Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Transisi Pemantauan Pengalaman Digital di Era Kecerdasan Buatan

        Transisi Pemantauan Pengalaman Digital di Era Kecerdasan Buatan Kredit Foto: Unsplash/Rawpixel
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketika smartphone menjadi semakin kuat, konsumen beralih dari menggunakan aplikasi web berbasis browser di laptop menuju aplikasi mobile, yang tersedia untuk digunakan setiap saat. Salah satu cara aplikasi seluler mendapatkan keunggulan adalah dengan memanfaatkan interaksi antar-aplikasi untuk meningkatkan pengalaman pengguna.

        Demikian diungkapkan Ananth Kumar, Konsultan Produk Site24x7. Dia memberi contoh, saat pelacakan lokasi diaktifkan pada perangkat seluler, aplikasi seperti Uber cenderung menggunakan aplikasi peta seperti Google Maps untuk membantu pengguna secara otomatis, tanpa perlu upaya tambahan dari pengguna akhir. Interaksi antara kedua aplikasi Google Maps dan Uber menjadi aspek penting dari pengalaman digital yang mulus bagi pelanggan.

        Pengembangan multi-experience menyebabkan transisi dari aplikasi seluler ke aplikasi realitas virtual (virtual reality/VR), chatbots, dan bahkan kerangka kerja perusahaan yang bersifat mandiri (sejalan dengan mobil yang bisa mengemudi sendiri).

        Baca Juga: Co-Living Ini Siap Temani Pekerja Lajang WFH di Jakarta

        Semakin berartinya multi-experience menekankan pentingnya menggunakan kecerdasan buatan (AI) untuk mengotomatisasi interaksi antarmesin karena jenis aplikasi baru ini memiliki lebih banyak titik sentuh dari mesin ke mesin yang menentukan pengalaman pelanggan.

        Dari peningkatan pengalaman aplikasi seluler hingga memberikan multi-experience yang tepat, perusahaan perlu memantau application programming interface (API) yang mengirimkan konten ke aplikasi konsumen mereka, serta melacak perilaku pelanggan.

        Pemantauan titik akhir API memastikan tidak ada penundaan atau jeda dalam pengiriman konten kepada konsumen pada geografi tertentu. Pelanggan hanya peduli dengan apa yang sedang mereka lihat dan interaksi.

        "Dari perspektif tersebut, penting untuk menangkap interaksi pelanggan, dan untuk menyesuaikan perilaku aplikasi konsumen untuk memenuhi kebutuhan pelanggan," ujar Ananth Kumar.

        Ananth menjelaskan, untuk dapat berinteraksi dalam suatu aplikasi menggunakan kecerdasan buatan dalam membentuk pengalaman, dibutuhkan digital experience monitoring (DEM) yang secara historis berfokus pada pengalaman pelanggan (customer experience/CX).

        Sebuah survei global dari Gartner mengungkapkan bahwa 75% perusahaan meningkatkan investasi teknologi pengalaman pelanggan mereka di 2018.

        DEM berputar di sekitar dua aspek utama, yaitu pemantauan proaktif dan aktif. Pendekatan pemantauan tradisional, melacak semua komponen yang dapat berkontribusi pada pengalaman pengguna akhir, diklasifikasikan sebagai pemantauan proaktif.

        Pemantauan sintetis, di mana transaksi lengkap disimulasikan dalam browser, seperti Chrome atau Firefox dapat menjadi contoh yang tepat untuk sebuah pemantauan proaktif. Pemantauan aktif, pendekatan berdasarkan permintaan di mana perilaku manusia ditangkap untuk membantu merancang pengalaman digital sebaik mungkin.

        Contoh pemantauan aktif, pemantauan pengguna nyata (real user monitoring/RUM), di mana interaksi pelanggan dalam aplikasi berbasis browser ditangkap secara waktu nyata, dan pemantauan kinerja aplikasi (application performance monitoring/APM), di mana interaksi pelanggan ditangkap pada lapisan aplikasi dan dianalisis.

        Menurut Ananth, menyesuaikan perilaku aplikasi membutuhkan pembelajaran berkelanjutan tentang perilaku pelanggan. Perusahaan harus mempertimbangkan penggunaan alat yang memberikan wawasan dari ujung ke ujung pada semua aspek pengalaman pelanggan, termasuk browser web serta perangkat pelanggan.

        DEM harus beralih dari sekadar memahami waktu pemuatan laman atau respons aplikasi, menjadi faktor pertimbangan seperti jaringan, browser, geografi, atau bahkan hari pada minggu tersebut.

        Misalnya, situs web perjalanan menyediakan pembaruan tentang tempat yang mungkin telah dijelajahi pengunjung situs seminggu yang lalu. Pernyataan masalah terlihat sederhana, tetapi ada beberapa aplikasi yang terlibat dalam transaksi ini, dan perusahaan perlu memastikan bahwa komunikasi antarsemua aplikasi yang bergantung melalui API dapat berfungsi.

        Baca Juga: Musuh Bebuyutan AS Berhasil Ciptakan Pendeteksi Covid-19, Pakai AI Lho!

        Selain itu, perilaku pelanggan harus ditangkap dan dikorelasikan dengan berbagai sampel sehingga data ini dapat digunakan untuk memberikan prediksi yang akurat tentang bagaimana aplikasi dapat disesuaikan untuk pelanggan.

        Perusahaan perlu mentransisikan strategi DEM mereka untuk menyediakan apa yang dibutuhkan pelanggan dan meningkatkan citra mereka selama proses tersebut. Transisi pendekatan DEM mereka untuk memantau semua komponen potensial yang terlibat dalam interaksi.

        "Baik manusia maupun sistem, sangat penting bagi perusahaan untuk merangkul transformasi besar berikutnya dalam pengalaman digital," jelas Ananth.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Agus Aryanto
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: