Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Resmi Resesi, Ini yang Mengancam setelahnya: Depresi Ekonomi

        Resmi Resesi, Ini yang Mengancam setelahnya: Depresi Ekonomi Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Indonesia sudah resmi resesi. Namun sebenarnya, resesi ekonomi di kuartal ke III hanya mengafirmasi kembali bahwa ekonomi sedang berada dalam tekanan yang cukup berat. Yang menjadi pertanyaan besar apakah ekonomi Indonesia akan masuk dalam depresi, yakni resesi ekonomi yang berlanjut dalam satu tahun ke depan?

        Konsumsi rumah tangga masih terkontraksi -4,04% menunjukkan masyarakat khususnya menengah ke atas belum percaya terhadap penanganan Covid-19 yang dilakukan oleh pemerintah.

        Baca Juga: Reaksi Istana Indonesia Resmi Resesi: Sudah Lampaui Titik Terendah

        "Kekhawatiran untuk belanja di luar rumah masih cukup tinggi sehingga kelas menengah dan atas mengalihkan uang ke simpanan perbankan atau aset aman. Situasi ini sulit alami perubahan apabila masalah fundamental gerak masyarakat terbatas karena pandemi belum juga diselesaikan," kata Ekonom Indef Bhima di Jakarta, Kamis (5/11/2020).

        Kata dia, resesi ekonomi dapat mengarah pada depresi ekonomi jika pertumbuhan PDB masih negatif hingga 2021.

        "Ini bakal mengarah pada depresi ekonomi jika pertumbuhan PDB masih negatif hingga 2021," katanya.

        Selain itu, belanja pemerintah belum mampu mendorong pemulihan ekonomi. Meskipun ada kenaikan pertumbuhan sebesar 9,76%, kontribusi belanja pemerintah baru mencapai 9,69% pada kuartal ke III atau hanya naik tipis dibanding kuartal ke II yakni 8,67% dari PDB.

        Penyebab efektivitas belanja PEN Rp695 triliun rendah adalah terdapat kesalahan konsep stimulus. Misalnya, kartu prakerja yang tetap dilanjutkan meskipun target sasaran tidak fokus dan training secara online belum dibutuhkan dalam situasi masyarakat membutuhkan bantuan langsung.

        "Masalah lain dari PEN adalah program subsidi bunga yang serapannya relatif rendah karena pemerintah terlalu andalkan jasa keuangan konvensional atau perbankan dalam penyelamatan UMKM bukan andalkan koperasi atau pelaku keuangan mikro yang lebih memahami karakteristik debitur UMKM," katanya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: