Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Target Pertumbuhan 2021 Terlalu Ambisus, Tim Ekonomi Pemerintah Jujurlah ke Publik!

        Target Pertumbuhan 2021 Terlalu Ambisus, Tim Ekonomi Pemerintah Jujurlah ke Publik! Kredit Foto: Antara/Aprillio Akbar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Anggota Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Kamrussamad menilai target pemerintah untuk menggenjot pertumbuhan ekonomi tahun depan dinilai tidak realistis. Dia mengatakan pemerintah terlalu ambisius. Target pertumbuhan yang ditetapkan tahun ini saja sangat sulit dicapai.

        Ia mengatakan lima lembaga internasional tidak ada yang memproyeksikan ekonomi Indonesia akan tumbuh 1% pada 2020 ini, bahkan yang tertinggi hanya 0,5%. Ia pun mempertanyakan hal yang mendasari proyeksi pemerintah bahwa ekonomi masih bisa tumbuh positif setidaknya 1% di 2020.

        "Kami mendesak tim ekonomi pemerintah untuk jujur agar publik bisa percaya terhadap arah kebijakan sudah tepat. Semestinya pemerintah menyiapkan skenario jika pertumbuhan ekonomi tahun ini sampai minus -3,9%, sehingga target pertumbuhan ekonomi 2021 lebih realistis," kata dia di Jakarta, Senin (22/6/2020).

        Baca Juga: Percepat Recovery Ekonomi, OJK: Peran Daerah Krusial

        Dikatakannya, variatifnya rentang perbedaan proyeksi antarlembaga internasional, menggambarkan ketidakpastian ekonomi yang tinggi di sisa 2020 dan 2021 mendatang. Oleh karena itu, tegas dia, pemerintah perlu mengantisipasi jika situasi gejolak ekonomi global kembali terjadi, terutama jelang akhir tahun (dinamika politik AS) dan risiko gelombang kedua pandemi.

        Menurutnya, dari hampir semua mitra dagang utama Indonesia di negara-negara maju, hanya China yang diperkirakan akan tumbuh positif di triwulan II 2020. Pertanyaannya, apa yang harus dilakukan agar manfaatnya bisa juga ke permintaan ekspor produk Indonesia?

        "Pemerintah harus ada upaya yang dilakukan untuk mendukung ekspor ke China, sehingga saat mereka mulai pulih, permintaan ekspor mereka ke Indonesia juga naik," ujarnya.

        Dari beberapa risiko yang membayangi outlook ekonomi 2020 dan proyeksi 2021, kata Kamrussamad, ada dua faktor global yang menjadi tantangan bagi ekonomi Indonesia. Pertama, geopolitik AS-China merupakan masalah eksternal yang lebih susah diintervensi. Kedua, faktor gelombang kedua Covid-19, sangat berkaitan dengan kemampuan Pemerintah Indonesia menangani wabah. 

        "Hingga saat ini belum terlihat dari skenario pemerintah jika gelombang kedua datang. Hal ini yang mengherankan dari tim ekonomi pemerintah yang terkesan percaya diri dengan satu skenario saja," ucapnya.

        Terkait stimulus fiskal Indonesia sebesar 4,2% dari PDB, Kamrussamad mengatakan, besaran stimulus penting. Namun, kecepatan implementasi jauh lebih penting karena akan menentukan tingkat efektivitas stimulus ini.

        Menurut dia, rendahnya penyerapan anggaran memengaruhi daya beli serta berdampak pada sektor riil. Karena itu, perlu keberpihakan terhadap peningkatan daya saing dalam negeri.

        Baca Juga: Rocky Gerung Nyuruh Jokowi: Blusukan Aja ke Grup WA Emak-emak!

        "Sudah berapa persen penyerapan stimulus sampai saat ini? Apa upaya yang sudah dilakukan untuk mempercepat stimulus agar sampai ke masyarakat dan dunia usaha, kami nilai hasilnya belum tampak," tegasnya.

        Ia pun mengkritik secara keseluruhan asumsi dasar Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2021. Kamrussamad menggambarkannya sebagai skenario pemulihan ekonomi model V, di mana pemerintah menganggap pandemi Covid-19 ini akan berlangsung dalam jangka pendek. Namun, faktanya yang terjadi kasus positif Covid-19 justru makin meningkat.

        "Skenario model W (atau ada kemungkinan terjadi second wave pandemi Covid-19), maupun model L (jika ekonomi tidak pulih secara cepat) tetap perlu dipertimbangkan meskipun kita semua tidak menghendakinya. Ini bermanfaat untuk langkah antisipasi jangka menengah mengingat skenario jaring pengaman sosial kita hanya tiga bulan, enam bulan, dan setahun," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: