Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Media Partai Komunis Tanya: Siapa Menang Jika AS-China Perang?

        Media Partai Komunis Tanya: Siapa Menang Jika AS-China Perang? Kredit Foto: AP Photo
        Warta Ekonomi, Beijing -

        Media corong Partai Komunis China, Global Times, melemparkan tebakan kepada publik tentang siapa yang akan menang jika Amerika Serikat (AS) dan China benar-benar perang. Tulisan media tersebut keluar di saat ketegangan kedua negara semakin memanas.

        Tulisan editorial Global Times dibuat oleh pemimpin redaksinya, Hu Xijin, Jumat (7/8/2020). "Orang-orang sering bertanya kepada saya, jika terjadi bentrokan militer antara China dan AS, pihak mana yang akan menjadi pemenang?," tulis Hu.

        Baca Juga: Karpet Merah untuk China Cs Terbentang: 10 Tahun Tanah Gratis

        "Dalam hal kekuatan militer secara keseluruhan, siapa yang lebih kuat, China atau AS? Itu pasti AS. Namun, jika menyangkut perairan pesisir China, kekuatan maritim China plus kekuatan tempur darat vs kekuatan maritim AS, sulit untuk mengatakan pihak mana yang lebih kuat. Jika Anda belum mencobanya, pasti ada ketidakpastian," lanjut dia.

        Menurutnya, Beijing akan perang jika sudah menyangkut kepentingan inti China seperti Taiwan.

        "Taiwan, misalnya, melewati batas di bawah dorongan AS dan mengarah pada pertarungan militer, maka pada saat itu akan ada adu keinginan serta adu kekuatan. Siapa yang berada di atas angin dalam situasi ini? Ini adalah kombinasi dari kekuatan militer ditambah moralitas ditambah keinginan untuk bertempur. Menurut Anda, siapa yang akan lebih kuat dalam perang di lepas pantai China?," imbuh Hu.

        "Jadi AS harus diingatkan untuk menjauhkan diri dari kepentingan inti China. Jangan bermain-main dengan api di lepas pantai China, jangan benar-benar memicu konflik atas pertanyaan Taiwan, dan jangan berlebihan di Laut China Selatan. Jika pemerintahan Trump hanya ingin menciptakan ketegangan China-AS untuk membantu kampanye pemilihan ulangnya, dan tidak benar-benar siap untuk pertarungan militer, maka berhati-hatilah selama beberapa bulan ke depan, dan jangan melangkah terlalu jauh," papar Hu.

        Menurutnya, China jelas tidak menginginkan perang.

        "Saran saya adalah bahwa dalam situasi apa pun militer China tidak boleh melepaskan tembakan pertama. Tapi saya yakin China akan bersiap dengan baik untuk melepaskan tembakan kedua sebagai respons terhadap tembakan pertama. Pada kepentingan inti, China tidak akan mundur," tulis dia.

        Sebelumnya, Menteri Pertahanan China Wei Fenghe memperingatkan Menteri Pertahanan AS Marks Esper agar Washington tidak melakukan tindakan berbahaya di Taiwan. Peringatan muncul setelah Menteri Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan Amerika Alex Azar dijadwalkan berkunjung ke Taipei dalam beberapa hari mendatang.

        Wei mendesak Washington untuk menghindari meletusnya ketegangan bilateral.

        "Hentikan kata-kata dan perbuatan yang salah dan hindari mengambil tindakan berbahaya yang dapat meningkatkan situasi," kata Wei, merujuk pada kebijakan AS terhadap Taiwan dan Laut China Selatan, seperti dilansir Xinhua, Jumat (7/8/2020).

        Tetapi Esper mengatakan kepada Wei bahwa China sedang melakukan kegiatan destabilisasi, yang menurut Pentagon, tidak menunjukkan tanda-tanda mundur ketika AS menolak klaim kedaulatan China di kedua wilayah tersebut.

        "Menteri (Esper) menyerukan transparansi Republik Rakyat China (RRC) yang lebih besar tentang Covid, menyatakan keprihatinan tentang aktivitas destabilisasi RRC di sekitar Taiwan di Laut China Selatan dan meminta RRC untuk menghormati kewajiban internasional," kata juru bicara Departemen Pertahanan Jonathan Hoffman.

        Kontak telepon kedua menteri pertahanan itu dilaporkan berlangsung sekitar 90 menit.

        Amerika Serikat telah meningkatkan kampanye diplomatik yang luas terhadap Beijing, yang menuduhnya atas segala hal mulai dari pelanggaran hak asasi manusia besar-besaran, berupaya untuk menjajah wilayah Laut China Selatan, hingga menggunakan teknologi seperti aplikasi populer TikTok untuk memanen informasi pribadi jutaan orang di seluruh dunia.

        Pada hari Rabu Beijing meluapkan kemarahannya setelah Washington mengatakan akan mengirim Menteri Kesehatan Alex Azar ke Taiwan, di mana dia akan bertemu dengan Presiden Tsai Ing-wen dan pejabat lainnya.

        Azar akan menjadi anggota kabinet AS paling senior pertama yang mengunjungi Taiwan sejak 1979. Washington dan Taipei tidak memiliki hubungan diplomatik resmi, namun Amerika Serikat menunjukkan dirinya sebagai sekutu dekat.

        Juru bicara Kementerian Luar Negeri China, Wang Wenbin, menyerukan agar kunjungan Alex Azar ke Taiwan dibatalkan.

        "China dengan tegas menentang interaksi resmi antara AS dan Taiwan," kata Wang.

        "Kami mendesak AS untuk mematuhi prinsip satu-China...agar menghindari tindakan yang secara serius membahayakan hubungan China-AS, serta perdamaian dan stabilitas di Selat Taiwan."

        Beijing memandang Taiwan sebagai wilayahnya, dan bersumpah untuk merebutnya suatu hari nanti.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: