Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Arief Poyuono: Tuduhan Duit Jiwasraya untuk Kampanye Jokowi Terbantahkan

        Arief Poyuono: Tuduhan Duit Jiwasraya untuk Kampanye Jokowi Terbantahkan Kredit Foto: Boyke P. Siregar
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu, Arief Poyuono menilai setelah Kasus Jiwasraya masuk pengadilan masyarakat memberikan selamat yang meriah pada para penegak hukum, khususnya Kejaksaan Agung.

        Sebab, Kasus Jiwasraya yang pada awalnya merupakan kasus pasar modal, kini menjadi kasus gorengan politik karena dikaitkan dengan Pemerintahan Jokowi. 

        "Kasus Jiwasraya dianggap pertaruhan nama Jokowi. Dengan masuk persidangan, maka tuduhan yang selama ini dilancarkan oleh pihak lawan-lawan Jokowi terbantahkan. Misalnya ada tuduhan duit Jiwasraya mengucur ke kampanye Jokowi, kini hanya jadi fitnah semata," kata Arief dalam keterangannya, Kamis (25/6/2020).

        Baca Juga: Jadi Tersangka Kasus Jiwasraya, MNC Asset Management Buka Suara

        Arief sendiri mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung, khususnya dari para pendukung Jokowi yang turut membantu menguak kasus ini.

        "Namun sebenarnya, ada persoalan penting dari Kasus Jiwasraya yang merupakan masalah hukum, bukan masalah politik. Seolah-olah dengan mengadili yang terlibat Kasus Jiwasraya untuk 'membersihkan' Pemerintahan Jokowi, padahal bukan itu intinya," tegas dia.

        Arief mengatakan, sejak awal kasus ini kerap dikaitkan dengan Jokowi adalah fitnah belaka. Padahal, yang perlu dibongkar adalah dosa lama Jiwasraya yang kini ditimpakan pada Pemerintahan Jokowi. 

        "Kesimpulannya, Pemerintahan Jokowi hanya bernasib sial, karena Jiwasraya sudah busuk sejak lama. Pemerintah Jokowi seperti tukang cuci piring kotor belaka. Yang menikmati makanannya adalah rezim dan komplotan yang lama," ungkap dia. 

        Arief mengungkapkan, pada tahun 2008, saat pergantian direksi, posisi Jiwasraya sudah minus Rp5,7 trilliun. Artinya Jiwasraya sudah rugi sebelum tahun 2008, sebelum direksi baru waktu itu diangkat. 

        "Namun anehnya mengapa Kejaksaan melokalisir Kasus Jiwasraya hanya di periode 2008-2018? Mengapa sebelum tahun 2008 tidak diusut?" ujarnya heran.

        Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini menuturkan, sebagai institusi hukum yang profesional, harusnya Kejaksaan mengusut tuntas mulai timbulnya kerugian Jiwasraya, karena faktanya kerugian yang diwariskan sebelum 2008 itulah yang menjadi penyebab modus gali lobang, tutup lobang oleh direksi 2008-20018.

        "Bukankah direksi 2008-2018 bagian cuci piring kotor? Yang kemudian juga ditimpakan pada Pemerintahan Jokowi, mengapa kerugian sebelum 2008 tidak diusut?" ungkapnya.

        Bahkan jika Kejaksaan hanya melokalisir kasus ini pada kisaran 2008-2018 maka menurutnya, sangatlah wajar kalau ada kecurigaan ada 'deal' karena kerugiaan sebelum 2008 tidak dibongkar. 

        Sebelumnya, nama Bakrie Group disebut-sebut dan diduga menikmati investasi Jiwasraya pada waktu itu. Hal ini ditulis dalam Laporan Utama Majalah TEMPO, edisi 8 Maret 2020.

        "Dan kita semua tahu pada waktu itu Bakrie memiliki posisi politik yang kuat pada pemerintahan masa SBY," terang Arief.

        Arief pun bertanya-tanya, apakah betul seperti kabar yang beredar bahwa Bakrie telah melakukan "deal" baik dengan Kejaksaan dan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk tidak mengungkit keterlibatan mereka pada Kasus Jiwasraya? 

        "Pertanyaan ini muncul kalau kita membaca Laporan Utama TEMPO 'Bakrie Dirunut, Auditor Terbelah'," ujarnya.

        Arief menjelaskan, selain tidak dibongkarnya kasus lama Jiwasraya sebelum tahun 2008, Kejaksaan juga masih gagal membongkar OJK yang merupakan lembaga pengawas yang bertanggung jawab penuh pada Jiwasraya. 

        "Kejaksaan belum memunculkan peran OJK dalam drama politik penegakan hukum Jiwasraya ini, khususnya Ir. Hoesen MM sebagai Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal," kata Arief.

        Dia juga mempertanyakan, bagaimana mungkin OJK selama ini mengizinkan Jiwasraya memasarkan produk JS Plan yang katanya menyalahi aturan sehingga menanamkan investasinya pada saham-saham yang berisiko tinggi?

        Menurutnya, rekam jejak Hoesen ini juga memunculkan tanda tanya besar. Ketika Hoesen menjadi Direktur di PT Danareksa, terjadi kasus yang membuat beberapa pejabat Danareksa masuk penjara. 

        "Anehnya, kok bisa beliau mulus masuk menjadi pejabat di OJK yang punya kekuasaan pengawasan luar biasa. Akhirnya kita tahu, ternyata pengawasan OJK terhadap Jiwasraya bermasalah," sebutnya.

        Kini, kata dia, publik bertanya-tanya soal keseriusan Kejaksaan membongkar Kasus Jiwasraya, hanya drama politik penegakan hukum atau benar-benar mau membongkar Kasus Jiwasraya sebagai kasus hukum? 

        "Kalau benar serius, maka kerugiaan Jiwasraya sebelum 2008 harus diusut dan juga keterlibatan OJK dalam kasus ini," katanya.

        Arief mengungkapkan, beberapa hari lalu Kejaksaan menyatakan ada tersangka baru di Kasus Jiwasraya yang akan diumumkan hari Senin kemaren 22 Juni 2020. Katanya tersangka baru ini orang penting, yang konon dari pihak OJK dan perusahaan lama yang terlibat saham Jiwasraya. 

        Tapi sampai detik ini Kejaksaan Agung belum mengumumkan tersangka baru. Malah Juru Bicara Kejaksaan Agung menyatakan bukti belum cukup untuk diumumkan menjadi tersangka. 

        "Ada apa ini? Jangan sampai kecurigaan soal 'deal' makin menguat dan drama politik penegakan hukum terbukti," tukasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ferry Hidayat

        Bagikan Artikel: