Politisi gaek Partai Demokrat, Max Sopacua, mengkritisi karut-marut kepemimpinan TVRI. Menurutnya, aksi pecat-pecatan di tubuh televisi milik negara itu karena posisi pucuk TVRI diisi kalangan di luar TVRI.
"Kenapa Dirut dan perangkatnya harus orang luar TVRI? Memang seolah ada unsur diskriminasinya, tetapi itulah kenyataannya. Ketika beberapa kali pimpinan TVRI itu dipiih dari luar, kemelut selalu hadir," ujar Max.
Seperti diketahui, pemecetan dilakukan Dewan Pengawas (Dewas) TVRI. Ketua Dewas TVRI, Arief Hidayat, menonaktifkan tiga Direktur LPP TVRI, yaitu Direktur Umum Tumpak Pasaribu, Direktur Program dan Berita Apni Jaya Putra, serta Direktur Keuangan Isnan Rahmanto.
Pemecatan itu dilakukan terkait pemberhentian Helmi Yahya dari kursi Direktur Utama TVRI. Komisi I DPR pada Senin (27/4/2020) membentuk tim yang akan mengevaluasi Dewas TVRI. Bisa jadi, Dewas segera dibubarkan.
Max memastikan tidak memihak ke kelompok yang dipecat maupun Dewas yang melakukan pemecatan. Mantan penyiar olahraga di TVRI itu menyebut ada pertarungan orang luar TVRI. Termasuk Dewas, yang disebutnya banyak diisi orang luar TVRI.?
Diceritakan, TVRI memiliki budaya atau kultur tersendiri, baik dalam konten program, pengelolaan keuangan, hingga hubungan dengan pegawai yang ditaksir mencapai 4.000 orang di seluruh Indonesia. Nah, orang luar yang bertarung itu dianggap belum seirama dengan TVRI.
"Ada perbedaan yang sangat prinsipil dengan sistem pengolaan TV swasta," ucapnya.
Max menegaskan TVRI adalah aset negara yang dibiayai APBN. Jadi, sistem tata kelola keuangan pun berbeda dengan televisi swasta. Tentu, bagi pimpinan yang berasal dari program televisi swasta akan mengalami kemudahan. Namun, mantan Waketum Partai Demokrat itu mengatakan kelemahan mereka yang berada di TVRI sebaiknya dibantu.
TVRI bukan semata perbaikan tampilan siarannya yang penting, tetapi mereka yang hidup dengan TVRI.
"Bagaimana di TVRI (saat ini). Tinggal beli. Berutang pun berani. Alasan asal layar bisa berubah. Risikonya adalah, ada pos-pos anggaran penting yang terpakai, misalnya kebutuhan pegawai dan lainnya," ucapnya.
Nah, masalah di internal inilah yang menurutnya menjadi awal kemelut yang terjadi di TVRI. Lembaga penyiaran publik ini, katanya, semakin merugikan keluarga besar TVRI. Padahal, yang berpolemik adalah orang di luar TVRI.
"Keberadaan Dewas yang memiliki fungsi dan tanggung jawab dengan SK presiden rupanya tidak bisa menyatu dalam pengambilan keputusan. Ada yang berpegang pada aturan tapi ada juga yang ngambang. Alasannya tidak jelas," tutupnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: