UUD 45 Pasal 32 menjelaskan negara memiliki kewajiban untuk memajukan kebudayaan nasional. Negara, dalam hal ini pemerintah, juga menjamin kebebasan setiap individu masyarakat dalam melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai dari budayanya. Kebudayaan nasional juga meliputi bahasa-bahasa daerah yang tersebar di seluruh Indonesia.
Sementara pada UU Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan, dijelaskan bahwa kebudayaan nasional Indonesia adalah proses serta hasil interaksi antar-kebudayaan terkait cipta, rasa, karsa, dan hasil karya masyarakat yang ada di Indonesia.
Kebudayaan dimajukan negara melalui kegiatan pelindungan, pengembangan, pemanfaatan, dan pembinaan kebudayaan agar dapat bertahan dan memberikan kontribusi di tengah peradaban dunia.
Baca Juga: Perpusnas Dukung Program Pemda Tasikmalaya Tingkatkan Minat Baca Masyarakat
Pemajuan kebudayaan memiliki asas toleransi, keberagaman, kelokalan, lintas wilayah, partisipatif, manfaat, keberlanjutan, kebebasan berekspresi, keterpaduan, kesederajatan dan gotong royong.
Sementara untuk objek yang masuk dalam kegiatan tersebut meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional.
Kewajiban terhadap kebudayaan nasional perlu dipenuhi negara melalui instansi-instansi pemerintahan yang berada pada tingkat pusat maupun daerah. Salah satu institusi yang memiliki tanggung jawab terhadap hal tersebut merupakan Perpustakaan Nasional.
Dalam UU Nomor 49 Tahun 2007 dijelaskan bahwa Perpustakaan Nasional memiliki fungsi sebagai wahana pelestarian budaya bangsa dalam rangka memajukan kebudayaan nasional. Perpusnas juga memiliki tanggung jawab mengembangkan koleksi nasional untuk melestarikan hasil budaya bangsa serta mengidentifikasi dan mengupayakan pengembalian naskah kuno yang berada di luar negeri.
Perpusnas RI juga memiliki wewenang mengalihmediakan naskah kuno yang dimiliki oleh masyarakat untuk dilestarikan dan didayagunakan. Hasil dari pelestarian di perpustakaan selanjutnya disajikan kepada masyarakat melalui layanan prima yang sesuai standar nasional perpustakaan dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
Promosi Digital Mendukung Pelestarian Kebudayaan Nasional
Pada era sekarang, promosi terkait kebudayaan bangsa berbasis digital perlu dioptimalkan. Objek untuk kebudayaan bangsa tersebut meliputi tradisi lisan, manuskrip, adat istiadat, ritus, pengetahuan tradisional, teknologi tradisional, seni, bahasa, permainan rakyat dan olahraga tradisional.
Salah satu media promosi yang efektif dan efisien ialah media sosial. Selain karena biaya yang akan dikeluarkan oleh perpustakaan rendah, penyebaran informasi melalui media sosial memiliki jangkauan sangat luas sampai pada seluruh lapisan masyarakat. Beberapa media sosial (medsos) yang kini bisa dimanfaatkan diantaranya blog, WhatsApp, Line, Telegram, Facebook, Twitter, Instagram, LinkedIn dan Tik Tok.
Sejauh ini, intensitas pemanfaatan media sosial Perpustakaan Nasional RI sebagai media promosi terus meningkat. Konten-konten yang telah dipublikasikan di antaranya mengenai daftar koleksi baru, kegiatan seperti webinar atau diskusi, peringatan hari tertentu, serta fasilitas dan layanan untuk pemustaka.
Khusus untuk penyebaran informasi mengenai budaya bangsa, media sosial Perpustakaan Nasional juga telah mengangkatnya dalam beberapa publikasi di antaranya story telling cerita Putri Mandalika dari koleksi Perpustakaan Nasional, kumpulan abstrak koleksi batik dan wayang koleksi Budaya Nusantara Perpustakaan Nasional RI, daftar koleksi baru Layanan Budaya Nusantara, Diskusi Naskah Nusantara, dan Festival Cerita Nusantara.
Upaya tersebut terus meningkat seiring dengan pelibatan pustakawan Perpustakaan Nasional RI untuk menyerahkan karyanya kepada pengelola akun media sosial Perpusnas RI. Peran serta pustakawan juga terlihat pada keaktifannya dalam melakukan unggah ulang (repost) terhadap publikasi-publikasi Perpustakaan Nasional dengan memanfaatkan media sosial milik pribadi.
Dengan adanya promosi melalui akun non-official, maka masyarakat yang menerima informasi semakin luas. Hal tersebut dikarenakan sebagian masyarakat mungkin belum mengikuti atau bahkan belum mengetahui media sosial dari Perpustakaan Nasional.
Dari apa yang telah disajikan dalam media sosial Perpustakaan Nasional, terdapat beberapa konten yang dapat dipublikasikan, salah satunya mengenai prosedur peminjaman Auditorium Gedung Layanan Perpustakaan, sebagian pegiat seni dan budaya masih belum mengetahui prosedur peminjaman Auditorium Gedung Layanan Perpustakaan. Padahal, fasilitas ini sudah lengkap jika ingin digunakan untuk acara seperti pementasan budaya dan dapat dipinjam secara gratis.
Media sosial Perpustakaan Nasional RI juga dapat membahas fasilitas pada Layanan Budaya Nusantara yang sebenarnya pernah dipublikasikan pada kanal Youtube Layanan Budaya Nusantara belum banyak dilihat karena jumlah subscriber yang terbatas. Selanjutnya, Perpustakaan Nasional hanya perlu meningkatkan intensitas dari publikasi yang telah berjalan seperti pembahasan naskah nusantara dan koleksi yang membahas budaya bangsa.
Sebagai perpustakaan pembina, Perpustakaan Nasional RI juga dapat meneruskan semangat ini kepada Perpustakaan Umum Daerah. Hal tersebut dikarenakan pada UU Nomor 43 Tahun 2007, dijelaskan bahwa perpustakaan umum daerah wajib diselenggarakan dan dikembangkan berdasarkan kekhasan daerah sebagai pusat penelitian dan rujukan tentang kekayaan budaya daerah di wilayahnya. Koleksi perpustakaan umum daerah juga harus mendukung pelestarian hasil budaya daerah masing-masing.
Sementara budaya dari setiap daerah merupakan bagian dari budaya bangsa. Dengan semangat yang sama, perpustakaan umum daerah perlu dimotivasi dan diberikan arahan untuk ikut memanfaatkan media sosial dalam melestarikan budaya bangsa.
Apresiasi Karya sebagai Bentuk Motivasi
Pelibatan pustakawan tersebut tidak hanya membutuhkan imbauan, tetapi juga apresiasi dari Perpustakaan Nasional RI. Apresiasi tersebut dapat diberikan dengan angka kredit seperti pekerjaan yang lain. Promosi melalui media sosial berupa blog atau website, sudah dapat diajukan untuk mendapatkan angka kredit melalui jenis pekerjaan membuat publisitas di website.
Namun, pembuatan publikasi daring dalam bentuk gambar atau video melalui media sosial lain belum diakomodir dalam Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2014 tentang Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya.
Sebenarnya telah ada poin pembuatan poster ataupun media publikasi lain, namun harus pada media cetak. Peraturan Kepala Perpustakaan Nasional Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Pustakawan dan Angka Kreditnya juga masih menyebutkan bahwa publikasi wajib dicetak paling kurang berukuran kertas kuarto sehingga belum mengakomodir penyebaran secara daring.
Maka perubahan pada peraturan menteri maupun peraturan Kepala Perpustakaan Nasional terkait angka kredit pustakawan diharapkan dapat disesuaikan dengan perkembangan teknologi yang ada saat ini.
Apresiasi yang dapat diberikan selanjutnya ialah mengadakan kompetisi dengan berbagai hadiah. Kompetisi dapat hanya diperuntukkan bagi internal maupun eksternal dilengkapi dengan syarat dan ketentuan yang jelas, termasuk di dalamnya indikator penentuan juara. Kompetisi juga dapat diberlakukan antar perpustakaan umum daerah. Kedua apresiasi ini diharapkan dapat memacu pustakawan untuk mendukung kegiatan pelestarian budaya bangsa dari Perpustakaan Nasional dan perpustakaan umum daerah.
Baca Juga: Webinar Perpusnas: Literasi Pintu Masuk Bentuk SDM Berkualitas
Apresiasi juga dapat memberikan motivasi agar pustakawan mengembangkan kompetensinya dalam literasi media serta kreativitas untuk menyajikan informasi dengan memperhatikan nilai estetika. Keinginan pustakawan untuk berkarya tersebut nantinya juga akan memupuk sense of belonging terhadap tanggung jawab yang dimiliki kepada instansi untuk melestarikan budaya bangsa.
Asas Pemajuan Kebudayaan Dalam Karya Pustakawan
Implementasi dari kegiatan ini setidaknya telah sesuai dengan asas pemajuan kebudayaan yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2017. Asas toleransi dapat diwujudkan dengan pustakawan yang saling menghargai budaya daerah lain. Asas keberagaman dapat diwujudkan dengan mengakui adanya berbagai budaya yang berasal dari bermacam-macam suku bangsa di Indonesia. Asas kelokalan dapat diwujudkan dengan peran pustakawan melestarikan budaya masyarakat setempat.
Asas lintas wilayah dapat diwujudkan dengan dukungan internet yang memungkinkan publikasi dilakukan dari satu wilayah dan diterima oleh masyarakat di wilayah lain. Asas partisipatif dapat diwujudkan dengan keaktifan pustakawan di berbagai daerah dalam melakukan promosi. Asas manfaat dapat diwujudkan dengan adanya dampak yang akan diberikan oleh pelestarian budaya terhadap kesejahteraan masyarakat.
Asas keberlanjutan dapat diwujudkan dengan peran Perpustakaan Nasional dalam memotivasi pustakawan melalui berbagai strategi dan apresiasi agar kegiatan terus berjalan. Asas kebebasan berekspresi dapat diwujudkan dengan membebaskan gaya penyampaian informasi pustakawan sepanjang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Asas keterpaduan dapat diwujudkan dengan adanya koordinasi yang terhubung dari Perpustakaan Nasional pada tingkat pusat ke perpustakaan umum pada tingkat daerah. Asas kesederajatan dapat diwujudkan dengan pandangan bahwa semua budaya bangsa memiliki hak untuk dilestarikan. Terakhir, asas gotong royong dapat terwujud dengan adanya semangat pustakawan di seluruh penjuru negeri untuk bersatu menjaga dan melestarikan budaya.
Perpustakaan Nasional dan perpustakaan umum daerah sebagai perwakilan dari negara memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa kebudayaan nasional akan tetap lestari. Peran serta dari perpustakaan akan ikut mencegah terulangnya pencurian budaya Indonesia oleh bangsa-bangsa lain.Pelibatan pustakawan pada tingkat pusat dan daerah akan menyadarkan bahwa kebudayaan bangsa merupakan tanggung jawab setiap individu.
Selanjutnya, strategi ini diharapkan dapat dibuat dengan sistematis dan pelibatannya meluas sampai kepada masyarakat umum. Penggunaan media-media baru juga akan menjadi bukti bahwa perpustakaan memiliki pikiran terbuka serta terus mengikuti perkembangan teknologi dan informasi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti
Tag Terkait: