Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Banyak Bukti di Megakorupsi Jiwasraya, Pakar: Terdakwa Harus Dihukum Berat!

        Banyak Bukti di Megakorupsi Jiwasraya, Pakar: Terdakwa Harus Dihukum Berat! Kredit Foto: Antara/Muhammad Iqbal
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pakar Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), Yenti Ganarsih mengapresiasi kinerja Kejaksaan Agung yang secara sistematis mampu membuka kasus megakorupsi PT Asuransi Jiwasraya (Persero) yang merugikan keuangan negara hingga Rp16,8 triliun.

        Apresiasi ini diberikan ketika Jaksa Penuntut Umum (JPU) mampu membuktikan modus-modus serta niat jahat (mens rea) yang dimiliki oleh para terdakwa pada saat melaksanakan aksinya.  PT Asuransi Jiwasraya (Persero)

        “Sejauh ini Kejaksaan bagus. Nama samaran sudah terbukti dan ketahuan merujuk ke siapa. Penghancuran barang bukti pun itu adalah modus dalam tindak kejahatan, dan bisa disebutkan oleh hakim,” kata Yenti kepada wartawan, Kamis (1/10). Baca Juga: PKS Gak Habis Pikir: Jiwasraya Bermasalah, Kok Disuntik Rp20 Triliun?

        Diketahui, dalam persidangan kasus korupsi Jiwasraya mulai terungkap banyak bukti mulai dari adanya pemberian gratifikasi dari terdakwa di pihak pengusaha kepada 3 terdakwa lainnya yang berasal dari manajemen lama Jiwasraya.

        Selain bukti-bukti adanya gratifikasi, Yenti bilang di dalam persidangan juga terungkap sejumlah modus dan niat jahat atau mens rea terdakwa di dalam kasus ini. Dimana modus dan mens rea tersebut meliputi: penghancuran telepon genggam yang merekam isi pembicaraan di antara terdakwa, penggunaan nama samaran, hingga yang terakhir manipulasi laporan keuangan yang dilakukan manajemen lama Jiwasraya. Baca Juga: MAKI: Sudah Menjadi Fakta bahwa Jiwasraya sudah megap-megap sejak 2017

        Berangkat dari hal tersebut, tegas Yenti, sudah semestinya dengan terungkapnya bukti-bukti dan mens rea di dalam persidangan para terdakwa mendapat ganjaran hukuman yang berat dari penegak hukum.

        “Dakwaan seumur hidup dan 20 tahun penjara itu cukup maksimal, tapi harus dikedepankan perampasan dan pemiskinan, karena ini menyangkut uang nasabah. Semua harus kena, pejabat negara nomor satu, termasuk penyuap yang disuap harus kena perampasan oleh negara dari hasil kejahatan,” tegasnya.

        Yenti menambahkan, sudah seharusnya pula jajaran penegak hukum bisa memberi efek dengan memberikan putusan menyita seluruh aset dan memiskinkan terdakwa untuk mengganti kerugian negara.

        “Yang paling membuat efek jera selain hukuman maksimal adalah, pemiskinan. Melakukan perampasan dari semua hasil kejahatan para terdakwa dan denda. Jika TPPU mereka habis dan tidak cukup, itu bisa di kejar ke denda mereka yang besar.”

        Seperti yang diketahui, terdapat beberapa nama samaran yang digunakan terdakwa saat berkomunikasi, seperti ‘Pak Haji’ untuk panggilan Heru Hidayat, Hendrisman dengan sebut ‘Chief’, Hary menjadi ‘Rudy’, Joko Hartono ‘Panda’, dan Syahmirwan dengan panggilan ‘Mahmud’. Tak hanya itu, di dalam persidangan juga muncul fakta-fakta berupa penghancuran telepon genggam milik salah satu saksi fakta yang diduga merekam komunikasi dengan salah satu terdakwa guna menghapus data transaksi saham.

        Terakhir, adanya pengakuan praktik manipulasi laporan keuangan atau window dressing yang dilakukan Direksi lama pada saat menjalankan perusahaan selama 10 tahun. Dalam nota pembelaannya, Direktur Keuangan periode 2008-2018, Hary Prasetyo mengungkapkan, praktik window dressing tersebut dilakukan atas izin dan sepengetahuan mantan Pejabat Bapepam LK, mantan pejabat Kementerian BUMN dan pejabat Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku lembaga pengawas pengganti Bapepam LK.

        "Tentunya kondisi Jiwasraya yang sebenarnya diketahui oleh regulator, bahkan oleh BPK. Sangat tidak mudah menjaga laporan keuangan untuk tetap "solvent" meski sempat dilakukan revaluasi aset pada 2013. Apakah hal tersebut dikatakan semu? Betul, tapi tidak ada pilihan lain," kata Hary saat membacakan pledoi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: