Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        6 Perusahaan Grup Astra Milik Konglomerat William Soeryadjaya: Cuma Satu yang Kebal Pandemi

        6 Perusahaan Grup Astra Milik Konglomerat William Soeryadjaya: Cuma Satu yang Kebal Pandemi Kredit Foto: Twitter/bincang_buku
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        William Soeryadjaya dikenal sebagai konglomerat dan pengusaha sukses lewat keberhasilannya mendirikan dan membesarkan grup Astra. Bernama asli Tjia Kian Liong, ia mendirikan PT Astra pada tahun 1957 silam bersama adik dan temannya, yakni Tjia Kian Tie dan Lim Peng Hong.

        Baca Juga: Begini Nasib 9 Perusahaan Milik Konglomerat Mu'min Ali Gunawan Sang Bos Panin

        Astra yang awalnya bergelut di bidang industri minuman ringan dan ekspor hasil bumi ini pun telah bertumbuh menjadi konglomerasi raksasa di Indonesia. Berada di bawah payung PT Astra International Tbk (ASII), grup Astra sudah merambah ke banyak sektor bisnis, mulai dari otomotif, perkebunan, hingga alat berat dan pertambangan.

        Separuh tahun 2020 telah dilewati dengan beragam tantangan bisnis yang ada, terutama karena adanya pandemi Covid-19 sejak awal tahun ini. Lantas, mampukah kerajaan bisnis Astra tahan banting terhadap Covid-19? Sembari menunggu rilis kinerja keuangan kuartal III, berikut ini adalah rangkuman performa emiten grup Astra pada sepanjang semester I 2020.

        1. Astra International 

        PT Astra International Tbk (ASII) menjadi induk usaha yang menaungi perusahaan-perusahaan lainnya dari grup Astra. Sebagai perusahaan konglomerasi raksasa, nyatanya Astra tidak bisa lepas dari tekanan pandemi Covid-19 sepanjang semester I 2020. 

        Hal itu tercermin dari pendapatan Astra yang terkontraksi 23% dari Rp116,18 miliar pada Juni 2019 menjadi Rp89,79 miliar pada Juni 2020. Bersamaan dengan itu, laba bersih Astra juga ikut tergerus sedalam 44% secara tahunan dari yang sebelumnya Rp9,80 miliar menjadi hanya Rp5,49 miliar. 

        Baca Juga: Astra Bakal Bagi Rezeki Triliunan ke Pemegang Saham, Jangan Sampai Ketinggalan!

        Presiden Direktur Astra, Djony Bunarto Tjondro, menjelaskan bahwa penurunan laba tersebut belum termasuk keuntungan dari divestasi saham PT Bank Permata Tbk (BNLI). Jika keuntungan divestasi Bank Permata dimasukkan, laba bersih Astra melonjak 16% menjadi Rp11,4 triliun pada paruh pertama tahun ini.

        "Tanpa memasukkan keuntungan penjualan ini, laba bersih grup menurun 44% menjadi Rp5,5 triliun, terutama karena penurunan kinerja divisi otomotif, alat berat dan pertambangan, dan jasa keuangan, yang disebabkan oleh dampak pandemi Covid-19 dan langkah-langkah penanggulangannya," pungkas Djony beberapa waktu lalu.

        Merujuk dari laporan keuangan perusahaan, sepanjang semester pertama tahun ini, bisnis otomotif menyumbang laba bersih sebesar Rp716 miliar. Jika dibandingkan tahun lalu, kontribusi ini menurun 79% yang kala itu laba bersihnya mencapai Rp3,46 triliun. Kontributor laba berikutnya adalah bisnis jasa keuangan yang juga turun 25% secara tahunan dari Rp2,82 triliun menjadi Rp2,10 triliun.

        Begitu pun dengan bisnis alat berat, pertambangan, konstruksi, dan energi yang turun 29% dari Rp3,33 triliun menjadi Rp2,37 triliun. Untungnya, laba dari sektor agribisnis naik hingga 791% dari Rp35 miliar menjadi Rp312 miliar. 

        Nilai aset bersih per saham pada 30 Juni 2020 sebesar Rp3.773, meningkat 3% dari nilai aset bersih per saham pada 31 Desember 2019. Kas bersih tidak termasuk anak perusahaan jasa keuangan grup, mencapai Rp1,4 triliun pada 30 Juni 2020, dibandingkan utang bersih sebesar Rp22,2 triliun pada akhir tahun 2019.

        2. Astra Agro Lestari

        Dari anggota grup Astra lainnya, kinerja keuangan PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) terbilang menjadi yang paling positif pada semester pertama tahun 2020 ini. Sampai dengan Juni 2020, AALI mencatat pertumbuhan pendapatan sebesar Rp9,01 triliun. Capaian tersebut mengalami kenaikan 6,50% dari tahun sebelumnya yang hanya Rp8,5 triliun. 

        Kabar baiknya lagi, dengan kenaikan pendapatan yang tipis itu, AALI mampu mendongkrak laba bersih hingga nyaris 800%. Merujuk dari laporan keuangan perusahaan, laba bersih AALI tumbuh 796% dari Rp43,71 miliar pada semester I 2019 menjadi Rp391,90 miliar pada semester I 2020. 

        Lonjakan harga penjualan crude palm oil (CPO) menjadi faktor utama yang membuat cuan AALI melonjak dengan sangat srastis. Presiden Direktur AALI, Santosa, menyebutkan bahwa harga jual rata-rata CPO AALI meningkat 25,9% dari Rp6.441 per Kg pada paruh pertama tahun lalu menjadi Rp8.109 per Kg pada paruh pertama tahun ini.

        "Kenaikan harga CPO di tengah pandemi tersebut didukung oleh meningkatnya penyerapan minyak sawit di pasar domestik akibat adanya program wajib B30," ucapnya pada kesempatan beberapa waktu lalu.

        Sepanjang semester I 2020, penjualan CPO dan turunannya meningkat dari Rp7,73 triliun menjadi Rp8,44 triliun. Sayangnya, untuk penjualan inti sawit dan turunnya mengalami koreksi dari Rp706,65 miliar menjadi Rp563,53 miliar. 

        Meskipun begitu, AALI mampu mengimbanginya dengan penurunan beban pokok dari angka Rp7,97 triliun menjadi hanya Rp7,77 triliun pada saat ini. Per Juni 2020, AALI mencatatkan total aset sebesar Rp27,38 triliun dengan rincian aset lancar Rp5,67 triliun dan aset tidak lancar sebesar Rp21,70 triliun.

        3. Astragraphia

        Kondisi penuh tantangan di tengah pandemi Covid-19 juga dirasakan oleh entitas anak Astra di bidang tekonologi dan informasi, yakni PT Astra Graphia Tbk (ASGR). Secara tahunan, pendapatan Astragraphia mengalami penurunan sebesar 7% menjadi Rp1,45 triliun pada semester pertama tahun 2020. Sementara itu, laba bersih yang dikantongi Astragraphia hingga Juni 2020 mencapai Rp21 miliar.

        Presiden Direktur Astragraphia, Hendrix Pramana, mengungkapkan bahwa penurunan pendapatan tersebut disumbang oleh unit usaha solusi dokumen dan solusi perkatoran. Kontribusi pendapatan dari kedua unit tersebut turun karena adanya kebijakan bekerja dari rumah (WFH) di sebagian perusahaan.

        "Penurunan pendapatan juga disebabkan oleh kondisi ekonomi saat ini, dimana pelanggan berpotensi mengajukan perubahan term of payment, serta melakukan penundaan belanja nonprioritas dan fokus kepada business continuity," katanya secara tertulis beberapa waktu lalu.

        Hendrix menambahkan, pada saat yang bersamaan, unit usaha solusi dokumen masih tercata tumbuh sepanjang kuartal II tahun 2020. Begitu pun dengan unit usaha solusi teknologi informasi yang mampu mendorong pertumbuhan pendapatan dari aspek penguatan penterasi pasar dan percepatan realisasi peluang usaha.

        "Langkah-langkah penanggulangan pandemi yang diterapkan di sebagian besar wilayah Indonesia juga berdampak pada kegiatan operasional Grup Astragraphia, termasuk penghentian sementara aktivitas kerja pada beberapa kantor dan fasilitas Astragraphia di Jakarta dan beberapa daerah. Penerapan teknologi, efisiensi, dan inovasi pada proses internal, serta digitalisasi pada banyak aspek dan lini, membuat Astragraphia tetap mampu memberikan kualitas layanan terbaik bagi pelanggan dalam kondisi apa pun," sambungnya lagi.

        4. Astra Otoparts 

        Tak semujur bisnis perkebunan, lengan bisnis Astra di bidang otomotif yang dijalankan oleh PT Astra Otoparts Tbk (AUTO) mengalami tekanan sepanjang semester pertama tahun 2020. Sampai dengan Juni 2020, pendapatan Astra Otoparts anjlok 25% Rp7,59 triliun menjadi hanya Rp5,65 triliun.

        Direktur Astra Otoparts, Wanny Wijaya, menjelaskan bahwa pendapatan tersebut merupakan akumulasi dari pendapatan di bisnis perdagangan (trading) dengan porsi sebesar 55% dan manufaktur sebesar 45% dari total pendapatan. Hal ini berkebalikan dari tahun sebelumnya, di mana bisnis perdagangan porsinya lebih kecil sebesar 48% daripada bisnis manufaktur yang mencapai 52%.

        Dalam enam bulan pertama tahun ini, bisnis pendapatan bisnis perdagangan mencapai Rp3,12 triliu, turun dari tahun sebelumnya yang sebesar Rp3,61 triliun. Kemudian, pendapatan bisnis manufaktur juga turun dari Rp3,98 triliun pada semester I 2019 menjadi Rp2,53 triliun pada semester I 2020.

        "Untuk semester I, komposisi pendapatan adalah trading 55%, sedangkan manufaktur 45%. Agak sedikit berbeda dengan tahun lalu, lebih kecul karena disebabkan adanya pandemi Covid-19 dan juga adanya PSBB," ungkap Wanny secara virtual, Jakarta, Kamis, 27 Agustus 2020.

        Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa dampak PSBB yang paling terasa itu terjadi mulai bulan April 2020. Terlebih lagi, pasar ekspor Astra Otoparts juga terbatas karena adanya penerapan lockdown di sejumlah negara yang menjadi tujuan ekspor.

        "Dari bulan April itu sangat signifikan, kami hanya bisa mengandalkan ekspor. Tapi, itu juga terbatas karena masing-masing negara juga sudah melakukan lockdown dan kami tidak bisa melakukan ekspor dengan adanya faktor tersebut," sambungnya.

        Terpangkasnya pemasukan perusahaan berimbas pada perolehan laba kotor Astra Otoparts yang turun 39,0% dari Rp1,05 triliun menjadi Rp642 miliar. Alhasil, sampai dengan Juni 2020, Astra Otoparts membukukan kerugian besih hingga Rp296 miliar. Angka tersebut turun hingga 220,5% dari capaian tahun sebelumnya yang masih mencatatkan keuntungan sebesar Rp246 miliar.

        5. United Tractors

        Setali tiga uang dengan lainnya, kinerja keuangan PT United Tractors Tbk (UNTR) sama-sama tertekan oleh pandemi Covid-19. Ditambah lagi, penurunan harga batu bara pada paruh pertama tahun ini turut menggerus laba bersih UNTR sedalam 28% dari Rp5,7 triliun pada Juni 2019 menjadi hanya Rp4,1 triliun pada Juni 2020.

        Corporate Secretary UNTR, Sara Loebis, menjelaskan bahwa penurunan laba tersebut seiring dengan kontraksi pendapatan perusahaan sebesar 23% dari Rp43,3 triliun pada 2019 menjadi Rp33,2 triliun pada 2020. Kontributor terbesar terhadap pendapatan perusahaan adalah segmen usaha kontraktor penambangan sebesar 46%. Berikutnya diikuti oleh segmen mesin konstruksi sebesar 22%, pertambangan batu bara sebesar 18%, pertambangan emas sebesar 12%, dan industri konstruksi sebesar 2%.

        "Segmen usaha kontraktor penambangan dioperasikan oleh PT Pamapersada Nusantara (PAMA). Sampai dengan bulan Juni 2020, Kontraktor Penambangan membukukan pendapatan bersih sebesar Rp15,1 triliun atau turun 22% dari Rp19,3 triliun pada periode yang sama pada tahun 2019. Sementara itu, PAMA mencatat penurunan volume produksi batu bara sebesar 8% dari 60,8 juta ton menjadi 55,9 juta ton dan volume pekerjaan pemindahan tanah (overburden removal) turun 10% dari 469,2 juta bcm menjadi 420,3 juta bcm," kata Sera beberapa waktu lalu.

        Sementara itu, segmen usaha mesin konstruksi mencatat penurunan penjualan alat berat Komatsu sebesar 56% dari 1.917 unit menjadi 853 unit karena menurunnya permintaan alat berat di masa PSBB. Pendapatan UNTR dari penjualan suku cadang dan jasa pemeliharaan alat juga turun sebesar 25% menjadi sebesar Rp3,3 triliun. Berdasarkan riset pasar internal, Komatsu tetap mampu mempertahankan posisinya sebagai market leader alat berat, dengan pangsa pasar domestik sebesar 33%.

        Penjualan UD Trucks mengalami penurunan dari 302 unit menjadi 94 unit, dan penjualan produk Scania turun dari 291 unit menjadi 100 unit. Secara total, pendapatan bersih dari segmen usaha mesin konstruksi turun 40% menjadi sebesar Rp7,3 triliun dibandingkan Rp12,1 triliun pada periode yang sama tahun 2019.

        "Segmen usaha pertambangan batu bara dijalankan oleh PT Tuah Turangga Agung (TTA). Sampai dengan bulan Juni 2020 total penjualan batu bara mencapai 5,6 juta ton, termasuk di dalamnya 869 ribu ton batu bara kokas, atau meningkat 14% apabila dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2019 sebesar 4,9 juta ton. Namun demikian, pendapatan segmen usaha Pertambangan Batu Bara turun 11% menjadi Rp6,1 triliun dikarenakan penurunan ratarata harga jual batu bara," lanjutnya.

        Segmen usaha pertambangan emas dijalankan oleh PT Agincourt Resources (PTAR) yang mengoperasikan tambang emas Martabe di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Sampai dengan bulan Juni 2020, total penjualan setara emas dari Martabe adalah sebanyak 185,6 ribu ons dengan pendapatan bersih sebesar Rp4,0 triliun, meningkat 11% dari Rp3,6 triliun pada periode yang sama tahun 2019. Rata-rata harga jual terealisasi untuk emas sebesar USD1.498 per ons, dibandingkan USD1.315 per ons pada periode yang sama tahun lalu.

        Segmen usaha industri konstruksi dijalankan oleh PT Acset Indonusa Tbk (ACSET). Sampai dengan bulan Juni2020, Industri Konstruksi membukukan pendapatan bersih sebesar Rp746 miliar, turun dari sebelumnya sebesar Rp1,5 triliun pada periode yang sama tahun 2019. ACSET membukukan rugi bersih sebesar Rp252 miliar turun dibandingkan rugi bersih pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp404 miliar.

        6. Acset Indonusa

        Bisnis konstruksi Astra melalui PT Acset Indonusa Tbk (ACST) tertekan oleh adanya wabah virus corona. Sampai dengan bulan Juni2020, Industri Konstruksi membukukan pendapatan bersih sebesar Rp746 miliar, turun dari capaian sebelumnya yang menembus Rp1,5 triliun pada periode yang sama tahun 2019.

        Meskipun begitu, pada paruh pertama tahun ini, Acset mampu memangkas rugi bersih dari yang sebelumnya Rp404 miliar pada Juni 2019 menjadi hanya Rp252 miliar pada Juni 2020. Dalam keterangan resminya, manajemen Acset mengatakan bahwa kondisi pandemi memaksa perusahaan untuk menunda sejumlah pengerjaan proyek, baik yang sedang berlangsung maupun proyek atas kontrak baru.

        "Perlambatan ini mengakibatkan penundaan pekerjaan proyek yang sedang berlangsung maupun pembukuan kontrak baru," tulis manajemen pada Juli 2020 lalu.

        Jika dibedah, kontribusi setiap segmen bisnis terhadap pendapatan perusahaan meliputi infrastruktur sebesar 53%, konstruksi sebesar 31%, pondasi sebesar 11%, dan lainnya sebesar 5%. 

        Manajemen memproyeksikan, dampak perlambatan industri konstruksi akibat pandemi Covid-19 masih akan dirasakan oleh perusahaan hingga akhir tahun 2020 mendatang. Meski begitu, perusahaan terus mengupayakan perbaikan internal guna meningkatkan kinerja yang lebih baik.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: