Gegara Fenomena Alam Ini, Jet Siluman F-35 Belanda Ciut dan Gagal Terbang
Beberapa pesawat jet tempur siluman F-35 Angkatan Udara Kerajaan Belanda membatalkan keikutsertaannya mengawal sejumlah pesawat pembom (bomber) B-52H Stratofortress Amerika Serikat (AS) setelah ada kekhawatiran jet tempur itu meledak jika tersambar petir.
Pembatalan pengawalan itu terjadi dalam unjuk kekuatan besar-besaran NATO pada 28 Agustus 2020. Unjuk kekuatan bernama "Mission Allied Sky" itu mencakup penerbangan di lebih dari 30 negara NATO.
Baca Juga: Jaga Pertahanan Udara, Rusia Lesatkan Jet Su-27 Awasi Bomber B-52H
Angkatan Udara Kerajaan Belanda (Koninklijke Luchtmacht) awalnya menyetujui jet jet tempur F-35A Lightning II-nya mengawal sebagian dari enam pesawat pembom B-52 Amerika. Namun, misi Belanda dibatalkan karena cuaca buruk.
Mission Allied Sky dikelola oleh dua tim, yakni empat B-52 milik Sayap Bom ke-5 dari Pangkalan Angkatan Udara Minot, North Dakota, yang dikirim ke RAF Fairford, Inggris, untuk menutupi bagian Eropa dari misi penerbangan serangan pesawat tunggal.
Tim kedua adalah dua B-52, juga milik Sayap Bom ke-5 di Pangkalan Angkatan Udara Minot, terbang sebagai formasi dua pesawat di atas Kanada dan AS.
Kekhawatiran bahaya petir terhadap F-35 itu dikonfirmasi oleh Sidney Plankman, juru bicara Kementerian Pertahanan Belanda kepada Algemeen Dagblad dalam sebuah artikel yang diterbitkan pada 19 September 2020.
Rencana awal yang disetujui adalah beberapa F-35 baru dari Pangkalan Udara Leeuwarden akan mengawal beberapa B-52 Amerika.
"Namun, ada risiko besar petir hari itu. Oleha karena itu kami telah memutuskan untuk tidak melakukannya," katanya, yang dilansir EurAsian Times, Minggu (27/8/2020).
Kekhawatiran Belanda itu telah mengungkap kecacatan F-35 produksi Lockheed Martin yang selama ini dibanggakan Amerika. Pesawat tempur siluman generasi kelima AS ini berkursi tunggal, bermesin tunggal, dan diklaim mampu beroperasi di semua cuaca.
F-35 dirancang untuk melakukan misi serangan dan superioritas udara. F-35 juga diklaim mampu memberikan kemampuan dalam peperangan elektronik dan intelijen, pengawasan, dan pengintaian.
Kementerian Pertahanan Belanda sendiri telah mengeluarkan rilis berita yang menjelaskan bahwa F-35 Belanda untuk sementara tidak terbang karena cuaca buruk dan badai petir.
“Pipa yang rusak telah ditemukan pada pesawat tempur F-35A. Ini adalah pipa dari On-Board Inert Gas Generation System (OBIGGS) di tangki bahan bakar. Semua negara dengan F-35A disarankan untuk menghindari penerbangan di dekat sel badai dan untuk melindungi pesawat di darat dengan tempat penampungan atau penangkal petir," bunyi pernyataan kementerian tersebut.
“OBIGGS memastikan bahwa risiko ledakan uap bahan bakar saat terjadi, misalnya, sambaran petir dikurangi seminimal mungkin. Pipa yang rusak bisa membuat tangki bahan bakar kurang terlindungi. Setelah pipa yang rusak ditemukan pada 4 pesawat (non-Belanda), saat inspeksi lebih lanjut dilanjutkan. Lebih banyak lagi pipa yang rusak ditemukan, termasuk di F-35A Belanda. Penyebab masalahnya masih dalam penyelidikan," imbuh kementerian itu.
Siaran pers itu juga menyebutkan bahwa masalah OBIGGS dan investigasi saat ini tidak akan memengaruhi pencapaian Initial Operational Capability (IOC), yang harus diumumkan oleh armada Belanda pada akhir tahun 2021.
F-35 telah diganggu dengan masalah ini selama beberapa tahun terakhir. Kekurangan pada sistem yang seharusnya memompa udara yang diperkaya nitrogen ke dalam tangki bahan bakar untuk membuatnya inert pertama kali itu ditemukan selama pengujian pada tahun 2009.
Pengujian tersebut mengungkap kekurangan F-35 dan menyimpulkan bahwa jet yang perkasa dan siluman dapat meledak jika disambar petir.
Lantaran khawatir disamabr petir, pesawat F-35 Belanda harus tetap di darat di Pangkalan Udara Leeuwarden pada hari Mission Allied Sky berlangsung. Sebagai gantinya, Kementerian Pertahanan mengirim beberapa F-16 untuk mengawal beberapa bomber Amerika.
Pada hari Jumat pekan lalu, Angkatan Udara menghentikan operasi F-35 baru sebagai tindakan pencegahan selama badai petir. Di udara, pilot harus terbang dengan busur lebar di sekitar sel petir. Penyebabnya ternyata kecacatan pada saluran bahan bakar di pesawat.
Hal itu dapat menimbulkan risiko jika petir menyambar perangkat; di mana gas bahan bakar dapat menyebabkan ledakan. Kementerian Pertahanan Belanda mendengar tentang masalah itu pada bulan April lalu.
Kemudian diputuskan untuk tidak mengekspos perangkat yang biayanya masing-masing 70 juta dolar tersebut terhadap petir sebagai tindakan pencegahan.
"Jika tidak perlu, kami tidak akan melakukannya," kata Sidney Plankman.
Kontraktor utama AS, Lockheed Martin, sedang mencari penyebab kecacatan tersebut dan juga mencari solusinya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: