Yasonna Digugat Gegara Napi Asimilasi Berulah, Rektor Tanya: Akankah Pengadilan Adil?
Rektor Universitas Ibnu Chaldun Musni Umar menyoroti Menteri Hukum dan HAM Yasonna Hamonangan LaolyLaoly yang digugat ke PN Surakarta.
Diketahui, gugatatan tersebut terkait Narapidana asimilasi yang kembali melakukan aksi kejahatan setelah dibebaskan.
Menurut Musni, jika Narapidana asimilasi telah meresahkan masyarakat, Yasonna Laoly harus bertanggung jawab atas hal tersebut. Terkait itu, ia pun mengaku menunggu keadilan dari kejadian ini.
"Para Narapidana asimilasi yang kembali melakukan kejahatan setelah dibebaskan dari penjara, telah meresahkan masyarakat. Menteri Hukum dan HAM di gugat di PN Surakarta krn dianggap bertanggung jawab. Akankah pengadilan berlangsung adil kita tunggu," tulisnya dalam akun Twitternya, seperti dikutip, Senin (27/4/2020).
Baca Juga: Yasonna Ancam Napi Asimilasi 'Bandel', Tapi Hukuman Masih Rahasia
Diwartakan, Gugatan itu diajukan oleh Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997, Perkumpulan Masyarakat Anti Ketidakadilan Independen, serta Lembaga Pengawasan dan Pengawalan Penegakan Hukum Indonesia (LP3HI). Gugatan itu dilayangkan kepada Kepala Rutan Kelas I A Surakarta, Jawa Tengah, sebagai tergugat I, Kepala Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Provinsi Jateng sebagai tergugat II, serta Menteri Hukum dan HAM sebagai tergugat III.
Ketua Yayasan Mega Bintang Indonesia 1997 Boyamin Saiman menyoroti persyaratan Narapidana yang dilepas dalam kebijakan tersebut, sebagai berikut. Pertama, berkelakuan baik berdasar tidak ada catatan pernah melanggar selama dalam lapas. Syarat kedua, membuat surat pernyataan tidak akan melakukan kejahatan lagi.
Boyamin menilai persyaratan itu dianggap kurang tepat karena tidak menyertakan psikotes sebagai salah satu pertimbangan pembebasan Narapidana. Selain itu, para tergugat dianggap tidak berhati-hati dan tidak mengawasi para napi sehingga ada yang kembali berbuat kejahatan.
"Nah materi gugatan adalah Para Tergugat salah hanya menerapkan syarat tersebut secara sederhana, tanpa meneliti secara mendalam watak napi dengan psikotes sehingga hasilnya napi berbuat jahat lagi. Jadi yang dipersalahkan adalah teledor, tidak hati-hati dan melanggar prinsip pembinaan saat memutuskan Napi asimilasi," kata Boyamin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil