Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perbedaan Swasembada, Kedaulatan, dan Ketahanan Pangan: Jangan Sampai Salah Kaprah!

Perbedaan Swasembada, Kedaulatan, dan Ketahanan Pangan: Jangan Sampai Salah Kaprah! Kredit Foto: Bapanas
Warta Ekonomi, Jakarta -

Isu pangan kerap menjadi topik utama dalam perbincangan politik serta kebijakan publik di Indonesia.

Apalagi dengan target swasembada pangan yang selama ini digencarkan oleh Presiden Prabowo Subianto, membuat isu pangan menjadi salah satu bahasan yang cukup populer dimana-mana.

Kendati demikian, masih banyak yang kebingungan dalam memahami berbagai istilah yang terkait dengan program pangan misalnya kedaulatan pangan, swasembada pangan, dan ketahanan pangan yang kerap digunakan secara bergantian oleh para politisi dan akademisi.

Baca Juga: Swasembada Pangan: Bulog Sragen Pastikan Stok Beras Tetap Aman

Menurut Arianto Patunru, Mantan Direktur Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Universitas Indonesia (LPEM UI), ketiga istilah tersebut memiliki perbedaan mendasar berdasarkan aspek keterjangkauan, ketersediaan, dan kegunaan pangan.

Dia menjelaskan bahwa kedaulatan pangan didefiniskan sebagai hak rakyat untuk memperoleh makanan yang layak secara budaya dan kesehatan, diproduksi secara berkelanjutan, serta hak mereka dalam menentukan sistem pertanian sendiri.

Sedangkan, swasembada pangan mengacu pada kemampuan suatu negara untuk memenuhi kebutuhan pangan pokok dari produksi dalam negeri tanpa bergantung pada impor.

“Istilah ini pertama kali diperkenalkan oleh pemerintah Presiden Soekarno melalui Kasimo Plan pada tahun 1952, dengan target pencapaian swasembada pangan pada tahun 1956,” ucap Arianto, dikutip Sabtu (22/3/2025).

Sementara itu, ketahanan pangan mencakup aspek yang lebih luas, yaitu ketersediaan pangan yang cukup bagi semua orang, kapan pun, dengan akses ekonomi dan fisik terhadap makanan yang aman dan bergizi. Istilah ini kerap digunakan oleh lembaga internasional dan berkaitan erat dengan isu perubahan iklim, produktivitas pertanian, serta perdagangan global.

Arianto juga menyoroti bahwa swasembada pangan kerap digunakan sebagai agenda politik dalam perdebatan mengenai harga pangan. Pemerintah sering mengupayakan swasembada melalui subsidi sarana produksi pertanian seperti bibit dan pupuk. Namun, kenyataannya, program ini belum tentu efektif dalam meningkatkan ketahanan pangan.

"Para petani sering mengeluhkan bibit dan pupuk yang mereka terima dalam kondisi buruk sehingga tidak dapat dimanfaatkan secara optimal," kata Arianto. 

Selain itu, pengadaan sarana produksi ini sering kali hanya dipercayakan kepada segelintir perusahaan tertentu, sehingga manfaat program tidak dirasakan langsung oleh petani.

Arianto menegaskan bahwa kebijakan pangan Indonesia seharusnya lebih berorientasi pada ketahanan pangan ketimbang sekadar swasembada pangan. Dengan fokus pada ketahanan pangan, masyarakat dapat lebih mudah mendapatkan makanan yang layak, bergizi, dan terjangkau.

“Dalam menghadapi tantangan global, pendekatan ketahanan pangan yang mempertimbangkan aspek keberlanjutan, efisiensi produksi, serta keterjangkauan harga dinilai lebih relevan dalam memastikan ketersediaan pangan bagi seluruh rakyat Indonesia,” pungkasnya.

 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Istihanah

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: