Studi: Keamanan Konsumen Fintech Bantu Pemulihan Ekonomi Nasional
Upaya-upaya untuk melindungi konsumen jasa financial technology atau fintech diharapkan mampu berkontribusi pada pemulihan ekonomi nasional. Kegiatan ekonomi yang dulu masih dilakukan secara tradisional lewat lembaga keuangan seperti bank saat ini sudah bertransformasi ke arah pemanfaatan teknologi yang masif yang mendukung kemunculan fintech.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Siti Alifah Dina, mengatakan bahwa perlindungan konsumen fintech diperlukan untuk memberikan rasa aman dan menjaga kepercayaan mereka dalam bertransaksi dengan lembaga ini. Rasa aman dan kepercayaan tersebut akan menumbuhkan industri keuangan dan menggerakkan sektor-sektor yang terdampak pandemi lewat skema pinjaman yang diajukan para konsumen.
Baca Juga: Legal Fintech Lenders Has Clear SOPs in Debt Collection
"Lembaga keuangan seperti bank kini bukanlah satu-satunya pihak yang bisa menyediakan berbagai jasa layanan keuangan. Pandemi menunjukkan potensialnya peran fintech karena mampu menjangkau lebih banyak konsumen yang tersebar di seluruh penjuru negeri. Pemerintah dapat memanfaatkan hal ini lewat upaya perlindungan konsumen dan menciptakan ekosistem yang sehat bagi semua pelaku usaha di industri ini dan juga konsumennya," jelas Dina dalam keterangan tertulisnya, Kamis (1/10/2020).
Kehadiran fintech berperan penting dalam mempercepat tercapainya inklusi keuangan. Peran fintech menjadi makin penting di masa pandemi karena adanya implementasi kebijakan pembatasan sosial dan adanya desakan kebutuhan dana dari kelompok masyarakat yang terkena dampak pandemi. Apalagi, 70,5% masyarakat berpenghasilan rendah atau di bawah Rp1,8 juta per bulan mengaku mengalami penurunan pendapatan akibat pandemi menurut survei yang dilakukan Badan Pusat Statistik.
Berdasarkan data Bank Indonesia, dari tahun 2017 hingga tahun 2018 telah terjadi peningkatan transaksi online dan elektronik di Indonesia sebesar 281%, dari semula bernilai Rp12,4 miliar di tahun 2017 naik menjadi Rp47,2 miliar di tahun berikutnya. Peningkatan ini tentu juga menunjukkan adanya kemajuan pesat pada ekonomi digital dalam negeri.
Kebanyakan fintech memanfaatkan jasa di sektor pembayaran (e-payment) dan pinjaman (peer-to-peer/p2p lending), sektor yang sangat erat kaitannya dengan kegiatan sehari-hari masyarakat. Pada model bisnis P2P Lending, yang juga terdiri dari beberapa sektor pinjaman, tercatat bahwa payday loan merupakan sektor yang paling banyak muncul dan diminati.
Sayangnya, payday loan juga merupakan sektor yang paling banyak menimbulkan kontroversi. Payday loan merupakan bisnis model yang memberikan sejumlah pinjaman uang dalam jangka waktu yang pendek.
Dari sekian banyak kasus yang terjadi menunjukkan bahwa kehadiran fintech, utamanya yang berbasis pinjaman/lending, juga diikuti dengan risiko penyalahgunaan data pribadi pengguna layanan. Untuk mengatasi hal ini, sudah seharusnya ada sinergi yang baik antara regulator, pelaku industri fintech, dan tentunya kesadaran dari pengguna layanan itu sendiri.
Pemerintah sendiri sudah mengeluarkan regulasi mengenai fintech yang tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Setiap fintech yang berdiri di Indonesia harus mencatatkan diri ke OJK secara legal lewat prosedur yang berlaku. Data OJK menyebutkan, hingga 14 Agustus 2020, terdapat sebanyak 157 perusahaan fintech peer to peer lending yang terdaftar dan berizin.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Bernadinus Adi Pramudita
Editor: Puri Mei Setyaningrum