Anggota Komisi VI DPR RI, Deddy Sitorus, meminta Kementerian BUMN, Kementerian Keuangan, dan Kementerian PUPR memberikan perhatian khusus terhadap kinerja korporasi dan kondisi keuangan BUMN karya. Pasalnya, Deddy menerima laporan bahwa banyak BUMN karya yang dalam kondisi kesulitan keuangan karena berbagai hal.
“Saya mengamati dan mendengar kondisi, khususnya keuangan dari BUMN karya kita yang hampir semuanya arus kas dan likuiditas akibat berbagai faktor,” kata Deddy, melalui keterangan tertulis, Rabu (18/11/2020).
Menurut Deddy, BUMN Karya cukup terbebani oleh penugasan berbagai proyek strategis pemerintah, investasi sendiri, dan banyaknya tagihan atau kewajiban yang belum dibayarkan pemerintah.
“Ditambah lagi pandemi Covid-19 yang akhirnya mempengaruhi pelaksanaan proyek dan mempengaruhi kinerja keuangan korporasi,” ujarnya.
Politisi PDI Perjuangan itu menilai, masalah ini akhirnya berdampak terhadap kemampuan BUMN Karya untuk menyelesaikan proyek-proyek investasinya dan kemampuan untuk menyelesaikan kewajiban kepada pihak ketiga.
Deddy mengatakan bahwa permasalahan yang dihadapi BUMN Karya ini pada akhirnya berdampak sistemik karena mempengaruhi ekonomi riil.
“Coba bayangkan efek dominonya, proyek berjalan lambat artinya buruh tidak bekerja, supplier, vendor dan sub-kontraktor tidak memasok, akhirnya berpengaruh ke sektor tersier seperti warteg, retail, angkutan, pemondokan, dan sektor konsumsi lainnya,” ungkap Deddy.
“Saat ini semua BUMN Karya menunda pembayaran atau kewajiban kepada pihak ketiga,” ujar Wakil Rakyat dari Kalimantan Utara tersebut.
Deddy mengungkapkan, utang atau penundaan kewajiban oleh BUMN Karya itu malah banyak yang sudah berusia tahunan.
“Padahal pihak para ketiga ini, baik vendor, sub-kontrakor maupun leasing yang punya tagihan ke BUMN ini juga punya kewajiban kepada pihak lain termasuk perbankan. Saya benar-benar kasihan kepada para pengusaha kecil dan menengah yang menjadi mitra kerja para BUMN Karya ini, sudah puluhan yang mengeluh langung kepada saya,” tutur Deddy.
“Mereka mengaku terpaksa melakukan PHK, menghentikan operasi dan dikejar-kejar oleh bank karena tagihan mereka kepada BUMN Karya macet total,” sambungnya.
Bahkan, lanjut Deddy, tagihan macet BUMN Karya ini tidak hanya terjadi pada proyek-proyek investasi atau Proyek Strategis Nasional tetapi juga terjadi di proyek-proyek yang sumber dananya berasal dari APBN.
“Selain karena terlambatnya pelaksanaan proyek, tagihan kepada pemerintah yang juga belum direalisasikan, hal ini terjadi karena BUMN harus menjaga arus kas yang terganggu secara keseluruhan,” ujar Deddy.
Oleh karena itu, Deddy berharap agar pemerintah segera memanggil BUMN Karya, Menteri BUMN, dan dementerian teknis maupun lembaga terkait lainnya untuk segera mengatasi persoalan ini. Dia meminta pemerintah segera melunasi kewajibannya agar BUMN Karya mampu menyelesaikan tagihan dari para mitra kerjanya, karena dampaknya terhadap ekonomi riil sangat nyata dan berbahaya.
Ke depan, Deddy berharap agar kondisi ini menjadi pembelajaran bagi pemerintah dan BUMN. Penugasan kepada BUMN harus memperhatikan banyak aspek dan tidak boleh merusak fundamental bisnis dan kinerja korporasi BUMN, kata Deddy.
“BUMN juga harus tahu diri dalam menilai kemampuannya dalam melaksanakan semua penugasan, jadi jika terlalu berat tentu bisa dipikirkan kemitraan strategis dengan swasta. Jangan mau ambil semua tetapi memaksakan diri akhirnya kesulitan sendiri, apalagi ketika mengombinasikan penugasan negara dengan investasi jangka panjang yang mengganggu likuiditas maupun arus kas,” ujar Deddy.
Pemerintah juga diminta disiplin dalam melakasanakan kewajiban terhadap BUMN, setiap penundaan pembayaran berimplikasi buruk terhadap BUMN dan pihak ketiga yang umumnya pengusaha kecil dan menengah.
“Jadi tolonglah, pemerintah harus bergerak cepat agar BUMN Karya tidak terpuruk dan akhirnya banyak pengusaha kita yang ikut tenggelam dan ribuan orang harus di PHK,” pungkas Deddy.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat
Tag Terkait: