Berawal dari Jualan Es Krim, Pria Ini Sukses Buka Franchise Bernilai Rp40 Triliun
Perjalanan dalam menyukseskan usahanya bagi Tony Tan Caktiong, pendiri waralaba ternama di Filipina, bukanlah hal yang mudah. Meski demikian, kini Tony Tan Caktiong merupakan salah satu orang terkaya di Filipina.?
Forbes bahkan menempatkan anak dari keluarga imigran asal China ini sebagai orang terkaya nomor tujuh di negeri lumbung padi ASEAN tersebut.
Mengutip Forbes, kini Tony memiliki harta US$ 2,9 miliar atau setara Rp40,6 triliun (kurs Rp 14.000). Sementara dalam peringkat ddunia, pria berusia 66 tahun ini menempati peringkat 529 dalam daftar Forbes Billionaires 2019.
Baca Juga: 2019, Bisnis Waralaba Akan Tumbuh 5 Persen
Adapun kisah Tony dalam menempuh karirnya hingga saat ini adalah dimula saat orang tua Tony pindah ke Filipina dengan harapan bisa mendapatkan masa depan yang lebih cerah.?
Tony yang lahir pada 5 Januari 1953 di Fujian, China ini memiliki seorang ayah yang merupakan koki di sebuah kuil.?
Tony menurunkan bakat memasak dari sang ayah. Karena itulah ia menggunakan kemampuannya dalam mengolah masakan untuk bekerja di sebuah restoran di Davao.
Usai bekerja keras dan mengumpulkan uang, akhirnya Tony melanjutkan sekolahnya ke perguruan tinggi di Manila yakni Universitas Santo Tomas. Saat itu ia mengambil jurusan teknik kimia.
Saat masih kuliah, Tony dan temannya sempat mengunjungi pabrik es krim bernama Magnolia. Di sana ada sebuah poster pengumuman waralaba perusahaan es krim dengan modal 17.500 peso setiap cabangnya.
Tony pun menyampaikan kabar tersebut kepada ayah dan ibunya. Karena itulah kedua orang tua Tony langsung memberikan uang kepada Tony untuk membeli dua lisensi dagang es krim tersebut dan diberi nama Cubao Ice Cream House dan Quiapo Ice Cream House.
Bermula dari kedai es krim inilah menjadi modal awal bagi Tony dan keluarganya untuk melebarkan sayap ke bisnis makanan cepat saji yang kini menjadi bisnis terkemuka di Filipina dalam menjual hamburger dan ayam goreng.
Usahanya terbilang lancar, ia mulai mempekerjakan orang-orang terdekat untuk menjadi manajer pengawas dan kru layanan.
Dagangannya pun laris manis sehingga membuat Tony harus mencopot merk dagang es krim yang ia miliki. Akhirnya ia pun mengubah restoran dan menjadikan lebah sebagai ikon restorannya.
Menurutnya, hal ini lantaran lebah dikenal sebagai hewan pekerja keras dalam menghasilkan madu. Mereka juga kerap dijuluki sebagai pedagang yang membuat pelanggannya bahagia. Inilah yang membuat ia menamakan perusahaanya Jollibee.
Hingga saat ini, Jollibee pun memiliki tarif 25 juta peso Filipina untuk biaya waralaba. Jollibee di Filipina juga mengakuisisi restoran cepat saji lainnya seperti Chowking, Greenwich, Delifrance, Red Ribbon, dan Mang Inasal.
Menurut Tony, kalau ingin sukses harus berani mengambil langkah besar meski berisiko. Seperti apa yang ia dan keluarganya lakukan yakni mempertaruhkan tabungan mereka untuk membuka kedai es krim.
Ia mengakui adanya kendala dalam menjalankan usahanya. Namun ia pun tetap optimis tak ada yang mustahil hingga ia mampu menyelesaikan semua masalah yang dihadapi.
Selain itu, Tony juga selalu berpikiran positif dalam menghadapi masalah seperti saat McDonalds masuk ke Filipina dan merangsek pasar Jollibee. Teman teman Tony menasihati agar perusahaan yang didirikannya untuk dijual karena mereka pesimis jika Jollibee bisa bersaing dengan McDonalds.?
Namun ia tetap berpikir positif di tengah persaingan yang dihadapi. Jika saat itu dia menyerah, dia mungkin tak akan memiliki Jollibee hingga sekarang.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Fajria Anindya Utami
Editor: Fajria Anindya Utami
Tag Terkait: