Dalam sejarah pembangunan ekonomi dunia, revolusi hijau (green revolution) telah membawa masyarakat dunia terlepas dari bencana rawan pangan. Tak tinggal diam, revolusi hijau versi Indonesia pada 1984 telah membawanya menjadi negara swasembada beras dari sebelumnya negara importir beras terbesar di dunia.
Produksi beras Indonesia meningkat dari hanya sekitar 2,4 juta ton pada 1970 menjadi 25 juta ton pada 1984 dan terus meningkat menjadi 33 juta ton pada 1995. Selama 2,5 dekade, produksi beras Indonesia telah meningkat hingga 14 kali lipat.
Kendati demikian, sadar atau tidak sadar, perkebunan kelapa sawit Indonesia juga telah mengalami revolusi. Berbeda dengan revolusi padi yang digerakkan oleh pemerintah, revolusi sawit Indonesia justru terjadi atas partisipasi dan gerak aktif dari petani dan pelaku usaha swasta (smallholder).
Baca Juga: Sawit Digantikan Minyak Nabati Lain? Bukan Solusi, Lingkungan Justru Depresi!
Baca Juga: CPO: Hero di Tengah Jurang Resesi
Dalam buku PASPI Monitor dituliskan, "big-push strategy tampaknya dapat menjelaskan revolusi pembangunan perkebunan kelapa sawit Indonesia. Kombinasi investasi korporasi (BUMN dan swasta) dengan pola kemitraan korporasi dengan petani dalam pembangunan perkebunan kelapa sawit di daerah terbelakang dapat dikategorikan sebagai big-push investment. Big-push strategy tersebut melahirkan lima wujud perubahan revolusioner pada pembangunan perkebunan kelapa sawit di Indonesia."
1. Revolusi Luas Areal dan Produksi Minyak Sawit Indonesia
Produksi minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) Indonesia meningkat cepat dari yang hanya sekitar 2,4 juta ton pada 1990 menjadi sekitar 51 juta ton pada 2019. Dalam tiga dekade terakhir, produksi CPO telah meningkat hingga 20 kali lipat dibandingkan tahun 1990 silam.
Tidak hanya itu, luas areal perkebunan kelapa sawit Indonesia juga meningkat hingga empat kali lipat dari yang sebelumnya 4,1 juta hektare pada 2000 menjadi 16,38 juta hektare pada 2019.
2. Revolusi Perkebunan Sawit Rakyat
Revolusi perkebunan sawit rakyat erat kaitannya dengan perkembangan pola kemitraan korporasi dengan petani. Ditinjau dari komposisi pengusahaan, pada 1980, luas areal kebun sawit rakyat hanya 2 persen dari total areal perkebunan sawit Indonesia. Pangsa kebun sawit rakyat ini meningkat menjadi 41 persen pada 2019.
3. Revolusi Pangsa Indonesia dalam Minyak Sawit Dunia
Dengan peningkatan produksi CPO Indonesia yang dahsyat sejak tiga dekade terakhir, Indonesia berhasil mengalahkan Malaysia yang sebelumnya merupakan produsen utama CPO di dunia dan menjadi raja minyak sawit dunia sejak 2006 silam. Pada 2019, pangsa minyak sawit Indonesia terhadap konsumsi dunia mencapai 60 persen, sedangkan Malaysia sekitar 25 persen.
4. Revolusi Ekspor Minyak Sawit Indonesia
Nilai ekspor CPO Indonesia dan produk turunannya terus mengalami peningkatan dari US$1,08 miliar (Rp14.830) pada 2000 menjadi US$23 miliar (Rp14.830) pada 2017. Rata-rata devisa yang dicatatkan oleh ekspor CPO dan produk turunannya untuk Indonesia sebesar US$20 miliar (Rp14.830). Dengan catatan nilai tersebut, tidak aneh jika kelapa sawit menjadi penyumbang devisa ekspor terbesar sektor non-migas Indonesia.
5. Revolusi Pertumbuhan Pusat-pusat Ekonomi Baru
Perkebunan kelapa sawit di daerah pedesaan merupakan lokomotif pembangunan ekonomi pedesaan. Melalui pengembangan perkebunan kelapa sawit, investasi baru meningkat cepat sedemikian rupa sehingga dapat mengubah daerah terbelakang menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di pedesaan dan menarik sektor-sektor lain di pedesaan untuk tumbuh bersama-sama.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ellisa Agri Elfadina
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: