Saham Group MNC sempat bergejolak pasca terendusnya kabar pengajuan gugatan pailit terhadap PT Global Mediacom Tbk (BMTR) ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat oleh perusahaan telekomunikasi asal Korea Selatan, KT Corporation. Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 33/Pdt.Sus-Pailit/2020/PN Niaga Jkt.Pst tertanggal 28 Juli 2020.
Berdasarkan data statistik perdagangan, saham Group MNC, khususnya BMTR sempat anjlok beberapa kali sejak kasus ini ramai diberitakan. Pertama tanggal 30 Juli, anjlok 3,60% dan tanggal 3 Agustus anjlok hingga 6,54%. Sementara saham MNCN sempat turun seminggu penuh sejak tanggal 24 Juli 2020 hingga tanggal 3 Agustus 2020 ke Rp790, dari Rp900 pertanggal 23 Juli 2020.
Melihat hal ini, tentu investor perlu berhati-hati. Karena bukan tidak mungkin, saham Grup MNC kembali bergejolak, saat kasus ini kembali memanas dan muncul ke media.
Analis Investa Saran Mandiri Hans Kwee sendiri mengatakan hal ini merupakan masalah lama. Namun secara pengaruh, ia melihat tidak terlihat secara signifikan.
“Harusnya ga pengaruh, memang posisi sekarang masih sideway,” kata Hans Kwee beberapa waktu lalu.
Baca Juga: Perusahaan Hary Tanoe Tekor Banyak di Semester I 2020
Menurut data Bursa Efek Indonesia (BEI) per 10 Agustus 2020, ada empat perusahaan terbuka atau emiten yang digugat pailit. Bahkan salah satu di antaranya sudah ditetapkan pailit oleh pengadilan.
Terbaru, perusahaan properti PT Sentul City Tbk (BKSL) digugat pailit oleh konsumennya atas jual beli tanah kavling, Tiga emiten lainnya yang juga digugat pailit sehingga mendapatkan notasi khusus ‘B’, yakni PT Cowell Development Tbk (COWL), PT Global Mediacom Tbk (BMTR), dan PT Golden Plantation Tbk (GOLL). Untuk diketahui, notasi khusus ‘B’ bermakna emiten memiliki permohonan pernyataan pailit.
Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Samsul Hidayat menilai banyaknya gugatan pailit yang melilit emiten di bursa bisa jadi lantaran dampak Covid-19. Banyak emiten yang mencatatkan penurunan kinerja hingga merugi. Sehingga tidak mampu membayar kewajibannya kepada kreditur maupun konsumen.
“Kondisi sekarang perusahaan tersebut mengalami kesulitan karena tak memiliki pendapatan. Banyak perusahaan yang kinerjanya menurun. Ditambah kondisi ini tidak bisa dinegosiasikan. Alhasil, konsumen menggugat pailit,” katanya, mengutip kontan.co.id.
Baca Juga: Perusahaan Hary Tanoe Kumpulkan Pemegang Saham Buat...
Head of Investment Research Infovesta Utama, Wawan Hendrayana juga tidak memungkiri, ke depannya potensi emiten digugat pailit akan semakin banyak. Sebab semakin lama kegiatan masyaralat dibatasi, maka kinerja emiten-emiten akan semakin berat. Bagi para investor yang memiliki saham emiten yang digugat pailit, Wawan melihat ada dua pilihan yang dapat diambil. Pertama, mengikuti proses gugatan pailit dengan harapan adanya perjanjian damai dengan pihak yang menggunggat. Akan tetapi, langkah ini akan memakan waktu yang lama.
Kedua, jika memang investor tidak ingin mengikuti proses gugatan pailit, investor dapat melepas sahamnya di pasar negosiasi. Risikonya harga saham akan sangat menurun. Akan tetapi setidaknya investor masih akan mendapatkan uang tunai dari saham tersebut.
Sementara itu, Analis CSA Research Institute Reza Priyambada menilai, emiten yang terlilit kasus pailit dengan konsumennya akan memiliki citra negatif di mata investor maupun masyarakat. Serta, menimbulkan kekhawatiran bagi pihak-pihak yang bekerjasama dengan emiten tersebut.
“Sentul City misalnya, perusahaan pemasok bisnis seperti semen, alat bangunan dan mebel akan khawatir, karena takut tak di bayar,” katanya.
Lalu, ada apa antara Global Mediacom dan KT Corporation?
Global Mediacom atau lebih dikenal dengan nama MNC Media merupakan sebuah holding grup media besar di Tanah Air. Perusahan yang dulunya bernama Bimantara Citra ini merupakan induk dari PT Nusantara Media Citra Tbk. (MNCN), PT MNC Vision Networks Tbk. (IPTV), PT MNC Kabel Mediakom, dan sejumlah platform daring termasuk metube.id dan okezone.com.
Sengketa utang piutang ini bermula pada 2006 silam, KT Corporation dan PT. Global Mediacom Tbk melakukan Perjanjian Opsi Jual dan Beli pada Juni 2006. Perjanjian tersebut awalnya ditandatangani oleh PT. KTF Indonesia (kini menjadi KT Corporation), PT. Bimantara Citra Tbk (kini menjadi Global Mediacom) dan Qualcomm Incorporated.
KT Corporation yang merupakan Perusahaan telekomunikasi asal Korea Selatan kemudian menggugat pailit Global Mediacom, atas tindakan wanprestasi terhadap perjanjian Put and Call Option Agreement (perjanjian opsi) yang diputus pada 18 November 2010 silam.
Baca Juga: Tanggapan Nyeleneh Bos Global Mediacom Soal Gugatan Pailit
Putusan arbitrase International Chamber of Commerce (ICC) No. 16772/CYK pada November 2010 mewajibkan Global Mediacom untuk membayar kepada KT. Corporation sejumlah USD13.850.966 untuk pembayaran harga penjualan berikut bunga serta USD731.642 untuk biaya hukum dan lainnya.
“Putusan Mejelis Arbitrase yang telah berjalan lebih dari 10 tahun itu sampai saat ini masih belum dijalankan oleh Global Mediacom, oleh karenanya kami mengajukan pailit karena dapat dibuktikan dengan sederhana bahwa mereka memenuhi syarat Undang Undang Kepailitan,” Papar Kuasa Hukum KT Corporation Warakah Anhar dari Amir Syamsudin Law Office.
Dilain pihak, Direktur Global Mediacom David Fernando Audy mengungkapkan bahwa jika sebuah perusahaan tidak mau ada masalah maka jangan menjadi perusahaan yang besar. “Biasa kok, namanya perusahaan besar, urusan hukum, gugatan ya pasti ada. Kalau enggak mau ada masalah gugatan, jangan jadi perusahaan besar,” ucapnya.
Terlebih lagi, tambah Audy, Global Mediacom bukan hanya perusahaan besar tapi juga merupakan perusahaan yang sudah terbuka sehingga masalah hukum itu menjadi biasa. “Masalah hukum itu biasa, apalagi untuk perusahaan tbk. yang penting semua sudah di-disclose di notes to financial statements,” jelasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait: