Kementerian Pertanian (Kementan) di bawah kepemimpinan Menteri Syahrul Yasin Limpo (SYL) terus melakukan berbagai terobosan guna memantapkan ketersediaan pangan bagi 260 juta lebih rakyat Indonesia, sekaligus menyejahterakan petani. Terlebih dalam situasi perubahan global yang begitu dinamis saat ini. Selama kurun waktu 6 bulan terakhir, berbagai indikator capaian kinerja sektor pertanian dinilai menunjukkan optimisme positif.
Mengutip data BPS, Nilai Tukar Petani (NTP) Pertanian Triwulan I 2020 mencapai 103,29 atau meningkat dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu yang tercatat 102,80. Bahkan, NTP Hortikultura pada periode Triwulan I 2020 tercatat rata-rata 104,33 melampaui NTP pertanian secara umum. Hal tersebut mengindikasikan kesejahteraan petani, khususnya hortikultura, makin membaik karena pendapatan yang meningkat lebih besar dibanding pengeluarannya.
Baca Juga: Kementan Yakin New Normal Bakal Dongkrak Kesejahteraan Petani
Indikator keberhasilan lainnya adalah terkendalinya pasokan dan harga bahan pangan pokok nasional di tengah pandemi Covid-19. Bahkan, selama bulan puasa dan Lebaran tahun ini, nyaris tidak ada gejolak harga yang signifikan untuk berbagai komoditas pertanian seperti beras, daging ayam, telur, daging, dan komoditas hortikultura lainnya. Tercatat, komoditas hortikultura seperti cabai, bawang putih, hingga bawang bombai harganya stabil dan terjangkau oleh masyarakat.
Adanya penguatan harga bawang merah sejak April 2020 dinilai masih wajar dan terkendali. Nyatanya, kondisi tersebut tidak memicu gejolak di masyarakat. Sebaliknya, petani bawang merah bisa menikmati harga bagus setelah mereka mengalami kerugian yang cukup besar di akhir tahun 2019 lalu yang sempat menyentuh level Rp3.000-Rp5.000/kg.
Muhammad Syafrudin, Anggota Komisi IV DPR-RI, meminta semua pihak melihat persoalan pangan dan pertanian lebih komprehensif. "Masalah pertanian ini sangat kompleks, tidak bisa dilihat sesaat atau parsial. Waktu yang baru 6 bulan belum bisa untuk menjustifikasi posisi psikologis kinerja seorang menteri atau kabinet," ujarnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (8/6/2020).
Syafrudin mengapresiasi kerja keras Kementan menjaga pasokan pangan tetap survive di tengah situasi alam yang makin tidak bisa diprediksi, termasuk pandemi Covid-19. Menurutnya, saat ini situasi seluruh sektor termasuk pertanian sedang menuju arah normal. Syafrudin optimis pemerintahan Jokowi bersama kabinetnya saat ini akan mampu menggiring Indonesia lebih sejahtera bagi semua stakeholder, termasuk petani dan nelayan.
Sementara itu, Direktur Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, Prihasto Setyanto, menyebut bahwa harga komoditas hortikultura secara umum selama pandemi Covid-19, puasa, dan Lebaran relatif stabil. Harga bawang merah di pasar retail terpantau rata-rata Rp50.000-Rp55.000/kg dan Rp30.000-Rp35.000/kg di tingkat petani.
Menurutnya, penguatan harga bawang merah terjadi karena tingginya permintaan saat puasa dan Lebaran. Terlebih dengan adanya pembatasan sosial akibat Covid-19, ternyata justru mendorong peningkatan konsumsi dan stok rumah tangga.
"Seiring dengan panen di berbagai sentra pasokan, harga bawang merah akan berangsur normal," ungkap pria yang akrab dipanggil Anton itu.
Anton menegaskan, Kementan masih terus mendorong produksi bawang putih di dalam negeri meski untuk memenuhi kebutuhan konsumsi masih harus mendatangkan impor. Kebutuhan bawang putih nasional sekitar 570.000 ton/tahun, sedangkan produksi lokal baru 88.000 ton/tahun.
Sejak tahun 2017, Kementan telah menggelontorkan anggaran APBN untuk mendukung pengembangan bawang putih ke berbagai daerah termasuk Temanggung sebagai sentra terbesarnya. Anggaran tersebut meliputi bantuan sarana produksi, alat mesin pertanian, hingga pemasaran.
Selain APBN, Kementan juga memfasilitasi penanaman melalui skema kemitraan dengan pelaku usaha penerima RIPH bawang putih. "Ke depan, kita akan fokus pada peningkatan daya saing. Kuncinya ada 2, yaitu perbaikan size (ukuran) dan price (harga)," tukas Anton.
Menyinggung pemberitaan tentang tingginya angka impor sayuran yang mencapai Rp11 triliun lebih, Anton kembali menjelaskan bahwa istilah impor sayuran adalah semata nomenklatur statistik yang mengacu data BPS.
"Angka tersebut meliputi semua jenis sayuran segar dan olahan. Sebagian besar didominasi sayuran asal negara subtropis seperti bawang putih, bawang bombai, dan kentang olahan industri. Kalau produksi sayuran segar untuk konsumsi, kita masih sangat aman bahkan bisa ekspor," terangnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum