Kuasa Hukum PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero), Hamdan Zoelva, menyayangkan keterangan Widodo Setiadi dalam rapat Panitia Khusus (Pansus) DPRD DKI Jakarta yang tidak sesuai fakta. Pada 13 Oktober 2020, Widodo Setiadi hadir di rapat Pansus sebagai Direktur Utama PT Karya Citra Nusantara (KCN). Keesokan harinya, ia hadir di rapat yang sama sebagai Direktur sekaligus pemilik saham PT Karya Teknik Utama (KTU).
Terkait pembangunan dermaga Pier I dan Pier II di sisi utara lahan C-01 Kawasan Marunda, Cilincing, Jakarta Utara, menurut Hamdan, jelas bahwa KCN melakukan pelanggaran hukum. Lahan tersebut merupakan wilayah usaha PT Kawasan Berikat Nusantara (Persero).
Baca Juga: KCN Bakal Kebut Pembangunan Dermaga 2 Pelabuhan Marunda
"KCN melakukan penyimpangan terhadap Perjanjian Kerja Sama (PKS) Tahun 2005 selaku perusahaan patungan karena mengadakan perjanjian konsesi selama 70 tahun dengan KSOP V Marunda tanpa izin dan persetujuan PT KBN (Persero) di atas lahan yang telah diperjanjikan sebelumnya dalam PKS. Di samping itu, perjanjian konsesi dilakukan tanpa ada diantara salah satu pihak yang memiliki HPL," jelas Hamdan Zoelva dalam keterangan tertulis beberap waktu lalu.
Pasal 4 Keputusan Presiden Nomor 53 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta berbunyi, wewenang dan tanggung jawab Reklamasi Pantai Utara Jakarta berada pada Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibukota Jakarta. Dalam melakukan reklamasi, KCN tidak memiliki Izin Reklamasi maupun Izin Lokasi Reklamasi.
Permenhub RI Nomor PM 15 Tahun 2015 tentang Konsesi dan Berntuk Kerjasama antara Pemerintah dan Badan Usaha Pelabuhan (BUP), pasal 29 ayat 2 menyebutkan bahwa dalam hal penugasan/penunjukan BUP maka harus memenuhi ketentuan, lahan dimiliki oleh BUP. Pasal 29 ayat 3 menjelaskan, yang dimaksud lahan yang dimiliki adalah lahan yang nyata-nyata dimiliki dan dikuasai oleh BUP. Pasal 29 ayat 4 menjelaskan, lahan diserahkan haknya kepada penyelenggara Pelabuhan sebagai HPL sebelum perjanjian konsesi ditandatangani.
Namun faktanya, terang Hamdan, sisi utara lahan C-01 Kawasan Marunda yang sekarang terbangun Pier I dan Pier II bukan milik KCN, tapi wilayah usaha KBN. HPL yang dimintakan oleh KSOP V Marunda kepada Menteri Agraria dan Tata Ruang/BPN sudah ditolak, tetapi tetap dikonsesikan. Saat ini, pengoperasian Pier I sudah memperoleh hasil ratusan miliar rupiah dan dinikmati hasilnya oleh KCN dan KTU; aset KBN terancam berpindah tangan.
"Pelanggaran hukum yang dilakukan KCN adalah menikmati uang ratusan miliar rupiah di atas wilayah usaha KBN, berbisnis di atas area pelabuhan yang dibangun tanpa izin reklamasi, dan mengonsesikan aset negara tanpa ada di antara salah satu pihak yang memiliki HPL," jelas Hamdan Zoelva.
Sekretaris Perusahaan PT KBN (Persero), G. A. Gunadi, menambahkan, KBN berkewajiban menggugat perbuatan melawan hukum. Pokok permasalahan adalah Perjanjian Konsesi yang dilakukan oleh Dirut PT KCN dan KSOP V Marunda pada tahun 2016. Perjanjian konsesi tersebut adalah perbuatan melawan hukum karena memperjanjikan suatu objek yang bukan milik PT KCN.
"Objek yang diperjanjikan yang dimaksud, yaitu area perairan di depan lahan C01 yang merupakan milik PT KBN (Persero) sesuai Keppres Nomor 11 Tahun 1992 yang masih berlaku hingga sekarang," ujar Gunadi.
KBN memandang, apa yang dilakukan oleh Dirut PT KCN dan KSOP Kelas V Marunda merupakan upaya mengalihkan aset negara secara tidak sah. "Sebagai BUMN yang salah satu tugasnya melindungi aset negara tersebut, KBN berkewajiban melakukan gugatan terhadap perjanjian konsesi tersebut," tandasnya.
KBN, lanjut dia, tidak mau dianggap melakukan pembiaran yang dapat dituntut secara pidana. Terlebih sudah ada temuan BPK RI yang menyebut perjanjian kerja sama dengan komposisi saham 15 persen KBN dan 85 persen KTU itu merugikan negara. Potensi kerugian sebesar Rp50 triliun.
Kedua, kata Gunadi, Pelabuhan Marunda C01 bukan proyek strategis nasional. KBN menyesalkan pihak PT KCN yang terus-menerus menyatakan Pelabuhan Marunda C01 adalah proyek strategis nasional. Bahkan, hingga memasang tulisan "Proyek Strategis Nasional" pada pintu gerbang masuk area pelabuhan.
Pelabuhan Maruda C01 tersebut tidak terdaftar dalam Perpres Nomor 3 Tahun 2016, Nomor 58 Tahun 2017, dan Nomor 56 Tahun 2018 tentang Proyek Strategis Nasional.
"Hal tersebut merupakan bentuk kebohongan publik dengan mencatut nama Presiden RI dan dapat dipandang sebagai upaya untuk menutupi perbuatan melawan hukum di perjanjian konsesi yang tidak sah di atas," katanya.
Ketiga, Dirut KTU/KCN diskreditkan Kementerian Perhubungan (Kemenhub). KBN menyesalkan dan membantah keterangan Dirut PT KTU yang juga merangkap Dirut PT KCN, Widodo Setiadi, yang menyebutkan bahwa izin pembangunan dermaga C.04 yang sedang dibangun oleh KBN tidak akan diterbitkan oleh Kemenhun karena KBN menggugat Kemenhub.
"Pernyataan tersebut jelas mendiskreditkan; Kementerian Perhubungan sudah bekerja melayani perizinan pelabuhan secara profesional tanpa mencampur-adukan dengan kasus yang tidak berkaitan," ujarnya.
Menurut Gunadi, yang terjadi sesungguhnya adalah izin pembangunan dan operasi C.04 masih menunggu penandatanganan konsesi antara BUP Marunda Bandar Indonesia milik KBN dengan KSOP Marunda, di mana tahapannya masih dalam proses pengambilan keputusan persetujuan dari pemegang saham yaitu Menteri BUMN dan Gubernur DKI Jakarta.
"Pernyataan ini kami sampaikan untuk memberi informasi dan fakta yang benar kepada Tim Pansus PT KBN DPRD DKI dan masyarakat secara umum, dan sebagai bahan pertimbangan dalam mengambil keputusan yang tepat untuk pengamanan dan penyelamatan aset negara," pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Puri Mei Setyaningrum