Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Film Sejarah Bangkitkan Kepedulian Rakyat pada Bangsanya

        Film Sejarah Bangkitkan Kepedulian Rakyat pada Bangsanya Kredit Foto: Unsplash/Alex Litvin
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Suatu ketika Bung Karno harus bepergian dari Palembang ke Jakarta. Perjalanan itu pun harus ditempuh oleh Proklamator Indonesia itu dengan kapal laut.

        Sempat kehujanan, kondisi Bung Karno pun kian buruk karena harus memakan nasi basi. Penyakit mag yang dideritanya lantaran kerap telat makan makin menambah penderitaannya.

        Baca Juga: Gak Main-main, Media Asing Lirik Film Satria Dewa Gatotkaca

        “Sisi humanis yang bisa diambil itu Bung Karno rela berkorban nggak makan,” ujar Asep Kambali, seorang sejarawan dan pendiri Komunitas Historia Indonesia.

        Di mata Asep, sisi lain dari Bung Karno itu menarik untuk diangkat dalam film sejarah.

        “Menurut saya tak salah mengambil cuilan sejarah kemudian dibuat fiksi. Itu boleh,” kata Asep dalam sebuah ajang diskusi virtual.

        Baginya, film sejarah tak melulu bertutur tentang cerita dokumenter. Kendati begitu, sutradara Fajar Nugroho mengakui tak mudah untuk menangkap kisah sejarah dan mengangkatnya menjadi suguhan film yang menarik.

        Fajar selalu ingin membuat film sejarah yang berfokus pada kisah humanis tokoh besar.  Misalnya saja bagaimana Bung Karno akan dibunuh di Cikini, saat ambil rapor anaknya. Menurut dia, film bisa berfokus ke peristiwa menarik.

        “Banyak hal menarik yang tak perlu diceritakan dari nol,” kata sutradara Yowis Ben dan Yowis Ben 2 itu.

        Asep pun setuju. Sosok Jenderal Sudirman misalnya. Baginya, perjalanan gerilya sang jenderal menarik karena tak pernah meninggalkan shalat lima waktu. Selain itu, dia juga menjual pakaiannya untuk bisa membeli beras, ayam, hingga daging bagi prajuritnya.

        “Itu sosok pemimpin sesungguhnya. Itu yang mestinya juga diangkat dari seseorang,” ujar Asep.

        Lebih lanjut Fajar beranggapan film sejarah tidak perlu hanya berkutat pada figur pahlawan. Sebab ada kisah sejarah  seorang petinju, pebulutangkis, pesepak bola, perenang, dan lain-lain. Film sejarah di berbagai bidang menurut dia perlu digalakkan lagi.

        Menurut Fajar, film sejarah sulit berkembang karena terlalu banyak intervensi pemerintah atau keluarga yang kerap enggan terlibat lebih jauh dalam proses pembuatan film sejenis. Meski begitu dia berharap Indonesia bisa membuat film sejarah tentang Tanah Air. Banyak kisah menarik yang bisa diangkat, bukan saja soal tokohnya.

        “Kalau pemerintah terbuka, nggak akan susah,” ujar dia.

        Asep sendiri menyarankan agar para sineas turut menggandeng sejarawan atau peneliti sehingga dapat memberikan masukan yang tepat. Bahkan,  Komunitas Historia Indonesia memiliki tim khusus membantu siapa saja yang menginginkan bahan sejarah.

        "Komunitas bisa mencarikan, bahkan materi paling ringan," ujar Asep.

        Asep menambahkan film sejarah boleh tidak akurat, tapi bukan terkait hal vital.

        ''Misalnya pada kemerdekaan, siapa pengibar bendera, siapa penjahitnya. Hal-hal seperti itu tak boleh dipelesetkan. Namun jika soal masyarakat figuran, tentu boleh berbeda,'' kata dia.

        Bagi Asep, film adalah karya seni dan kreativitas. Karena itu, mestinya bebas bagi sineas untuk berkarya. Namun penikmat film, menurut dia, sah-sah saja jika mengekspresikan diri melalui diskusi atas film itu.

        “Kita punya kesempatan bikin film sejarah yang keren di masa depan,” kata Asep.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: