Eropa sebagai salah satu pasar besar buah tropis seperti nanas, pisang dan manggis, menjadi pasar potensial bagi peningkatan ekspor buah tropis tanah air. Untuk mendorong pertumbuhan ekspor ke Eropa, Kementerian Perdagangan berencana memberikan fasilitas pemotongan tarif bagi para eksportir.
Demikian diungkapkan oleh Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Jerry Sambuaga. Menurutnya fasilitas pemotongan tersebut telah digagas melalui EU-CEPA. Diharapkan kebijakan tersebut menjadikan buah tropis asal Indonesia merajai pasar Eropa. Baca Juga: Kemendag Resmi Terbitkan Permendag Nomor 51/2020. Ini Tujuannya...
“Tadi saya dapat masukan bahwa untuk saat ini buah Indonesia sangat diminati di pasar Eropa. Untuk nenas saja, kita menguasai pangsa pasar lebih dari 25% di Eropa. Kita bahkan bisa menang dari pesaing kita seperti Filipina yang tidak dikenakan tarif impor. Indonesia sendiri justru dikenakan tarif impor sebesar 14,9%. Dengan EU-CEPA kita bisa sama dengan Filipina, tarif impornya nol persen dan pasti kita akan menguasai lebih banyak pasar di Eropa,” Kata Jerry, dalam keterangan tertulisnya, Rabu (25/11/2020).
Berangkat dari data tersebut, Jerry makin termotivasi untuk segera menyelesaikan perundingan EU-CEPA. Bukan hanya buah, keberhasilan perundingan akan mendorong produk-produk barang dan jasa asal Indonesia bisa makin mudah menembus pasar Eropa. Sebelumnya, EU-CEPA rencananya akan diselesaikan tahun ini, tetapi karena pandemic beberapa ronde perundingan harus tertunda sementara.
Menurut Wamendag Jerry Sambuaga, pasar besar buah Indonesia sebenarnya bukan hanya di Uni Eropa tetapi justru yang dekat ada di China, Jepang dan Timur Tengah. China membutuhkan jumlah buah tropis yang sangat besar yang harus ditangkap peluangnya oleh para pengusaha.
“China relative dekat dengan Indonesia disbanding Eropa. Saat ini mereka lebih banyak mendapat pasokan buah tropis dari negara-negara Amerika Tengah seperti Costarica. Itu peluang yang sangat besar bagi Indonesia. Apalagi sekarang ada RCEP, kita akan dorong terus semua pengusaha, termasuk pengusaha buah ekspor agar bisa memanfaatkan fasilitasi dari hasil RCEP.” Tambah Jerry.
Pasar lain yang potensial menurut masukan dari para pengusaha adalah Timur Tengah, termasuk Turki dan Iran. Di Turki buah Indonesia masih dikenakan tarif hingga 48%. Sedangkan di Iran, buah Indonesia belum bisa diperdagangkan langsung karena mekanisme blockade yang dilakukan Amerika Serikat. Menanggapi masukan tersebut, Wamendag akan menindaklanjuti dengan memasukkan masukan-masukan pengusaha dalam butir-butir perundingan IT-FTA dan Indonesia-Iran FTA.
“Kita juga sedang melakukan perundingan dengan Turki dan Iran. Keduanya pasar yang sangat besar. Kita berharap bisa cepat menyelesaikannya sehingga para pengusaha kita bisa terbantu.”
Jerry berpendapat bahwa masukan-masukan dari pengusaha sangat penting mengingat mereka akan menjadi ujung tombak dan pelaku langsung dari hasil perundingan dagang, baik bilateral maupun multilateral. Oleh karena itu, ia akan selalu terbuka menerima masukan dari para pengusaha tentang permasalah riil yang mereka alami. Menurutnya, tujuan ideal dari perundingan dagang sebenarnya bukan hanya menyelesaikan masalah hambatan tarif, tetapi juga hambatan non tarif.
“Jadi perundingan dagang itu tujuan idealnya adalah menciptakan perdagangan yang terbuka dan adil. Jadi yang diselesaikan bukan hanya masalah tarif, tetapi juga non tarif.” Ujar Jerry.
Hambatan non tarif memang banyak dijadikan instrument untuk menghambat perdagangan oleh berbagai negara. Ada berbagai ketentuan yang menyangkut Kesehatan, sosilogis dan lingkungan yang harus dipenuhi. Perundingan dagang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas pengusaha Indonesia agar bisa memenuhi standar di negara tujuan. Menurut Wamendag, ke depan peningkatan kapasitas ini akan menjadi salah satu prioritas pendampingan Kemendag kepada pengusaha berorientasi ekspor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Vicky Fadil
Tag Terkait: