Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Lika-Liku Nasib First Indo American Leasing: Izin Usaha Dicabut dan Terancam Hengkang dari BEI

        Lika-Liku Nasib First Indo American Leasing: Izin Usaha Dicabut dan Terancam Hengkang dari BEI Kredit Foto: Firstindo Finance
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Otoritas Jasa Keuangan (OJK) resmi mencabut izin usaha PT Firts Indo American Leasing Tbk (FINN) pada 20 Oktober 2020. Pencabutan izin usaha itu merupakan sanksi final yang diberikan OJK kepada perusahaan pembiayaan tersebut, di mana FINN telah lebih dulu dijatuhi sanksi pembekuan kegiatan usaha. 

        Baca Juga: Rugi Membengkak, OJK Cabut Izin Usaha First Indo American Leasing

        Berdasarkan pengumuman resmi OJK, FINN saat ini tidak diizinkan untuk menjalankan kegiatan usaha di bidang pembiayaan. Bahkan, perusahaan tersebut dilarang menyematkan kata finance, multifinance, atau kata-kata lainnya yang mencirikan kegiatan pembiayaan atau pembiayaan syariah. Baca Juga: Hero Supermarket Telan Pil Pahit, Rugi Bengkak Hampir 5.000% di Q3 2020

        Lantas, bagaimana perjalanan FINN sampai akhirnya dikenakan sanksi pencabutan izin usaha dan pelanggaran apa yang dilakukannya? Simak ulasan berikut ini.

        1. Tiga Kali Mendapat Surat Peringatan OJK

        Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengirim surat peringatan kepada PT Firts Indo American Leasing Tbk (FINN) sebanyak tiga kali, yakni pada 16 Januari 2020, 30 Januari 2020, dan 13 Februari 2020. 

        Dalam surat peringatan tersebut OJK meminta yang bersangkutan untuk menyampaikan bukti keterbukaan informasi kinerja dan kondisi keuangan perusahaan kepada investor. Namun, hingga batas akhir sanksi peringatan tersebut manajemen tak kunjung memenuhi ketentuan tersebut. Alhasil, OJK mengeluarkan surat bernomor S-89/NB.2.2020 pada 27 Februari 2020 yang menyatakan bahwa FINN belum memenuhi kewajiban yang tertuang dalam surat peringatan. 

        Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK, Moch. Ihsanuddin, mengungkapkan bahwa kondisi demikian membuat FINN melanggar Pasal 83 POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan. Pada akhirnya, OJK kembali memberikan sanksi kepada FINN berupa pembekuan usaha

        "Berdasarkan hasil monitoring kami sampai dengan tanggal batas waktu Sanksi Peringatan Ketiga, PT First Indo American Leasing Tbk belum menyampaikan bukti keterbukaan informasi kinerja dan kondisi keuangan kepada investor, kreditur, dan seluruh stakeholders kepada OJK," tegas Ihsanuddin.

        Dengan adanya sanksi tersebut, FINN dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pembiayaan. Jika terbukti melanggar, OJK akan langsung memberikan sanksi final berupa pencabutan izin usaha.

        2. Dua Tahun Kinerja Menurun dan Rencana Right Issue

        Pada penghujung Februari 2020, manajemen FINN mengaku bahwa dalam dua tahun terakhir perusahaan mengalami penurunan kinerja. Kala itu, manajemen mengklaim bahwa penurunan kinerja tersebut dipengaruhi oleh perhelatan politik dan fokus pertumbuhan ekonomi nasional di sektor infrastruktur.

        Kondisi tersebut diklaim membuat industri multifinance sulit mendapat fasilitas pendanaan dari perbankan. Minimnya pendanaan perbankan kemudian berimbas pada menurunnya kemampuan perusahaan dalam menyalurkan pembiayaan baru kepada konsumen. Benar saja, FINN hanya mampu menyalurkan pembiayaan sebesar Rp630 juta pada April 2019. Kemudian, sejak Mei 2019, FINN tidak sudah tidak lagi menyalurkan pembiayaan baru.

        Menyiasati hal tersebut, FINN mengupayakan untuk mendapat tambahan modal kerja dengan menggelar penambahan modal dengan hak memesan efek terlebih dahulu (PMHMETD) atau right issue. Melalui aksi korporasi itu, FINN akan menerbitkan 2,3 miliar saham atau setara 51,24% dari seluruh modal disetor.

        Penerbitan saham baru tersebut dipatok dengan nominal Rp100 per lembar. Diperkirakan, FINN akan menerima dana segar hingga Rp230 miliar dari hasil penerbitan saham baru tersebut.

        "Pelaksanaan right issue akan dilakukan tidak lebih dari 12 bulan sejak persetujuan rapat pemegang saham dan pernyataan efektif yang diperoleh dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK)," tulis manajemen FINN dalam keterbukaan informasi.

        Sementara itu, sampai dengan Juni 2020, FINN tercatat membukukan kerugian sebesar Rp44,40 miliar. Nilai tersebut membengkak drastis dari kerugian FINN pada Juni 2019 lalu yang hanya sebesar Rp8,18 miliar.

        3. Izin Usaha Dicabut OJK

        Lebih dari enam bulan sejak dijatuhkannnya sanksi pembekuan usaha, OJK akhirnya mencabut izin usaha FINN pada Oktober 2020. Sebagaimana yang tertuang dalam ketentuan OJK, apabila sampai dengan enam bulan sejak penandatanganan sanksi pembekuan kegiatan usaha FINN belum juga memenuhi ketentuan, OJK akan menjatuhkan sanksi final, yakni mencabut izin usaha FINN. 

        "Apabila dalam jangka waktu enam bulan sejak ditandatanganinya Pembekuan Keiatan Usaha ini PT First Indone American Leasing Tbk. belum memenuhi ketentuan Pasal 83 POJK 35/2018, maka PT First Indo American Leasing Tbk akan dikenakan sanksi berupa pencabutan izin usaha," pungkas Ihsanuddin.

        Sanksi pencabutan izin usaha tersebut disampaikan OJK melalui Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-50/D.05/2020 Tanggal 20 Oktober 2020. Keputusan tersebut efektif berlaku pada 22 Oktober 2020.

        “Dengan telah dicabutnya izin usaha dimaksud, FINN dilarang melakukan kegiatan usaha bidang perusahaan pembiayaan dan diwajibkan untuk menyelesaikan hak dan kewajiban sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,” tegas OJK dikutip pada Senin, 2 November 2020.

        Dalam keputusan tersebut dikatakan juga bahwa FINN harus melakukan penyelesaian hak dan kewajiban kepada debitur, kreditur, atau pemberi dana yang berkepentingan. Kemudian FINN juga diminta untuk memberikan informasi secara jelas kepada debitur, kreditur dan/atau pemberi dana yang berkepentingan mengenai mekanisme penyelesaian hak dan kewajiban, dan ketiga menyediakan pusat informasi dan pengaduan nasabah internal perusahaan.

        "Selain itu, sesuai dengan ketentuan Pasal 73 POJK Nomor 28/POJK.05/2014 tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Pembiayaan, perusahaan yang telah dicabut izin usahanya dilarang untuk menggunakan kata finance, pembiayaan, kata yang mencirikan kegiatan pembiayaan atau pembiayaan syariah, dalam nama perusahaan," lanjut OJK.

        4. Terancam Delisting dari BEI

        Keputusan OJK mencabut izin usaha FINN menimbulkan tanda tanya besar mengenai nasib saham perusahaan pembiayaan tersebut di Bursa Efek Indonesia (BEI). Menjawab hal tersebut, Direktur Penilaian BEI, I Gede Nyoman Yetna, mengungkapkan bahwa pihaknya akan melakukan evaluasi dan meminta tanggapan dari yang bersangkutan sebelum mengambil keputusan mengenai nasib saham FINN apakah akan langsung delisting atau tidak.

        "Terkait dengan pencabutan kegiatan usaha, Bursa telah menyampaikan permintaan penjelasan dan akan melakukan evaluasi atas tanggapan permintaan penjelasan yang disampaikan Perseroan sebelum Bursa melakukan tindakan lebih lanjut," ungkapnya pada Senin, 2 November 2020.

        Perlu diketahui, sampai dengan saat ini saham FINN dalam status penghentian sementara (suspensi). Pemberlakuan suspensi tersebut sudah berlangsung sejak 9 Desember 2019 lalu berkenaan dengan kasus PKPU yang sempat dialami perusahaan. Sejatinya, FINN telah menerima persetujuan homologasi dari PN Jakarta Pusat atas perkara PKPU tersebut. Namun, suspensi masih diperpanjang hingga saat ini karena adanya sanksi pembekuan usaha dari OJK.

        "Mengingat adanya pembekuan kegiatan usaha perusahaan sejak 27 Februari 2020, Bursa melakukan perpanjangan suspensi efek First Indo American Leasing," sambung Nyoman. 

        Sudah lebih dari setahun lamanya FINN menjadi saham gocap, yakni saham yang dihargai sebesar Rp50 per lembar. Sejumlah 44,13% saham FINN dikuasai oleh PT Inti Sukses Danamas. Sementara itu, pemegang saham FINN lainnya meliputi UOB Kay Hian Pte (9,82%) dan UOB Kay Hian (Hong Kong) Ltd (8,28%).

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: