Komisi Informasi Pusat (KIP) angkat bicara terkait dinamika pembuatan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. KIP pun membuat sejumlah catatan penting terkait hal tersebut.
Komisioner KIP, Arif A. Kuswardono, mengungkapkan bahwa sesuai UU No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, publik dijamin haknya untuk mengetahui proses perancangan, pembuatan, dan pembahasan program atau produk kebijakan publik.
Baca Juga: Omnibus Law, Wajah Pemerintahan Jokowi Mau Ikut-Ikutan Gaya Orba?
"Termasuk alasan pengambilan suatu kebijakan publik yang memengaruhi hajat hidup orang banyak," tegasnya di Jakarta, Selasa (18/2/2020).
Arif mengatakan bahwa dalam pasal 11 UU 14 Tahun 2008 mewajibkan Badan Publik (termasuk eksekutif dan legislatif) untuk menyediakan informasi terkait keputusan Badan Publik dan pertimbangannya. Juga kebijakan yang diambil beserta seluruh dokumen pendukungnya.
Ketentuan pasal ini ditegaskan lebih lanjut dalam Peraturan Komisi Informasi (Perki) No. 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik. Pasal 11 tentang Informasi Yang Wajib Disediakan dan Diumumkan Secara Berkala menyebut setiap Badan Publik wajib mengumumkan sekurang-kurangnya yakni informasi tentang peraturan, keputusan dan/atau kebijakan yang mengikat? dan/atau berdampak bagi publik.
Salah satunya adalah daftar rancangan dan tahap pembentukan Peraturan Perundangan-undangan, Keputusan, dan/atau Kebijakan yang sedang dalam proses pembuatan (Ayat 1 huruf f angka 1).
"Pengabaian terhadap kewajiban tersebut, sesuai pasal 52 UU 14 Tahun 2008, dapat membuat Badan Publik dikenai pidana satu tahun penjara atau denda Rp5 juta. Delik ini bersifat aduan sehingga orang atau siapa saja yang terabaikan haknya dapat saja melaporkan hal tersebut pada polisi," ucapnya.
Karena itu, KIP mengimbau pada pemerintah dan DPR untuk mematuhi perintah UU 14 Tahun 2008. Kepatuhan ini menjadi bukti bahwa penyusunan Omnibus Law menghargai hak asasi manusia yang sudah dijamin Pasal 28 f UUDNRI 1945, menjamin hak akses dan layanan informasi publik, serta membuka ruang partisipasi masyarakat.
"Mengingat pentingnya UU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja (dan Omnibus Law yang lain), sikap cermat dan terbuka sangat diharapkan dari Pemerintah dan DPR. Keterbukaan proses pembahasan beserta materi yang dibahas penting untuk menjamin bahwa masyarakat mengetahui sejak awal kehendak dan isi Undang-undang yang akan dibuat sehingga peluang untuk memberi masukan, catatan, atau perbaikan terhadap Omnibus Law oleh masyarakat tetap terbuka," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Puri Mei Setyaningrum
Tag Terkait: