Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bank Dunia: Peran Indonesia di Rantai Pasok Global Sangat Minim

        Bank Dunia: Peran Indonesia di Rantai Pasok Global Sangat Minim Kredit Foto: Antara/Rivan Awal Lingga
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Bank Dunia menilai partisipasi Indonesia dalam keikutsertaan di Rantai Nilai Global (RNG) masih lemah. Hal itu dikarenakan beberapa faktor, seperti kebergantungan ekspor Indonsia pada bahan mentah sangat besar dan biaya transportasi tinggi.

        Chief Economist of the East Asia and Pacific Region of the World Bank, Aaditya Mattoo mengatakan keikutsertaan Indonesia dalam rantai nilai global memiliki beberapa segi yang bertolak belakang.

        Misalnya, Indonesia mencatat partisipasi yang tinggi dan berkembang sebagai negara pengekspor komoditas mentah, seperti minyak kelapa sawit dan batu bara. Sebaliknya partisipasi Indonesia dalam industri pengolahan secara global sangat rendah.

        Baca Juga: Atasi Defisit, Pemerintah Tetapkan 15 Industri Andalan Ekspor

        Indonesia sebagai importir dari bahan kain dan besi baja untuk memproduksi dan kemudian mengekspor pakaian jadi dan kendaraan roda empat, partisipasi Indonesia rendah dan semakin melemah.

        "Sebagai bukti, proporsi ekspor Indonesia untuk produk pakaian jadi, elektronik, dan suku cadang mobil ke negara-negara maju menurun, sementara ekspor produk serupa negara-negara tetangga meningkat," kata Aaditya di Jakarta, Kamis (30/1/2020).

        Selain itu, partisipasi Indonesia dalam mengirimkan komoditas-komoditas mentah telah menghasilkan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan kemiskinan, terutama ketika harga komoditas mentah tersebut sedang tinggi.

        Namun, Indonesia masih menunjukkan adanya pelemahan di industri manufaktur sehingga ini tidak efektif dalam upaya menopang kesuksesan yang telah dicapai.

        Kelemahan Indonesia dalam memanfaatkan global value chain lainnya disebabkan oleh tingginya biaya transportasi, yang disebabkan oleh peraturan yang membebani.

        Baca Juga: Indonesia Sang Jawara Ekspor CPO, Negara Tujuannya?

        Proses preclearance dan clearance untuk impor di Indonesia memakan waktu 200 jam atau lima kali lipat lebih besar dibandingkan dengan Malaysia.

        Biaya penggunaan fasilitas pelabuhan misalnya di Tanjung Priok lima kali lipat dari pelabuhan di Singapura dan dua setengah kali lipat dari pelabuhan di Yangon. Terakhir, lembaga yang menjaga persaingan di Indonesia termasuk yang terlemah di dunia.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: