Wacana pembentukan Super Holding BUMN kembali mengemuka setelah mencuatnya kritik Komisaris Utama PT Pertamina (Persero) Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dialamatkan ke Kementerian BUMN.
Ahok menyinggung soal pengelolaan BUMN yang sebaiknya dilakukan dengan membentuk Super Holding atau Indonesia Incorporation untuk mengelola BUMN yang kini berjumlah 107 perusahaan.
Menurut mantan Gubernur DKI Jakarta itu, pengelolaan di bawah Kementerian BUMN sarat dengan muatan politis seperti dalam proses penunjukan direksi dan komisaris.
Baca Juga: Berkoar-koar Buka Borok Pertamina, Ahok Sama Saja Telanjangi Diri Sendiri!
Baca Juga: Andre Kontra Ahok, Terungkap Kekayaan hingga Isi Garasi Keduanya, Siapa Paling Tajir?
Super Holding BUMN atau Indonesia Incorporation telah dijalankan oleh mantan menteri BUMN Rini Soemarno dan dilanjutkan oleh Menteri BUMN Erick Thohir.
Dengan demikian, keinginan Ahok yang ingin Kementerian BUMN dibubarkan agar BUMN seperti Pertamina dikomandani langsung oleh Presiden, bakal terealisasi.
Direktur Eksekutif CERI Yusri Usman menilai bahwa Ahok bisa saja menjadi pimpinan Indonesia Incorporation sepanjang jabatan itu tidak masuk dalam jabatan pejabat negara.
"Meskipun Ahok pernah dihukum, tetapi tidak dihukum lima tahun atau lebih, namun dakwaan kasus Ahok menggunakan pasal 156 dan 156 A Kitab Undang Hukum Pidana yang ancamannya lima tahun lebih," ujar Usman kepada Warta Ekonomi, Minggu (20/9/2020).
Meskipun begitu, Usman mengutarakan, peluang Ahok untuk jadi pimpinan Super Holding kian tipis, akan tetapi kalau benar BUMN dibubarkan sebelum berakhir masa Pemerintahan Jokowi, paling tidak Ahok telah menorehkan sejarah sebagai pendobrak Indonesia Corporation terbentuk.
"Tetapi sepertinya sulit konsep itu teralisasi segera apabila tidak mendapat dukungan penuh dari parlemen," ujar Usman.
Super Holding BUMN adalah pengelolaan perusahaan-perusahaan yang sahamnya dimiliki pemerintah di bawah satu grup perusahaan yang dikelola oleh unsur profesional. Super Holding terbentuk dari gabungan holding.
Konsep Super Holding BUMN hampir serupa dengan Temasek milik pemerintah Singapura dan Khazanah Nasional Berhad yang dikontrol oleh pemerintah Malaysia.
Sebagai contoh, di Malaysia Superholding Khazanah dipimpin oleh chairman ex officio yang dijabat langsung oleh Perdana Menteri. Kemudian chairman menunjuk siapa yang berhak menjadi CEO Khazanah.
Tidak ada Kementerian BUMN di Malaysia, fungsi digantikan oleh Superholding Khazanah. Tujuannya, supaya menghindarkan intervensi dari pihak luar.
Di Negeri Jiran itu, kepentingan politis sendiri tetap tak bisa dihilangkan, terutama dalam pengangkatan CEO Khazanah. Namun, unsur politik jauh lebih minim karena negara tidak ikut campur dalam pengelolaan Khazanah.
Ini berbeda dengan pengelolaan BUMN di Indonesia. Di mana penunjukan direksi ditentukan oleh Kementerian BUMN yang masih masuk dalam birokrasi pemerintahan. Sementara komisaris banyak berasal dari pejabat tinggi pemerintah, jenderal TNI dan Polri, kader parpol, hingga relawan Pilpres.
Era Rini Soemarno
Baru pada era Menteri BUMN 2014-2019 Rini Soemarno, rencana merintis Superholding BUMN mulai dijalankan. Rini melanjutkan program holding BUMN yang nantinya akan digabung ke dalam Superholding BUMN.
Pada periode kedua Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), telah terbentuk holding Pupuk Indonesia dan Semen Indonesia. Berikutnya, pada periode pertama Presiden Jokowi, holding perkebunan dan pertambangan terbentuk.
Pembentukan holding-holding BUMN di era Rini Soemarno tak lain untuk merealisasikan Superholding BUMN. Setelah terbentuk, otomatis Kementerian BUMN akan dibubarkan.
Superholding BUMN baru bisa terbentuk setelah pondasi holding sudah terbentuk dan dianggap sudah cukup kuat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Rosmayanti