Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Meski Terpenjara, Semangat Para Penduduk Wuhan Tetap Membara Perangi Virus Corona

        Meski Terpenjara, Semangat Para Penduduk Wuhan Tetap Membara Perangi Virus Corona Kredit Foto: Reuters/Benoit Tessier
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Di kota Wuhan, China, tempat pertama ditemukan virus corona, para warga diimbau untuk tidak keluar rumah demi menekan penyebaran virus mematikan.

        Kota yang menjadi tempat tinggal bagi 11 juta orang itu ditutup, lockdown, di tengah wabah penyakit pernapasan yang diakibatkan jenis baru virus corona itu.

        Tetapi dalam masa isolasi ini, warga Wuhan bertekad untuk membangkitkan semangat satu sama lain. Hal ini juga dilakukan oleh sejumlah warga Indonesia yang dihubungi oleh BBC News Indonesia.

        Para tetangga saling memberi dukungan, "kita tak tahu sampai kapan."

        Baca Juga: Horor! Tak Pernah ke Wuhan, Sopir di Jepang Terinfeksi Virus Corona

        Sebuah video yang diunggah di media sosial dan menjadi viral menunjukkan orang-orang yang meneriakkan seruan "Wuhan jiayou" dari jendela apartemen mereka.

        Frase itu dapat diterjemahkan dengan arti "Tetap semangat Wuhan" atau "Jangan menyerah Wuhan".

        Seruan itu terdengar di sekitar sejumlah apartemen dan beberapa warga pun terdengar bersorak saling menguatkan.

        Warga negara Indonesia di Wuhan yang diwawancarai BBC News Indonesia juga menceritakan semangat yang sama.

        Yuliannova Chaniago, 26, sedang menjalani pendidikan doktoral dalam bidang Hubungan Internasional di Central China Normal University di kota itu.

        Ia mengatakan jika diberi pilihan, ia ingin keluar dari China. Namun, ia memahami hal itu tidaklah mudah karena kebijakan Pemerintah China yang menutup Wuhan dan sejumlah kota lain.

        Saat ini, ia hanya bisa menunggu hingga masa lockdown itu selesai.

        "Sampai saat ini kita belum mendapatkan kabar apa-apa. Tapi orang Indonesia di sini itu saling support, kasih semangat, itu yang kami lakukan di sini," ujar Yuli melalui sambungan telepon, Selasa (28/1/2020).

        Yuli saat diwawancarai BBC News Indonesia sedang bersama dengan temannya sesama pelajar asal Indonesia, Eva Talibe, 36, yang juga sedang menimba ilmu di universitas yang sama.

        "Kita enggak tahu sampai kapan. Itu juga yang sebenernya bikin khawatir karena kita enggak tahu sampai kapan lockdown ini akan selesai," ujar Eva, yang sedang menjalani pendidikan doktoral Psikologi.

        Wabah mematikan itu terjadi saat China merayakan salah satu tanggal terpenting dalam kalendernya, yaitu Tahun Baru Imlek.

        Akibat lockdown, transportasi umum tidak berjalan di kota itu. Lebih lagi, penggunaan kendaraan yang tidak penting juga dilarang di pusat kota Wuhan.

        Eva, yang tinggal di apartemen berjarak sekitar dua kilometer dari asrama kampus di mana Yuli menetap, memilih untuk jalan kaki untuk berkunjung ke rumah rekannya itu di kampus.

        Sepanjang jalan, Eva menghitung kira-kira ada delapan toko yang sudah buka. Ia menjelaskan bahwa memang biasanya toko-toko tutup saat liburan Imlek. Hanya kali ini, tambahnya, kebanyakan toko tampaknya belum mulai beroperasi seperti saat perayaan-perayaan sebelumnya, dan jalanan pun sepi akibat wabah corona.

        "Ada aktivitas di luar, tetapi tidak sepadat seperti biasanya. Biasanya kan kalau udah hari ke beberapa Imlek ini sudah mulai rame nih. Tapi karena virus ini, epimedik ini, jadinya memang lebih hati-hati dan memilih untuk tinggal di dalam rumah," ujar mahasiswi yang tinggal di Wuhan sejak 2016 itu.

        Lebih dari 100 orang --kebanyakan di Wuhan-- kini telah meninggal dunia di China akibat wabah yang telah menyebar ke seluruh negara itu.

        Beberapa negara lain juga telah mengonfirmasi kasus pasien yang terjangkiti novel coronavirus, termasuk di antaranya Amerika Serikat, Perancis, Jepang, Thailand, Australia, dan Singapura.

        Rasa horor melihat jalanan kosong

        Kota Wuhan kini secara efektif terisolasi, dengan pembatasan pada perjalanan masuk dan keluar, dan opsi transportasi umum dari bus hingga pesawat dibatalkan.

        Hal ini juga membuat sebagian warga negara Indonesia di kota itu khawatir soal pasokan kebutuhan sehari-hari, termasuk pangan.

        Saat mendapat kabar mengenai lockdown, Rio Alfi, (35) seorang mahasiswa strata dua di China University of Geosciences, mengaku ia belanja stok makanan lebih dari biasanya agar memiliki persiapan hingga sekitar satu pekan.

        Rio tinggal bersama istri dan anak perempuanya di asrama kampus. Istrinya pun sedang menjalankan pendidikan di universitas yang sama.

        Mereka selama beberapa terakhir ini memilih untuk tidak keluar dari rumah sama sekali dan masih belum memutuskan kapan akan keluar untuk belanja makanan lagi.

        Rasa ketakutan itu, kata Rio, dipicu oleh jalanan yang tampak sepi, sehingga menimbulkan kekhawatiran bahwa masih ada bahaya.

        "Saya agak horor juga sih keluar karena dilarang kampus kan, karena masker saya masker untuk yang dokter pake operasi itu, masker bedah. Seharusnya pakai yang N95 sih, lebih aman," kata Rio melalui sambungan telepon.

        Pemerintah menjamin kebutuhan lebih 240 WNI di Hubei terpenuhi

        Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Pembangunan dan Manusia, Muhadjir Effendy, menyatakan Pemerintah Indonesia akan terus memantau kondisi di Wuhan, serta memastikan kebutuhan logistik para WNI yang berada di Wuhan terpenuhi.

        Hal itu ia utarakan seusai rapat tingkat menteri yang ia pimpin pada hari Selasa (28/1/2020) untuk membahas penanganan wabah virus corona, termasuk perhatian terhadap WNI di yang berada di China, terutama Wuhan.

        Saat ini, menurut data pemerintah, terdapat 243 WNI yang berada di daerah karantina di Hubei dan 100 di antaranya berada di kota Wuhan.

        Baca Juga: Cerita Pasien Pertama Sembuh dari Virus Corona: Dikarantina, Hirup Oksigen Terus-Menerus

        Juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan bahwa perwakilan Indonesia di China terus membangun komunikasi yang intens dengan WNI di Hubei, khususnya di Wuhan.

        "Dari komunikasi tersebut, kita mengidentifikasi kebutuhan apa yang mereka perlukan. Sejauh kebutuhan itu bisa diperoleh di tempat, dan saya garis bawahi, pemerintah setempat pun menjamin bahwa kebutuhan itu bisa didapatkan di tempat, maka kita dahulukan memperolehnya melalui pasar atau toko setempat."

        "Dalam hal mereka menghadapi kendala keunganan, nanti juga akan dibantu oleh pemerintah," ujar Faizasyah melalui sambungan telepon.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: