Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        5 Cara Hindari Risiko Peningkatan Peretasan Selama Pandemi

        5 Cara Hindari Risiko Peningkatan Peretasan Selama Pandemi Kredit Foto: Kaspersky
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Grant Thornton, salah satu organisasi global yang menyediakan jasa audit, tax, dan advisory, baru-baru ini melakukan polling kepada 615 orang terkait latar belakang profesi seperti CFO, Controller, Akuntan, Auditor Internal, Analis Keuangan, dan Tax Professional untuk melihat gambaran nyata kenaikan fraud selama pandemi.

        Pandemi global Covid-19 mendorong terjadinya disrupsi dalam bisnis yang juga meningkatkan risiko penipuan berbasis teknologi/ penipuan siber. Hal ini didasari pada beberapa hal seperti banyaknya pekerja yang bekerja dari luar kantor menggunakan teknologi sehingga meningkatkan risiko keamanan siber dengan traffic yang berkali lipat. Selain itu, stimulus bisnis berjumlah triliunan yang dikeluarkan untuk memutar kembali roda perekonomian di berbagai negara menimbulkan banyak celah untuk terjadinya fraud.

        Baca Juga: Gilak! Ada Lonjakan Serangan Siber, 375 Ancaman Baru per Menit

        "Meskipun sejak sebelum pandemi ancaman peretasan siber sudah terasa nyata, saat ini manajemen perusahaan perlu dua kali lipat lebih waspada dan memprioritaskan pembangunan sistem perlindungan yang memadai untuk menghindari ancaman kerugian yang lebih besar," kata Johanna Gani, Managing Partner Grant Thornton Indonesia, dalam keterangan tertulisnya, Jumat (24/7/2020).

        Berdasarkan penelusuran Cybernews, pencarian terkait hacking, scamming, dan berbagai bentuk kejahatan siber lainnya meningkat pesat sejak Maret-Mei 2020. Sejalan dengan data tersebut, Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) juga mencatat kenaikan serangan siber selama pandemi di Indonesia hingga hampir enam kali lipat!

        Dalam survei tersebut terlihat 17% dari responden telah mengalami fraud sepanjang pandemi ini dan hanya 18% responden yang telah memiliki rencana penanggulangan fraud Covid–19. Mereka juga berpendapat ada 3 (tiga) peretasan yang dirasa paling berbahaya saat ini, yaitu pengambilalihan akun, penipuan berbasis aplikasi, serta ancaman dari orang dalam.

        Memasuki new normal, Grant Thornton Indonesia memaparkan lima langkah yang akan membantu membendung risiko peretasan yang dihadapi perusahaan. 

        Perlu menunjuk ahli anti-peretasan dalam perusahaan untuk memimpin tim ini. Orang tersebut  harus memiliki akuntabilitas untuk semua program anti-peretasan terkait pandemi, mungkin saja orang atau tim tersebut bisa saja sudah menjadi bagian dari perusahaan, tetapi pastikan bahwa ini bukanlah tugas biasa karena mereka akan bertanggung jawab untuk beradaptasi dan melakukan eksekusi dengan cepat.

        Kemungkinan akan terdapat banyak perubahan dalam proses bisnis untuk merespons secara cepat perubahan program pemerintah, peraturan, paket stimulus, faktor ekonomi, dan keputusan bisnis di tingkat eksekutif. Kemungkinan sistem yang ada saat ini tidak relevan untuk mencatat data terkait prosedur baru. Rencanakan untuk melakukan penyesuaian maupun improvisasi dari sistem saat ini agar dapat berjalan sesuai proses yang baru.

        Dalam masa yang penuh ketidakpastian, akan sangat penting untuk proaktif dalam mengidentifikasi berbagai ancaman baru. Bentuk tim untuk mengevaluasi skema peretasan yang mungkin timbul dan kumpulkan informasi intelijen dari teman, regulator, maupun mitra. Berkolaborasi dengan tim keamanan siber juga direkomendasikan untuk menemukan berbagai sumber ancaman yang ada.

        Saat teknik pemodelan yang diawasi mungkin tidak menjadi terlalu akurat ketika perilaku berubah secara dramatis, pengaktifan metode yang tidak diawasi (otomatisasi) seperti deteksi anomali, analisa jaringan, dan sistemisasi pengaturan, semuanya dapat memberikan penambahan nilai keamanan dengan cepat.

        Deteksi peretasan bukanlah sebuah proses "set-and-forget" sehingga perusahaan harus tetap waspada terhadap ancaman siber yang dapat berevolusi dari waktu ke waktu. Otomatisasi proses, peringatan untuk hibernasi, serta berbagai metode lainnya dapat membantu tim anti-peretasan menangani peningkatan volume peringatan fraud yang mungkin mereka hadapi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: