Respons Ahok, CERI: Jika Komisaris Pertamina Cuma Tukang Stempel, untuk Apa 7 Orang?
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, mengatakan bahwa Ahok selaku Komisaris Utama Holding PT Pertamina (Persero) secara tidak langsung terkesan telah menuduh Menteri BUMN Erick Thohir dalam mengelola BUMN telah melakukan malpraktik dan menyimpang dari UU Perseroan Terbatas.
"Ahok mengatakan dalam webinar online pada hari Sabtu (14/11/2020), menurut UU Perseroan Terbatas, semua perusahaan termasuk BUMN harus memiliki komisaris, tetapi anehnya dalam penunjukan direksi perusahaan, yang berhak menentukan adalah Kementerian BUMN, bukan Dewan Komisaris," kata Usman dalam keterangan tertulis, Selasa (17/11/2020).
Baca Juga: Puluhan Bangkai Busway Terbakar, Netizen: Pak Ahok Ada Komentar?
Usman menuturkan, kondisi tersebut menyebabkan banyak direksi melompati wewenang komisaris dan bermain mata dengan Kementerian, dan komisaris hanya dimintakan persetujuan saja alias tukang stempel. "Sehingga tak heran banyak komisaris Bakortiba di perusahan BUMN dan anak usahanya, yaitu kerjanya hanya baca koran, tiap bulan terima bayaran," tuturnya.
Usman mengatakan, pihaknya sangat sepakat dengan apa yang dikatakan mantan gubernur DKI Jakarta itu. Akibat main mata itu bisa terjadi matahari kembar di semua perusahaan BUMN, baik di holding maupun dengan subholding dan anak usahanya, sehingga wajar dalam menjalankan program kerja perusahaan akan selalu terhambat karena sering terjadi tarik menarik kepentingan.
"Suara komisaris dicuekin, artinya entah sengaja atau tidak, Kementerian BUMN telah merancang fungsi Dewan Komisaris itu seperti harimau sirkus: tampaknya saja seram di luar, tapi setiap saat mudah dikendalikan dari Kementerian," katanya.
Menurut UU Perseroan Terbatas dan UU BUMN nomor 19 tahun 2003, fungsi komisaris di perusahaan BUMN sebagai wakil pemegang saham Pemerintah sangat penting dan strategis dalam mengawasi kerja direksi sepanjang tahun apakah sesuai RKAP yang telah disetujui oleh Kementerian BUMN.
Bahkan di alam organ komisaris itu ada komite audit, dan dewan komisaris bisa membatalkan proyek investasi yang diusung dewan direksi yang dianggap akan membahayakan perusahaan di kemudian hari.
Usman mengatakan, dewan komisaris juga punya wewenang untuk memberikan rekomendasi kepada Kementerian BUMN untuk menonaktifkan anggota Direksi atau secara keseluruhan yang KPI-nya buruk atau telah melakukan perbuatan tercela.
"Bukti nyata keluhan Ahok itu bisa terlihat kasat mata. Hari ini kita menyaksikan banyak proses bisnis proyek-proyek strategis Pertamina terhambat akibat belum tuntasnya restrukturisasi organisasi Pertamina yang dilakukan pada Juni 2020. Dalam hal ini, Kementerian BUMN tak bisa lepas tangan karena persetujuannya datang dari Menteri BUMN," kata Ahok.
Menurut catatan Lembaga CERI, selama Pemerintahan Jokowi, tak kurang lima kali sudah bongkar pasang struktur organisasi Pertamina. Perubahan struktur organisasi Pertamina berdasarkan kajian konsultan yang telah dibayar ratusan miliar oleh Pertamina, kalau ditotal semuanya mungkin sudah triliunan uang Pertamina dihamburkan untuk konsultan tersebut. Tentu wajar publik minta pertanggungjawaban kepada BPK RI dan BPKP yang rutin mengaudit Pertamina.
Anehnya lagi, perubahan struktur organisasi sudah dijalankan, baru belakangan minta pendapat hukum ke Jamdatun Kejaksaan Agung, apa tidak aneh lagi. Usman mengatakan, pihaknya saat ini lagi memantau secara serius beberapa proses bisnis yang dilakukan oleh Pertamina dan anak usahanya yang diduga telah menyimpang dan berpotensi merugikan.
"Jika saran dan peringatan yang sering kami rilis diabaikan, maka tidak tertutup kemungkinan kami akan mengambil langkah-langkah hukum sesuai UU, antara lain secara resmi melaporkan ke Penegak Hukum dan akan menggugat ke Pengadilan terhadap perbuatan melawan hukum yang telah dilakukan," katanya.
Adapun proyek proyek yang sedang dipantau oleh CERI adalah sebagai berikut:
1. Tender Pembangunan Kilang Olefin Tuban senilai Rp50 triliun oleh PT Kilang Pertamina International;
2. Proyek Digitalisasi SPBU Pertamina Rp3,6 triliun oleh PT Telkom Tbk;
3. Pemilihan mitra investasi pemasangan pipa blok Rokan oleh PT PGN Tbk dan PT Pertagas, termasuk tata cara pemilihan oleh PT Kratatau Stell untuk pengadaan pipa, dan subkontraktor EPC oleh PT PGASol dan PT Pertamina Driling Contractor.
"Sehingga kalau kata Ahok peran komisaris hanya tukang stempel, perlu diajukan pertanyaan kepada Menteri BUMN untuk apa Pertamina harus punya 7 Komisaris, hanya untuk mengawasi 6 Direksi di Holding, sementara subholdingnya juga punya komisaris, apakah itu bukan pemborosan yang nyata," kata Usman.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Mochamad Rizky Fauzan
Editor: Puri Mei Setyaningrum