Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Jaksa Kasus Novel Disorot, Masak Hartanya Bermiliar-miliar?

        Jaksa Kasus Novel Disorot, Masak Hartanya Bermiliar-miliar? Kredit Foto: Antara/Nova Wahyudi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Foto-foto hidup glamor yang dipamerkan salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) perkara penyiraman air keras terhadap Penyidik Senior KPK, Novel Baswedan, Fedrik Adhar, di akun media sosialnya terus menjadi perbincangan publik.

        Berdasar Laporan Harta Kekayaan Negara (LHKPN) di KPK, Jaksa Fedrik Adhar memiliki total harta kekayaan sebesar Rp5,8 miliar yang disetorkannya pada tahun 2018.

        Baca Juga: Mau Nyiram Badan Kenanya Mata, Pernyataan Jaksa Dibilang...

        Menanggapi itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI), Asfinawati, menilai seorang Jaksa yang notabene adalah pegawai negeri tidak sepatutnya memamerkan gaya hidup mewah.

        Menurut Asfinawati, perilaku demikian bisa melanggar kode etik kejaksaan dalam Instruksi Jaksa Agung RI.

        Selain itu, lanjut Asfinawati, Jaksa yang memamerkan gaya hidup mewah juga bisa melanggar Undang Undang Nomor 5 Nomor 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan disiplin Pegawai Negeri sebagaimana Surat Edaran MenPanRB Nomor 13 Tahun 2014 Tentang Gerakan Hidup Sederhana.

        "Baik UU, disiplin pegawai negeri, maupun etika, sudah dilanggar semua itu aparat penegak hukum yang hidupnya mewah. Ada surat edaran larangan bergaya hidup mewah juga dari MenpanRB," kata Asfinawati kepada awak media, 16 Juni 2020.

        Asfinawati lebih jauh menuturkan, besarnya harta kekayaan seorang penyelenggara negara, apalagi penegak hukum seperti Jaksa juga perlu mendapat perhatian dari pihak kejaksaan sendiri. Pasalnya, tidak masuk akal jika gaji seorang jaksa mencapai miliaran rupiah.

        "Atasan (Kejaksaan) seharusnya melihat kemungkinan adanya indikasi korupsi. Karena dari gajinya tidak mungkin bisa bergaya hidup seperti itu," ujarnya.

        Hal aneh lainnya, kata Asfinawati, jaksa tersebut ditunjuk untuk menjadi Jaksa Penuntut Umum dalam kasus penyiraman air keras terhadap Novel Baswedan. Padahal, sudah jelas berdasarkan laporan Komnas HAM terkait kasus Novel itu berkaitan dengan kasus yang ditangani Novel Baswedan di KPK, bukan pada Kejaksaan.

        "Lebih aneh lagi ditunjuk untuk kasus Novel. Jelas temuan lembaga negara misal Komnas HAM, penyiraman terkait pekerjaan Novel yaitu KPK," imbuhnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: