Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dipimpin Nancy Pelosi, Politisi Partai Demokrat Berlutut buat Hormati George Floyd

        Dipimpin Nancy Pelosi, Politisi Partai Demokrat Berlutut buat Hormati George Floyd Kredit Foto: AAP
        Warta Ekonomi, Washington -

        Sekitar dua lusin anggota parlemen dari Partai Demokrat, termasuk Ketua DPR Amerika Serikat (AS) Nancy Pelosi, berlutut dan hening cipta 8 menit lebih 46 detik. Aksi itu untuk mengenang pria kulit hitam George Floyd yang dibunuh polisi kulit putih di Minneapolis.

        Dalam aksi hening cipta Capitol's Emancipation Hall, Senin waktu Washington, para politisi tersebut mengenakan stola yang terbuat dari kain Kente. Aksi mereka memicu kritik dari pengamat bahwa tekstil tradisional Afrika dijadikan alat peraga politik.

        Baca Juga: 5 Miliarder Dunia yang Mengecam Rasisme Atas Kematian George Floyd! Siapa Saja Mereka?

        "Nenek moyang saya tidak menemukan kain Kente untuk dikenakan oleh politisi publisitas (terobsesi) sebagai 'aktivisme' pada tahun 2020," kritik Jade Bentil, seorang peneliti Ghana-Nigeria di University of Oxford via Twitter.

        Kain Kente diyakini telah diproduksi sejak 1.000 Sebelum Masehi (SM) di kalangan orang-orang Akan dan Ewe dari Afrika Barat. Menurut The African American Intellectual History Society, kain itu tetap dilestarikan di Ghana dan Togo.

        Setiap warna dari kain itu memiliki makna khusus. Emas melambangkan status/ketenangan, hijau berarti pembaruan, biru berarti semangat kemurnian/harmoni, merah adalah gairah dan hitam adalah penyatuan dengan leluhur/kesadaran spiritual.

        Pengamat lain dari dunia jurnalisme dan hiburan juga mengkritik para anggota parlemen AS yang menggunakan kain itu sebagai alat politik.

        "Berdiri di depan sebuah gereja dan mengangkat sebuah Alkitab yang tidak pernah Anda baca untuk foto tidak ada bedanya dengan berlutut di kain kente yang tidak pernah Anda pakai untuk foto," kata Charles Robinson, reporter olahraga untuk Yahoo, merujuk aksi Presiden Donald Trump saat mengangkat Alkitab di Gereja Episkopal St John untuk sesi foto minggu lalu.

        "Bagaimana jika mereka, seperti, hanya mengesahkan beberapa undang-undang alih-alih berdandan seperti set catur Wakanda?," imbuh kritik lain dari penulis skenario Eric Haywood di Twitter, seperti dikutip CNN, Selasa (9/6/2020).

        Anggota parlemen, Karen Bass, dalam konferensi pers mengungkap rancangan undang-undang (RUU) baru yang ditujukan untuk menindak kebrutalan polisi dan mereformasi kepolisian di AS. Dia mengatakan para anggota parlemen kulit putih mengenakan kain Kente itu dalam tindakan solidaritas.

        "Arti penting kain Kente adalah warisan Afrika kita," kata Bass. "Dan bagi Anda yang tidak memiliki warisan itu, kami bertindak dalam solidaritas. Itulah pentingnya kain Kente—asal usul kami dan menghormati masa lalu kami," ujarnya.

        Ketika para anggota parlemen Demokrat membela diri terkait pemakaian kain Kente, kalangan aktivis yang netral menyerukan orang-orang fokus pada RUU reformasi polisi yang dibawa oleh anggota parlemen, bukan malah mempersoalkan pemakaian kain Kente.

        "Bukan penggemar berat kain Kente, tapi itu menunjukkan solidaritas dari orang-orang yang lebih berpengalaman, jadi saya mengerti. Saya hanya berharap kita tidak ketinggalan apa yang terjadi setelah bagian performatif, yaitu rancangan undang-undang sedang diperkenalkan. Simpan energi yang sama ini untuk Rand Paul yang akan memilih 'Tidak'," bunyi tweet aktivis April Reign, pencipta tanda pagar #OscarsSoWhite, merujuk pada Senator Partai Republik Rand Paul.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: