Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tren Pesan Antar Makanan, Regulasi Harus Jamin Keamanan Pangan

        Tren Pesan Antar Makanan, Regulasi Harus Jamin Keamanan Pangan Kredit Foto: Instagram/grabfoodid
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Ira Aprilianti mengatakan, pertumbuhan layanan pesan antar makanan online terutama akibat pandemi perlu didukung oleh regulasi yang menjamin keamanan pangan.

        Layanan pesan antar makanan memberikan pilihan dan kenyamanan bagi konsumen. Namun, di saat yang bersamaan, konsumen seakan melepaskan haknya untuk memeriksa dan mengetahui bagaimana pangan yang ia konsumsi dipersiapkan dan dikemas karena diserahkan kepada pihak ketiga; pengirim.

        "Dibutuhkan regulasi dan koordinasi antarpemangku kepentingan yang mampu menjamin keamanan pangan, menciptakan rasa aman dan kepercayaan sekaligus mendukung tumbuhnya sektor ini dan mendukung e-commerce di Indonesia. Contohnya, saat ini belum ada regulasi jelas terkait traceability atau keterlacakan distribusi pangan dari petani ke konsumen (farm to fork) yang dapat memetakan risiko dan mengatasi masalah keamanan pangan jika terjadi," ujar Ira, Kamis (6/8/2020).

        Baca Juga: Peramal Industri Makanan Kantongi US$12 Juta dari Seri A

        Baca Juga: Kantongi US$5 Juta, Wahyoo Percepat Ekspansi Pasar

        Layanan pesan antar makanan online diperkirakan tumbuh 11,5% setiap tahun dari 2020 hingga 2024. Penjualan makanan berkontribusi sebesar 27,85% dari total penjualan e-commerce pada 2018, menjadikannya kategori terbesar dalam transaksi e-commerce.

        Jumlah ini diperkirakan akan terus meningkat setiap tahun, terutama di masa pandemi. Implementasi berbagai kebijakan pembatasan sosial membuat konsumen lebih nyaman berada di tempat masing-masing.

        Layanan pesan antar makanan online, selain memperluas pilihan dan kenyamanan bagi konsumen, juga menciptakan kesempatan ekonomi bagi penjual dan pengirim. Namun, hal itu juga menciptakan tantangan keamanan pangan bagi konsumen yang berbeda dari transaksi secara langsung.

        Ia menjelaskan, tanggung jawab untuk standar keamanan pangan, sertifikasi pra-pasar, dan pengawasan pasca-pasar terletak pada BPOM, Kemenkes, dan pemerintah kota/kabupaten, yang juga belum efektif implementasinya.

        Proses pendaftaran yang rumit, salah satunya, membuat perusahaan-perusahaan kecil tidak mendaftarkan usaha makanan/restoran mereka sebelum memasuki pasar online. Sementara itu, kurangnya kapasitas dan koordinasi di antara lembaga-lembaga pemerintah menghambat pengawasan pasca-pasar yang efektif.

        Untuk memperkuat sistem keamanan pangan untuk layanan pesan antar online, pemerintah kota dan kabupaten harus mengurangi hambatan, salah satunya terkait pendaftaran, sebagai persyaratan untuk masuk ke pasar bagi perusahaan skala rumah tangga/kecil.

        Proses sertifikasi pra-pasar harus sederhana, memberikan pengetahuan pada pedagang tentang standar keamanan pangan, dan memfasilitasi pemantauan dan penelusuran masalah keamanan pangan.

        "Pemerintah perlu melibatkan sektor swasta dalam penyusunan regulasi karena sektor swasta merupakan pihak yang terlibat langsung dalam layanan ini. Kemampuan teknis platform online beserta inisiatif yang telah mereka lakukan secara mandiri bisa menjadi masukan yang berguna saat perumusan regulasi."

        "Selain itu, kita juga bisa belajar best practices dari Uni Eropa dan Tiongkok yang mengutamakan kolaborasi pemerintah dan sektor swasta dalam merumuskan inisiatif keamanan pangan," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: