Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Sedih! Aktivis HAM Filipina Tewas Didor 6 Kali

        Sedih! Aktivis HAM Filipina Tewas Didor 6 Kali Kredit Foto: Reuters/Eloisa Lopez
        Warta Ekonomi, Manila -

        Seorang tokoh perjuang hak asasi manusia Filipina, Zara Alvarez (39 tahun) kembali tewas di Filipina tengah. Perempuan yang juga mantan Direktur Pendidikan Aliansi Hak Asasi Manusia (HAM) “Karapatan” itu tewas di tempat, setelah ditembak enam kali pada Senin (17/8/2020) malam.

        Saat itu, dia dalam perjalanan pulang setelah membeli makan malam. Alvarez adalah anggota ke-13 LSM Karapatan, yang terbunuh sejak pertengahan 2016, ketika Presiden Filipina, Rodrigo Roa Duterte berkuasa.

        Baca Juga: Bea Cukai Kawal Repatriasi Satwa Asal Indonesia dari Filipina

        Para pengamat dan aktivis pembela HAM menilai, kasus ini merupakan eskalasi lanjutan dari "perang melawan perbedaan pendapat" di bawah pemerintahan Duterte.

        Menurut pihak kepolisian, Alvarez dibunuh oleh seorang tak dikenal di pusat kota Bacolod. Para saksi dilaporkan mengejar penyerang, yang akhirnya berhasil melarikan diri dengan bantuan rekannya menggunakan sepeda motor.

        Pada Rabu (19/8/2020), penyelidik pemerintah berjanji menyelidiki kasus tersebut. Namun penyelidik juga menyatakan, sedang menyelidiki hubungan Alvarez dengan "kelompok kiri" yang diduga sebagai penyebab serangan tersebut.

        Kematian Alvarez terjadi hanya beberapa minggu setelah Duterte menandatangani undang-undang (UU) anti-teror yang kontroversial. UU itu memungkinkan penangkapan tanpa jaminan dan penahanan lebih lama tanpa dakwaan. Aturan ini dinilai oleh para pakar hukum dapat ditujukan kepada siapapun yang juga mengkritik presiden.

        Sementara Pimpinan Nasional Karapatan, Cristina Palabay mengatakan kepada Al Jazeera pada Selasa (18/8/2020), melihat latar pembunuhan Alvarez, dia cenderung menduga kasus ini justru didalangi pemerintah.

        "Mempertimbangkan ancaman sebelumnya yang mereka terima dari aparat, tidak jauh dari pikiran kami, mereka yang membunuh berasal dari aparat negara. Karena Alvarez termasuk daftar tersangka "teroris" oleh Departemen Kehakiman kabinet Duterte," katanya.

        Apalagi, ujar Cristina, kondisi pandemi virus corona, banyak kota memberlakukan jam malam dan mendirikan pos pemeriksaan di daerah masing-masing. "Semuanya terkunci, bukan? Jalan-jalan dijaga ketat oleh pihak keamanan dengan banyak pos pemeriksaan. Kenapa si pembunuh berhasil melewati barisan pasukan keamanan ini?" cetusnya.

        Namun versi kepolisian menyatakan mencurigai adanya hubungan Alvarez dengan kelompok pemberontak komunis Filipina. Untuk diketahui, upaya negosiasi pemerintah Duterte gagal dengan kelompok komunis pada pertengahan 2017.

        Baca Juga: Jumlah Kasus Corona Indonesia Dibalap Filipina

        Sejak itu, dia meningkatkan retorikanya terhadap pemberontak dengan menyatakan kelompok komunis tersebut sebagai teroris. Duterte bahkan berjanji menghabisi mereka. Terlebih setelah terjadinya serangkaian penyergapan baru-baru ini terhadap pasukan pemerintah.

        Di saat yang sama, Duterte juga mengarahkan kemarahannya terhadap sejumlah aktivis lainnya. Seperti organisasi petani, aktivis hak tanah, serta mereka yang secara terbuka mengkritik perang mematikan versi Duterte terhadap narkoba dan dugaan pelanggaran hak asasi lainnya.

        Belakangan, militer dan pejabat pemerintahan Duterte mulai menuduh, beberapa kelompok aktivis bertindak sebagai kelompok pembela pemberontak. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran, mereka dapat dibunuh setelah presiden mencap kelompok komunis ini sebagai teroris.

        Alvarez sendiri, selama hidupnya dikenal sebagai tokoh pembela HAM. Dia melakukan advokasi selama bertahun-tahun untuk hak-hak petani di Negros, sebuah pulau yang kaya sumber daya alam. Namun di pulau ini, sejumlah keluarga politisi juga memiliki perkebunan tebu yang luas.

        Pada 2019, Alvarez memimpin sekelompok petani mendokumentasikan dan mengecam dugaan pelanggaran hak oleh pasukan pemerintah. Hal ini mereka lakukan, setelah terjadinya kasus pembunuhan buruh tani, yang dituduh sebagai anggota pemberontak komunis. Alvarez sendiri akhirnya dituduh sebagai simpatisan pemberontak, atau anggota pemberontak langsung.

        Dalam wawancara dengan Al Jazeera di program “Al Jazeera's 101 East” pada 2019, Alvarez mengatakan, sehubungan dengan kasus-kasus pembunuhan di Negros, "sangat jelas bahwa polisi yang membunuh para korban itu."

        Pihak berwenang membantah keras tuduhan tersebut. Aparat Filipina bahkan berjanji menyelidiki lusinan kasus pembunuhan. Sayangnya, hingga kini belum satu pun ada tersangka yang ditangkap atau diadili.

        Menurut Cristina, pihaknya di LSM “Karapatan” dan kelompok aktivis lainnya merasa terteror dengan serangkaian pembunuhan terhadap rekan mereka, termasuk kali ini, Alvarez.

        Dalam pernyataan yang diperoleh Al Jazeera, Uskup Katolik di Kota San Carlos, Gerardo Alminaza turut mengecam kasus pembunuhan Alvarez. Apalagi, ujarnya, berbagai kerja keras Alvarez atas nama warga miskin Negros mesti dicontoh.

        Kecaman juga disampaikan Pengacara Persatuan Rakyat Nasional Filipina (NUPL). Bahkan, menurut pernyataan NUPL, Alvarez adalah sebuah kekuatan yang teguh dalam perjuangan untuk keadilan bagi petani di kampung halamannya.

        Dalam posting media sosial terpisah, Presiden NUPL Edre Olalia menyatakan, tujuan utama pembunuhan Alvarez ini adalah untuk menebar teror.

        Ironisnya, kasus ini terjadi, persis setelah Senin (17/8) lalu, para aktivis baru saja memakamkan Randall Echanis. Dia merupakan salah satu aktivis hak tanah yang menegosiasikan kesepakatan damai dengan pemerintahan Duterte.

        Echanis adalah Ketua Organisasi Kaum Miskin Kota yang diberinama “Anakpawis” juga tewas pada 10 Agustus. Diduga, dia baru saja bertemu dengan polisi di Metro Manila. Pihak kerabatnya mengatakan, aktivis berusia 72 tahun itu sedang menjalani perawatan medis dan tidak bersenjata ketika dia dibunuh.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: