dan ekspor ilegal yang masih terus terjadi.

        3. Terkait dengan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat dari pengelolaan hasil kekayaan laut, ada dua hal yang penting. Pertama, kebijakan di bidang perikanan yang digulirkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang dapat disinergikan dan dikolaborasikan dengan berbagai pihak terkait.

        Kedua, meningkatnya kesadaran dan kecintaan bangsa ini terhadap laut sehingga rakyat kian sadar dan mencintai laut sebagai sumber kehidupan.

        4. Kemampuan mendayagunakan segenap potensi ekonomi kelautan akan menghantarkan Indonesia menjadi bangsa yang maju, adil, makmur, dan bermartabat. Ke depan harus terus diupayakan peningkatan nilai tambah industri perikanan, melalui ekstensifikasi produk perikanan dengan memperbanyak jumlah sentra produksi perikanan dan kelautan, peningkatan aksesibilitas daerah tangkapan baru, menambah lahan dan sentra produksi budi daya baru, serta menambah jenis produk perikanan dan kelautan.

        Akhir kata, see things not only with your eyes. Listen to things not only with your ear. Feel things without you always to touch. Free and liberate your mind for your best." yang terjemahannya: melihat sesuatu tak cukup dengan mata. Mendengar sesuatu tak cukup dengan telinga. Merasakan sesuatu tak mesti dengan menyentuh. Jadilah orang bebas yang berpikir bebas demi meraih terbaik dalam hidupmu.

        Demikian ungkapan bijak dari seorang jawara penenggelam kapal asing pencuri ikan di wilayah Indonesia, Susi Pudjiastuti. Legacy-nya ini menurut filsuf Socrates: bagian terbaik dari hidup seseorang adalah perbuatan-perbuatan baiknya dan kasihnya yang tidak diketahui orang lain.

        Jika ingin sejahtera, kelola sebaik-baiknya sumber daya laut. Seperti apa yang dikatakan oleh T Harv Eker: kita tidak mendapatkan kesejahteraan dengan sekadar menginginkannya. Jadi, kita semua harus optimis serta mampu menghadapi segala tantangan yang ada untuk memperjuangkan peluang besar keberhasilan menuju kedaulatan pangan maritim dan daya saing bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai bangsa pemenang

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Cahyo Prayogo

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: