Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo mengaku telah berkoordinasi dengan berbagai pihak seperti Kementerian Luar Negeri, Kementerian Perhubungan, Kementerian Tenaga Kerja termasuk Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) untuk menindaklanjuti video eksploitasi anak buah kapal (ABK) Indonesia di sebuah kapal ikan China.
"Kami telah berkoordinasi untuk mengecek kebenaran video tersebut termasuk mengenai dugaan adanya eksploitasi terhadap anak buah kapal (ABK) Indonesia," kata Edhy dalam keterangan resmi, Kamis (7/5/2020).
Jika benar terjadi eksploitasi terhadap ABK Indonesia seperti dilaporkan media Korea, MBC News, Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) akan segera melapor ke Regional Fisheries Management Organization (RFMO) agar perusahaan dan kapal tersebut diberi sanksi sesuai ketentuan berlaku.
Apalagi, perusahaan itu juga terdaftar sebagai authorized vessel alias kapal resmi di dua RFMO yaitu Western and Central Pasific Fisheries Commision (WCPFC) dan Inter-American Tropical Tuna Commission (IATTC).
"Indonesia juga sudah mengantongi keanggotaan di WCPFC dan cooperating non-member di IATTC," ujar Edhy.
Tak kalah penting, Edhy akan mengecek dokumen dan kontrak para ABK yang diduga mengalami eksploitasi.
"Saya akan menemui para ABK kita yang selamat dan meminta pertanggungjawaban perusahaan yang merekrut dan menempatkan para ABK ini agar hak-haknya dipenuhi," tutur politikus Partai Gerindra ini.
Dalam video bertajuk Eksklusif. 18 jam sehari kerja, jika jatuh sakit dan meninggal, dilempar ke laut yang dirilis MBC dan diulas oleh YouTuber Korea Jang Hansol pada Rabu (6/5/2020), ABK Indonesia yang bekerja di kapal ikan China Long Xing digambarkan menerima perlakuan tak manusiawi.
Mereka harus bekerja hingga 30 jam dengan istirahat minim, mendapat diskriminasi, hingga gaji yang tak sesuai dengan kontrak kerja. Para ABK yang meninggal pun dibuang ke laut. Kejadian ABK dibuang ke laut ini tertangkap kamera, saat kapal ikan berbendera China itu berlabuh di Busan, Korea Selatan.
Terkait pelarungan jenazah ABK di laut atau burial at sea, Edhy menjelaskan hal tersebut dimungkinkan dengan berbagai persyaratan yang mengacu pada aturan kelautan International Labour Organization (ILO).
Dalam peraturan ILO Seafarer’s Service Regulations, praktik pelarungan jenazah di laut diatur dalam Pasal 30. Sesuai ketentuan tersebut, jika ada pelaut yang meninggal saat berlayar maka kapten kapal harus segera melaporkannya ke pemilik kapal dan keluarga korban.
Pelarungan boleh dilakukan setelah memenuhi beberapa syarat. Pertama, kapal berlayar di perairan internasional. Kedua, ABK telah meninggal lebih dari 24 jam atau kematiannya disebabkan penyakit menular dan jasad telah disterilkan.
Ketiga, kapal tidak mampu menyimpan jenazah karena alasan higienitas atau pelabuhan melarang kapal menyimpan jenazah, atau alasan sah lainnya. Keempat, sertifikat kematian telah dikeluarkan oleh dokter kapal (jika ada).
Pelarungan juga tak bisa begitu saja dilakukan. Berdasarkan Pasal 30, kapten kapal harus memperlakukan jenazah dengan hormat dalam proses pelarungan. Salah satunya, dengan melakukan upacara kematian.
Pelarungan pun harus dilakukan dengan cara seksama sehingga jenazah tidak mengambang di atas air. Salah satu cara yang banyak digunakan adalah dengan menggunakan peti atau pemberat agar jenazah tenggelam.
Selain itu, upacara dan pelarungan juga harus didokumentasikan dengan baik, dilengkapi rekaman video atau foto sedetil mungkin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: