Kebijakan pemerintah soal pemberian bantuan langsung tunai (BLT) Rp600 ribu bagi pekerja harus dinilai bagus untuk melindungi para pekerja sekaligus membantu perusahaan tanpa melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK).
Meskipun anggaran Rp33,1 triliun yang disiapkan terbilang relatif kecil, yaitu hanya 0,01% dari total APBN 2020, program semacam ini bisa menjadi terobosan di tengah kebingungan pemerintah melakukan percepatan penyerapan anggaran, ketimbang untuk perjalanan dinas.
Akan tetapi, program ini harus dilaksanakan dengan sangat hati-hati. "Sebenarnya ini kebijakan yang bagus, tapi sangat rentan terhadap ketidaktepatan sasaran dan kecemburuan sosial," tutur Sekjen Fitra Misbah Hasan melalui pernyataan tertulis, Sabtu (8/8/2020).
Baca Juga: Erick Kasih Berita Baik: BLT Pekerja Rp600 Ribu Cair Bulan Depan
Menurut Misbah, masalah program ini terletak pada data yang menjadi dasar pemberian bantuan. Rencananya, pemerintah menggunakan basis data kepesertaan BPJS Ketenagakerjaan. Faktanya, kata Misbah, hingga saat ini masih banyak perusahaan belum mendaftarkan pekerjanya sebagai peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Dengan begitu, ada kemungkinan bantuan tersebut tidak tepat sasaran. "Jadi ada potensi banyak pekerja yang mestinya harus menerima, tapi justru tidak menjadi sasaran program karena tidak terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan (exclution error data)," kata Misbah.
Lagipula, selama ini umum diketahui adanya praktik perusahaan yang melaporkan gaji karyawan di bawah angka sebenarnya. Tujuannya jelas, untuk mengurangi nilai premi atau iuran BPJS Ketenagakerjaan yang mesti dibayarkan. Artinya, ada potensi penerima bantuan ini justru mereka yang pendapatannya sebenarnya sudah tinggi (di atas Rp5 juta).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti