Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Imbas Covid-19, Gapki: Ekspor Sawit Turun 11%, tapi...

        Imbas Covid-19, Gapki: Ekspor Sawit Turun 11%, tapi... Kredit Foto: Mochamad Rizky Fauzan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono, menyampaikan bahwa akibat wabah Covid-19, ekspor minyak kelapa sawit (crude palm oil/CPO) anjlok hingga 11% pada semester I-2020. Hal itu disebabkan berbagai negara tujuan ekspor lockdown karena pandemi.

        "Jadi, ekspor kita year-on-year Juni itu turun 11% dibandingkan tahun lalu. Melihat bulanannya juga nggak pernah lebih tinggi dari tahun lalu gitu ya," ujar Joko dalam webinar online, Rabu (12/8/2020).

        Baca Juga: Babel’s Story: Ekspor Cangkang Sawit Sudah, Next Briket Sawit

        Joko menuturkan, 70% sawit yang diproduksi di dalam negeri merupakan komoditas yang akan diekspor. Sementara, hampir semua negara tujuan ekspor mengalami kontraksi dari sisi permintaan karena lockdown sejak awal tahun.

        "Jadi, market-market utama kita seperti Eropa, India, China. Terutama China yang pertama mengalami lockdown. Jadi, demand secara global mengalami pelemahan yang sangat signifikan sehingga ini juga berdampak pada ekspor kita yang mengalami penurunan 11%," tutur Joko.

        Joko mengungkapkan bahwa penurunan ekspor CPO terjadi sebab berbagai negara tujuan ekspor seperti Eropa, India, dan Tiongkok melakukan lockdown akibat pandemi Covid -19. Situasi yang diakibatkan merebaknya virus corona ini cukup sulit secara global, terlebih tidak diketahui sampai kapan pandemi Covid-19 ini berlangsung.

        "Nah, tapi kalau kita lihat sebenarnya yang menarik ternyata ekspor kita turun 11%, tapi ekspor oleochemical itu ternyata naik, naiknya signifikan 24,4%. Jadi, mungkin ini kaitannya dengan urusan pandemi ini di mana orang butuh disinfektan, hand sanitizer, butuh segala macam urusan pembersih itu, jadi mungkin kaitannya dengan oleochemical itu," ujar Joko.

        Joko menilai, meskipun ekspor turun 11%, dari sisi nilai mengalami pertumbuhan. "Ekspor kita turun 11%. Namun, secara value sebenarnya naik ya, naik 6,4% sehingga sampai dengan Juni ketemu angka US$10 miliar," ucap Joko.

        Joko memaparkan, jika dibandingkan Januari-Juni 2019, produksi CPO dan palm kernel oil (PKO) Januari-Juni 2020 sebesar 23.504 ribu ton adalah 9,2% lebih rendah; konsumsi dalam negeri sebesar 8.665 ribu ton atau 2,9 % lebih tinggi; volume ekspor adalah 15.503 ribu ton atau 11,7% lebih rendah; dan nilai ekspornya 6,4% lebih tinggi menjadi senilai US$10.061 juta.

        "Produksi bulan Juni yang lebih tinggi dari bulan Mei 2020 diduga selain karena carry over produksi bulan Mei yang terkendala karena lebaran, juga sebagian provinsi telah masuk ke periode tren produksi naik," ucap Joko.

        Joko menjelaskan, konsumsi dalam negeri bulan Juni yang masih lebih rendah dibandingkan dengan bulan Mei diduga masih disebabkan oleh PSBB. Konsumsi untuk pangan turun 3,9% menjadi 638 ribu ton. "Persentase penurunan konsumsi pangan lebih rendah dari rata-rata penurunan 3 bulan sebelumnya sebesar 5,4%," ujar Joko.

        Sementara, konsumsi biodiesel pada Juni turun sebesar 5,4% dari bulan Mei menjadi 551 ribu ton. Dibandingkan dengan Januari-Juni 2019, konsumsi biodiesel 2020 adalah 25% lebih tinggi karena implementasi program B30. Konsumsi dalam negeri bulan Juni untuk oleochemical masih naik 6,8% dibandingkan bulan Mei meskipun dengan laju yang lebih rendah.

        Joko mengungkapkan, kenaikan ekspor cukup tinggi pada bulan Juni setelah turun pada bulan sebelumnya. Lanjutnya, kenaikan terjadi pada CPO (31%), refined palm oil (10,2%), minyak laurik (6%), dan juga adanya ekspor biodiesel. Kenaikan terbesar untuk ekspor dengan tujuan India (52%) menjadi 583 ribu ton, Afrika (43,3%) menjadi 271 ribu ton, Tiongkok (33%) menjadi 440 ribu ton, dan Pakistan (32%) menjadi 203 ribu ton.

        Joko menilai, kenaikan ekspor CPO ke India mencapai 206 ribu ton dari total kenaikan sebesar 200 ribu ton, tetapi terjadi penurunan pada ekspor produk lain terutama refined palm oil. Menurutnya, permintaan akan minyak nabati untuk kebutuhan domestik di Tiingkok, India, dan banyak negara lainnya akan naik menyusul mulai pulihnya kegiatan ekonomi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: