Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Mitra Prakerja Dipilih Tanpa Tender, DPR: Jangan Sampai Pak Jokowi Ditipu Anak Kecil

        Mitra Prakerja Dipilih Tanpa Tender, DPR: Jangan Sampai Pak Jokowi Ditipu Anak Kecil Kredit Foto: Boyke P. Siregar
        Warta Ekonomi, Bogor -

        Kontroversi Program Kartu Prakerja tampaknya belum bisa rampung dengan cepat, karena Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kini menyoroti proyek tersebut.

        Dewan bahkan sekalian mendesak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mengusut tengara penyelewengan dalam proyek Kartu Prakerja. Program yang sesungguhnya bagus dan patut didukung, DPR sepakat menilai, tetapi pelaksanaannya ibarat telah disabotase oleh oknum-oknum di lingkaran terdalam penguasa.

        KPK memang bersikap normatif atas desakan Parlemen. Namun, badan antirasuah tidak menutup kemungkinan untuk penyelidikan yang lebih serius jika ditemukan bukti-bukti yang cukup. Komisi tidak akan ragu untuk menelisiknya jika memang diyakini, berdasarkan bukti, ada penyimpangan.

        Baca Juga: PKS: Program Kartu Prakerja Sudah Jadi Ladang Proyek

        Proyek dipenggal

        Ancang-ancang KPK untuk menyelidiki indikasi korupsi dalam proyek Kartu Prakerja mengemuka dalam rapat dengar pendapat dengan DPR pada Rabu lalu. Para politikus lintas partai, termasuk legislator partai pendukung pemerintah, kompak menyoroti proyek pemenuhan janji kampanye Presiden Joko Widodo dalam pemilu tahun 2019.

        Dana yang dialokasikan untuk program jaring pengaman sosial bagi para pekerja korban PHK, pekerja sektor informal yang terdampak pandemi Covid-19, atau pencari kerja itu memang Rp20 triliun. Namun, yang paling disoal yakni uang Rp5,6 triliun untuk program pelatihan kerja bagi 5,6 juta orang peserta.

        Program itu dituding dijalankan secara tak transparan karena melibatkan delapan perusahaan digital sebagai mitra untuk pelatihan kerja, tapi tanpa lelang tender. Juga dicurigai sarat konflik kepentingan karena satu dari delapan perusahaan digital itu, Ruang Guru, milik seorang pemuda yang waktu itu menjabat Staf Khusus Presiden, Adamas Belva Syah Devara.

        Seorang legislator Partai Gerindra, Habiburokhman, berterus terang menyanjung gagasan program Kartu Prakerja. Namun, keberadaan Belva kala itu sebagai Staf Khusus Presiden dan Ruang Guru sebagai mitra Kartu Prakerja, menurutnya, berpotensi mengacaukan program pemerintah.

        “Jangan sampai Pak Jokowi ditipu sama anak kecil," katanya, berbicara dengan Ketua KPK, Firli Bahuri, dalam rapat itu.

        Proyek tanpa tender yang diberikan kepada delapan platform itu dianggap mengangkangi undang-undang. Bahkan, keberadaan Ruang Guru dengan produknya Skill Academy dianggap kebobolan besar pemerintah karena saham perusahaan itu dicurigai milik orang Singapura.

        Dalam pandangan Arteria Dahlan, legislator Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, program pro-rakyat Kartu Prakerja menjadi buruk dalam pelaksanaannya karena “dipangkas sama orang-orang yang enggak benar; implementasinya dipenggal.” Maka, pengunduran diri Belva sebagai Staf Khusus Presiden tidak menggugurkan permasalahan paling mendasarnya.

        “Ini korupsi!” Arteria berseru kepada Firli Bahuri. “Siapa yang terlibat, diusut!”

        Hanya KPK, menurut DPR, yang berkemampuan menyelisik dugaan penyelewengan itu. Sebab, legislator Partai Kebangkitan Bangsa, Cucun Ahmad Syamsurijal, mengamati, “ada ruang gelap yang tidak bisa kita ketahui.”

        Karena prosesnya tidak terbuka, apalagi keberadaan Belva sebagai orang dalam Istana waktu itu, politikus Partai Demokrat Hinca Panjaitan berpendapat, “potensi besar sekali untuk terjadi penyalahgunaan di situ.”

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Tanayastri Dini Isna

        Bagikan Artikel: