Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        TMII Dinilai Tak Berkontribusi ke Pemasukan Negara, Manajemen Pengelola Perlu Diganti

        TMII Dinilai Tak Berkontribusi ke Pemasukan Negara, Manajemen Pengelola Perlu Diganti Kredit Foto: Twitter/SteveJourno
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) menertibkan aset negara seperti Gelora Bung Karno (GBK), Kemayoran, dan Taman Mini Indonesia Indah (TMII), agar lebih optimal bagi pemasukan negara. Pasalnya, dari temuan KPK, aset negara seperti TMII, belum secara optimal menyumbang pemasukan keuangan.

        Misalnya, terkait aset TMII, KPK menemukan bahwa, berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 51 Tahun 1977 tentang Taman Mini Indonesia Indah, aset tersebut dimiliki oleh negara yang dikelola oleh Yayasan Harapan Kita. Naskah penyerahan TMII dari Yayasan Harapan Kita kepada Pemerintah Pusat pun sudah ada. Baca Juga: ICW Lempar Kritik Keras Soal KPK, Katanya...

        Dari dokumen yang diterima KPK, pada 2017 telah dilaksanakan legal audit TMII oleh Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM), dengan tiga opsi rekomendasi pengelolaan, yaitu: TMII menjadi Badan Layanan Umum (BLU), pengoperasian oleh pihak lain, atau Kerja Sama Pemanfaatan (KSP). 

        Direktur Eksekutif Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mendorong agar pemerintah memperbaiki pencatatan aset negara agar jangan sampai nantinya ada BMN yang tidak terurus sehingga tidak memberikan manfaat bagi masyarakat. Sehingga, langkah Komisi Pemberantasan Korupsi dan Kemensetneg dalam menertibkan Barang Milik Negara (BMN) sangat tepat.

        "Selama ini kan aset-aset negara banyak yang samar, aset negara banyak dikuasi oleh pensiunan pejabat, jadi harus ditelusuri," kata Uchok Sky Khadafi, kepada wartawan, Selasa (29/9/2020).

        Negara, kata Uchok harus bisa hadir untuk menyita karena sejauh ini pengelolaan aset belum optimal. Karena itu sangat bisa disita kalau ada bukti kepemilikan, dan ditelusuri kenapa ada beberapa kepemilikan aset itu selalu berkurang, apakah ada pemindahan, atau peralihan. Dia juga menilai, aset negara seperti TMII, pengelolaan asetnya belum optimal. 

        "Ini masih amburadul, perlu diperbaiki. Maka dari itu harus diprofesionalkan kembali, dikelola negara agar lebih optimal,” imbuhnya.

        Uchok juga mengatakan, Taman Mini itu managemen pengelolaannya, tidak masuk akal, karena itu harus diprofesionalkan. Tujuannya agar pengelolaan aset negara bisa lebih baik lagi. Seperti rumah-rumah provinsi yang ada di TMII, yang seolah tidak terurus, seharusnya bisa dikelola dengan lebih baik. 

        Sementara pakar hukum pidana dari Universitas Islam Indonesia (UII) Prof Mudzakkir menambahkan aset negara seharusnya bisa dikelola dengan baik. Hal itu untuk kemaslahatan masyarakatnya.

        "Ke depan jangan sampai ada lagi aset negara yang tidak tercatat rapi dan tidak diurus agar aset negara tersebut makin bermanfaat untuk sebesar-besar kemaslahatan warga ," tutur dia.

        Langkah yang ditempuh KPK dan Kemensetneg seharusnya bergerak cepat, tidak hanya memberikan gretakan saja. Karena itu, kalau memang di situ ada kerugian, KPK dan Kemensetneg seharusnya bisa lebih cepat melangkah, agar tidak terkesan lagi kepepet memerlukan anggaran. Negara harus memanfaatkan aset yang dimiliki. 

        Sebagaimana diketahui, Kemensetneg berkoordinasi dengan KPK terkait penertiban dan pemulihan BMN senilai Rp571,5 triliun. Diketahui, Kemensetneg berupaya meningkatkan optimalisasi pengelolaan dan pemanfaatan BMN, dengan menggandeng KPK untuk memberikan pendampingan untuk memelihara, mendayagunakan aset, serta menghindari adanya kerugian negara.

        Beberapa isu strategis yang harus menjadi perhatian utama dalam mengoptimalkan pengelolaan dan pemanfaatan BMN yang dikelola oleh Kemensetneg, di antaranya pengelolaan aset GBK, aset PPK Kemayoran, dan aset TMII.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: