Mangkirnya Zulkifli Hasan dari panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi atas dugaan kasus alih fungsi hutan di Riau pada 2014, dinilai tidak kooperatif atas pengungkapan kasus tersebut.
"Bila melihat dari segi hukum, yang bersangkutan (Zulkifli Hasan) dinilai tidak patuh hukum. Padahal, sebagai negarawan harusnya memahami dan menjalankan amanat konstitusi," sebut Pakar hukum Universitas Hasanuddin Makassar, Sulawesi Selatan, Profesor Juajir Sumardi, saat dikonfimasi Minggu.
Baca Juga: PDIP Buka Suara Soal Kadernya yang Diciduk KPK: Akan Kami Bantu
Menurut dia, sebagai ketua umum partai, lanjut Juajir, seharusnya dia memahami prinsip equilibrium before the law yaitu setiap warga negara memiliki kesamaan kedudukan di depan hukum.
Dengan demikian, ketika dipanggil sebagai saksi kasus yang bergulir di KPK, Zulkifli tentu terikat kewajiban untuk membantu proses penyelidikan KPK dalam menuntaskan kasus dugaan korupsi tersebut.
"Hanya dengan alasan urusan partai dan kepentingan politik, maupun alasan pribadi, tapi malah mangkir (panggilan KPK) sampai dua kali. Etika politik dan moralnya tentu dipertanyakan publik," tutur Juajir.
Dengan mangkirnya dua kali pemanggilan, maka pihak yang berwenang bisa menjemput paksa karena dianggap menghalang-halangi proses hukum oleh KPK.
?Dia bisa dikenakan tindak pidana menghalang-halangi proses hukum oleh KPK, seperti Lucas yang divonis 7 tahun karena menghalangi penyidikan KPK," beber dia menegaskan.
Sebelumnya, penyidik KPK telah melayangkan panggilan kedua kepada Zulhas untuk hadir diminta keterangan sebagai saksi alih fungsi hutan di Riau, pada Kamis (06/02). Namun dia tidak hadir, begitupun pada pemanggilan pertama, 16 Januari 2020.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: