Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ikatan Penerbang Curug 53 Dorong Pemerintah Kelola Ruang Udara di Atas Natuna

        Ikatan Penerbang Curug 53 Dorong Pemerintah Kelola Ruang Udara di Atas Natuna Kredit Foto: Rahmat Saepulloh
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Ikatan Penerbang Curug 53 akan terus berupaya mendorong pemerintah untuk melanjutkan rencana pengelolaan ruang udara di atas Natuna, Tarempa dan Kepulauan Riau.?

        Hal itu terungkap dalam seminar Pengembalian Kontrol Flight Information Region (FIR) di Atas Wilayah Kedaulatan NKRI dari Singapura, yang diselenggarakan dalam rangkaian Silver Reunion Perkumpulan Ikatan Penerbang Curug 53 di Bandung, Selasa (20/1/2020).

        Marsekal Purnawirawan, Chappy Hakim menyatakan bahwa sejak 1946, FIR tidak ada hubungannya dengan kedaulatan. Alasannya karena dana yang tidak ada dan juga SDM yang belum memadai. ?Padahal kekuatan udara sangatlah penting untuk mempertahankan kedaulatan NKRI. Saya berharap banyak pada generasi muda saat ini,? ujarnya.

        Baca Juga: Jaga Kedaulatan di Natuna, Pakar Bilang Ini yang Mesti Dilakukan Indonesia

        Baca Juga: Gegara Konflik Natuna, Prabowo Bilang Begini ke Menhan China, Duh!

        Adapun menurut Direktorat Hukum dan Perjanjian Kewilayahan Kementerian Luar Negeri, Andy Aron yang menjadi permasalah Indonesia adalah belum memaksimalkan kewenangan sebagai negara yang mendelegasikan tanggung jawab pemberian layanan navigasi penerbangannya untuk memberikan persyaratan-persyaratan yang perlu dipenuhi oleh Singapura.?

        Selain itu Indonesia belum memanfaatkan secara maksimum kerangka kerja sama Civil to Military Cooperation ICAO sebagaimana diatur dalam Circular 330.

        ?Langkah diplomasi yang dilakukan Kemenlu antara lain melakukan tinjauan hukum nasional dan internasional, pendekatan dengan negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia yang Dilakukan sesuai dengan prosedur dalam Doc. 9673,? ungkapnya.

        Pada kesempatan yang sama, Kasubdit Navigasi Departemen Perhubungan, Indra Gunawan mengatakan Direktorat Perhubungan Udara mengusulkan strategi pemberian pelayanan ATC di Natuna, Tarenpa, dan Kepulauan Riau berbasis pada perjanjian tahun 1955.

        Adapun hal-hal pokok yang diatur dalam perjanjian tersebut antara lain, revisi gambar FIR, perubahan ruang udara Tanjungpinang, revisi koordinat SINJON di AIP Indonesia untuk mengikuti Singapura, jenis pelayanan navigasi penerbagngan, penambahan detail jenis layanan navigasi, serta penambahan prosedur koordinasi AIS.

        ?Pengelolaan lapis bawah atau lower level di bawah 20.000 kaki telah tersertifikasi dan siap memberikan pelayanan dan sudah dilaksanakan uji coba oleh TNI AU dan penerbangan lainnya dengan hasil memuaskan,? ujarnya.

        Sementara untuk upper level pun menurut Indra sejak Juli 2019 sudah terinstalasi dengan lengkap baik untuk SDM yang memiliki kualifikasi maupun fasilitas CNSA.

        Sejalan dengan Indra, Direktur Safety AIRNAV, Yurlis Hasibuan menyatakan bahwa Indonesia sudah siap secara teknis untuk melakukan kontrol FIR. Sehingga masalah SDM ataupun infrakstruktur tidak menjadi kendala lagi.

        Sementara itu, menurut Pilot Indonesia, Kolonel Dr. Supri Abu untuk menghadapi kecenderungan liberalisasi penerbangan dunia, Indonesia harus mempunyai kebijakan baik dalam maupun luar negeri. Kebijakan luar negeri bertujuan agar Indonesia mampu merebut pasar ASEAN dengan jalan perbaikan pelayanan penerbangan, kerjasama antar operator penerbangan nasional, dan merebut rute-rute penerbangan internasional.?

        Adapun kebijakan dalam negeri bertujuan untuk menjadi pihak yang bertahan dengan kebijakan peningkatan pelayanan penerbangan internasional dan memepertahankan kebijakan penggunaan wilayah udara seperti dalam UU No.1/2009.

        ?Untuk kepastian hukum, terdapat konsep pemidanaan terhadap pelanggaran wilayah udara Indonesia oleh pesawat asing yang harus dituangkan dalam UU tentang penggunaan wilayah udara. Tujuannya demi terciptanya sinkronisasi peraturan perundangan menyangkut institusi yang menegakkan hukum di wilayah udara,? tutur Supri.

        Selain itu diperlukan juga konsep baru posisi ADIZ yang berhubungan dengan penegakan hukum. Pertama, Kohanudnas sebagai penegak hukum harus mampu mendeteksi sedini mungkin dan mampu melakukan tindakan penegakan hukum sebelum pesawat pelanggar memasuki wilayah udara NKRI.?

        "Maka, diperlukan sarana atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum yaituseperti alat deteksi dini dapat berupa radar, satelit, pesawat rotary maupun fix wing yang dapat melakukan pencegatan dan atau pemaksaan mendarat yang bisa diterbangkan setiap saat dan dapat menjangkau seluruh wilayah Indonesia," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: