Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Pertamina Buntung, Menteri Jokowi: Masih Bisa Dimaklumi

        Pertamina Buntung, Menteri Jokowi: Masih Bisa Dimaklumi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif, menilai kerugian yang dialami PT Pertamina (Persero) pada semestar I-2020 yang mencapai 767,92 juta dolar AS atau setara Rp11,33 triliun masih bisa dimaklumi.

        Menurut dia, besarnya kerugian perusahaan minyak milik negara tersebut akibat sentimen negatif pandemi Covid-19.

        “Kita bisa memakluminya karena semua perusahaan terdampak, tapi secara perhitungan nanti mungkin dengan yang menghitung yang bisa memberikan angkanya,” ujarnya, dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VII DPR RI, Rabu (26/8/2020). 

        Baca Juga: Pertamina Buntung, Rektor Swasta Sentil Ahok Pakai Sabda Nabi

        Baca Juga: Benarkah Ahok Mau Bubarkan Pertamina?

        Lanjutnya, ia mengatakan kerugian perusahaan minyak negara tersebut belakangan banyak dikaitkan dengan kebijakan tidak menurunkan harga bahan bakar minyak (BBM) meski harga minyak mentah dunia mengalami penurunan.

        Menurutnya, dalam pertimbangannya, ia  tidak mau menumbalkan Pertamina dengan menurunkan harga. Hal itu semata-mata dikarenakan adanya penurunan permintaan BBM serta melemahnya nilai tukar rupiah di kuartal kedua kemarin.

        “Ya memang kita ketahui minyak turun, kurs juga terguncang. Walaupun harga minyak tidak turun, konsumsi tidak seperti semula,” tandasnya.

        Sementara itu, Direktur Keuangan Pertamina, Emma Sri Martini menjelaskan ada tiga faktor yang menyebabkan kerugian Pertamina pada semester awal tahun ini.

        Pertama karena adanya penurunan permintaan pasar. Kemudian, nilai tukar rupiah menjadi faktor kedua.

        Sebab, laporan keuangan secara fundamental di Pertamina merujuk pada pembukuan dengan nilai mata uang dolar Amerika Serikat

        “Yang ketiga ini terkait dengan crude. Dengan melemahnya crude price di second quarter menyentuh angka 19 sampai 20 dolar AS perbarel. Dibandingkan posisi Desember 2019 63 dolar AS perbarel kita sangat terdampak sekali pada margin hulu. Padahal margin hulu penyumbang atau kontributor ebitda terbesar 80 persen,” jelasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: