Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bukan Rp16.400, Rupiah Ancang-Ancang Kabur ke Rp16.500, Paling Bobrok Se-Asia dan Dunia!

        Bukan Rp16.400, Rupiah Ancang-Ancang Kabur ke Rp16.500, Paling Bobrok Se-Asia dan Dunia! Kredit Foto: Antara/Sigid Kurniawan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Lama berdiam diri di level Rp16.310 per dolar AS, rupiah secara mengejutkan bergerak turun hingga nyaris mendekati level Rp16.400 per dolar AS. Dilansir dari RTI, beberapa menit lalu rupiah kembali tersungkur ke level terdalamnya sejak krisis 1998 di angka Rp16.475 per dolar AS.

        Baca Juga: Korbankan Hak Pegawai dan Investor: Saham Matahari Terbakar, Sentuh Harga Paling Tekor dalam Sejarah

        Baca Juga: Perusahaan John Riady Jatahkan Puluhan Miliar Rupiah Buat Borong Saham LPKR yang Sudah Murah Meriah!

        Meski sedikit membaik, hingga pukul 13.20 WIB, depresiasi rupiah masih tinggi, yakni -0,97% ke level Rp16.468 per dolar AS. Jika dikalkulasikan, depresiasi rupiah dalam sebulan terakhir mencapai -16,67%. Jika ditarik lebih jauh, tekanan global pada awal tahun 2020 ini mampu membuat rupiah ambruk hingga -18,62% secara year to date (ytd).

        Baca Juga: BCA, Mandiri, dan BNI Pasang Badan, Pasar Modal Gak Jadi Masuk Jurang!

        Melihat pergerakan yang tak baik itu, untuk ke sekian kalinya rupiah menjadi salah satu mata uang paling lemah, baik di Asia maupun dunia. Apalagi, kini rupiah juga terdepresiasi mendalam terhadap dolar Australia (-0,14%), poundsterling (-0,60%), dan euro (-0,77%).?

        Di kawasan Asia, rupiah menduduki posisi kedua terbawah setelah won (0,15%). Itu artinya, kinerja rupiah tak lebih baik daripada yen (-1,15%), dolar Hong Kong (-0,95%), yuan (-0,77%), dolar Taiwan (-0,72%), dolar Singapura (-0,31%), ringgit (-0,19%), dan baht (-0,02%).?

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: