Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Menaker Ungkap Penyebab di Balik UMP 2021 yang Tak Naik

        Menaker Ungkap Penyebab di Balik UMP 2021 yang Tak Naik Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah pusat memutuskan tidak menaikkan upah minimum provinsi (UMP) tahun 2021. Hal ini diputuskan dengan keluarnya Surat Edaran Nomor 11 Tahun 2020 tentang penetapan upah minimum tahun 2021 pada masa pandemi Coronavirus Disease 2019 (Covid-19).

        "Kebijakan ini kami keluarkan setelah perjalanan diskusi panjang di dewan pengupahan nasional," kata Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah saat rapat dengan komisi XI DPR di Jakarta, Rabu (25/11/2020).

        Menurut Ida, penerbitan surat edaran dilatarbelakangi oleh beberapa faktor, di antaranya kondisi perekonomian Indonesia, kondisi ketenagekerjaan pada masa pandemi Covid-19, dan pertumbuhan triwulan II 2020 yang minus 5,43%.

        Baca Juga: Survei Kemenaker: 88% Usaha Terkena Dampak Pandemi

        Kondisi ini, kata dia, sejalan hasil survei BPS Juli 2020 mengenai dampak Covid-19 terhadap pelaku usaha. Kajian juga dilakukan oleh Kementerian Ketenagakerjaan yang mengungkapkan sebesar 82,95% perusahaan cenderung mengalami penurunan pendapatan.

        Berikutnya 53,17% usaha menengah dan besar dan 62% usaha mikro dan kecil menghadapi kendala keuangan terkait pegawai dan operasional.

        "Memang masih ada perusahaan yang tidak terdampak Covid-19. Tapi kalau dilihat persentasenya, usaha kecil dan menengah sangat terdampak," tegasnya.

        Sebelumnya survei Kementerian Ketenagakerjaan menyatakan sebanyak 88% perusahaan terdampak pandemi dalam operasi enam bulan terakhir. Dampak yang dirasakan perusahaan tersebut adalah mengalami kerugian usaha.

        Survei ini dilakukan melalui online, termasuk melalui telepon dan email terhadap 1.105 perusahaan yang dipilih secara probability sampling sebesar 95% dan margin of error (MoE) sebesar 3,1 persen pada 32 provinsi di lndonesia.

        “Kerugian tersebut umumnya disebabkan penjualan menurun, sehingga produksi harus dikurangi," kata Kepala Badan Perencanaan dan Pengembangan Ketenagakerjaan, Bambang Satrio Lelono.

        Hasil survei menunjukkan ada penurunan permintaan, produksi, hingga keuntungan. Pada umumnya terjadi pada perusahaan UMKM, yaitu di atas 90%. Perusahaan yang terdampak terbesar, yakni penyediaan akomodasi makan dan minum, real estat, dan konstruksi.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Boyke P. Siregar
        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: