Presiden Jokowi begitu optimis bisa melawan corona dengan segala dampaknya, namun Jokowi juga mengakui sedang dihantui dua ketakutan: takut muncul corona jilid II dan takut ekonomi kena resesi.
Sejak awal bulan lalu, Jokowi sudah mewanti-wanti jajarannya agar bekerja lebih keras dan serius dalam menghadapi krisis kesehatan yang merembet jadi krisis ekonomi ini.
Krisis tak bisa dihadapi dengan cara lama yang biasabiasa saja. Harus dengan cara yang luar biasa. Jika tak ada perubahan, eks Gubernur Jakarta itu menggambarkan ke depan akan ada krisis yang “bahaya” nan “mengerikan”.
Baca Juga: Gerindra: PR Jokowi Ada di Aura Krisis Para Menteri
Laporan dari BPS, Rabu (5/8), memperlihatkan sebagian kekhawatiran Jokowi itu. Hampir semua indikator ekonomi menunjukkan penurunan. Akibatnya ekonomi kuartal kedua anjlok hingga minus 5,3 persen. Ini adalah level terendah dalam 17 tahun terakhir.
Jika denyut ekonomi kuartal ketiga kembali negatif, ekonomi RI dipastikan masuk jurang resesi. Jokowi menyadari betul ancaman tersebut.
Hal itu dikatakannya saat menyampaikan kata sambutan secara virtual di acara Kongres Luar Biasa Partai Gerindra, di Hambalang, Bogor, kemarin.
Dalam kesempatan itu, Jokowi yang mengenakan stelan jas lengkap, menyoroti ancaman resesi dan gelombang kedua Covid-19 yang kian nyata. Jokowi mengatakan, tak ada satupun negara yang siap menghadapi krisis akibat pandemi virus corona.
Krisis yang bermula dari krisis kesehatan ini telah menjalar ke krisis perekonomian. Pertumbuhan ekonomi sejumlah negara maju terkontraksi cukup dalam. Sebut saja Prancis, Inggris, Singapura, dan Korea Selatan yang mengalami pertumbuhan negatif.
“Ini situasi yang sedang kita hadapi saat ini, persoalan nyata di depan mata yang tidak mudah,” kata Jokowi. Di tengah situasi tersebut, ia mengajak rakyat untuk terus optimis.
Ia yakin sebagai bangsa pejuang Indonesia pasti bisa mengatasi persoalan pandemi ini. Menurutnya, krisis saat ini adalah momentum melakukan transformasi.
“Meninggalkan cara-cara lama, membangkitkan kekuatan sendiri, serta melakukan lompatan-lompatan kemajuan,” ujarnya.
Soal ekonomi, dia optimis, tumbuh dan bangkit pada kuartal III, seiring pelonggaran pembatasan sosial. Dia mengakui, ekonomi kuartal II yang tumbuh minus 5,3 persen memang mengecewakan. Tapi kita tidak boleh menyerah.
“Kita harus berupaya agar di kuartal III kita bangkit, kita bisa rebound sehingga tidak jatuh ke jurang resesi,” tutur Jokowi. Salah satu cara yang akan dilakukan pemerintah adalah menggenjot konsumsi domestik.
Menurut Jokowi, konsumsi adalah kunci Indonesia keluar dari jurang resesi. Jumlah penduduk 260 juta adalah kekuatan besar.
“Jumlah usia produktif kekuatan produktif negara kita,” katanya.
Selain itu, ia mengajak masyarakat untuk membeli produk pertanian, perikanan, dan serta produk usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dalam negeri daripada produk impor, agar dapat meningkatkan pendapatan para petani, nelayan, dan para pelaku usaha kecil.
Terakhir, Jokowi mengingatkan pentingnya disiplin untuk menerapkan protokol kesehatan pencegahan Covid-19.
Meski gelombang wabah yang pertama belum menunjukkan penurunan signifikan, Jokowi menyinggung gelombang kedua.
“Jangan sampai kita masuk ke gelombang kedua, second wave yang memperlambat kita untuk pulih kembali. Kuncinya adalah disiplin menjalankan protokol kesehatan,” tuntasnya.
Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Piter Abdullah menilai wajar kalau Jokowi dihantui ancaman resesi.
Soalnya ancaman resesi memang nyata. Malah, kata dia, ekonomi Indonesia saat ini dalam proses kondisi resesi.
Secara tekhnikal, lanjut dia, ekonomi RI sudah masuk resesi. Karena secara definisi yang disebut dengan resesi adalah apabila kita mengalami pertumbuhan ekonomi secara negatif, secara dua triwulan berturut-turut.
“Kalau secara year on year memang belum, karena pada triwulan satu kita masih positif,” kata Piter, kemarin.
Menurut Piter, sebenarnya sangat mudah untuk membayangkan pertumbuhan ekonomi itu negatif. Hal itu terlihat dari komponen ekonomi.
Dari BPS terlihat komponen ekonomi hampir negatif: konsumsi, investasi, ekspor, impor. “Di tengah wabah ini pasti semua turun, karena wabah ini membatasi aktivitas,” ujarnya.
Menghadapi kondisi ini, Piter mengajak masyarakat tidak panik. Karena hampir terjadi di setiap negara.
“Agak sulit mengatakannya tapi resesi ini bukan disebabkan oleh kesalahan kebijakan. Resesi ini adalah akibat wabah,” ujarnya.
Ekonom senior Indef, Didik J Rachbini mengatakan, pemerintah belum berfungsi dalam menahan pertumbuhan minus.
Malah menurut dia, pemerintah justru menjadi sumber kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi yang negatif.
“Jadi pemerintah jangan bermimpi mengatasi resesi kalau kebijakan pandemi amburadul seperti sekarang,” kata Didik.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: