Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI), Karyono Wibowo menyatakan, bukan saat ini saja sosok Imam Besar FPI, Muhammad Rizieq Shihab (MRS) dan para pendukungnya menjadi rebutan kekuatan politik di dalam negeri. Hal ini sudah terjadi sejak 1998 hingga saat ini.
"Bahkan tidak menutup kemungkinan, kelompok FPI berpotensi dimanfaatkan sebagai salah satu kekuatan asing untuk menjadi agen proxy war baik yang dilakukan oleh state actor maupun non-state actor untuk agenda tertentu," ujar Karyono saat dihubungi, Senin (14/12/2020).
Dalam konfigurasi politik di dalam negeri, tutur Karyono, posisi ulama yang akrab disapa Habib Rizieq itu memang menjadi salah satu pendulum yang diperhitungkan oleh elite politik, baik dalam momentum politik elektoral maupun nonelektoral. Tak terkecuali kubu calon presiden Prabowo Subianto pernah mendekati FPI dan kelompoknya pada saat pemilihan presiden 2014 dan 2019 lalu.
Baca Juga: Tuduhan yang Dilayangkan ke Rizieq Shihab Disebut-sebut Tak Kuat
Namun, setelah Gerindra bergabung dengan koalisi pemerintahan Joko Widodo-KH Maruf Amin, sikap FPI dan kelompok 212 mulai berjarak. Ditambah lagi, sikap Prabowo setelah kepulangan Rizieq ke Tanah Air dan terhadap kasus yang menjerat Rizieq dinilai kurang menujukkan pembelaan secara serius, meskipun sejumlah kader Gerindra seperti Fadli Zon, Habiburrohman, dan lain-lain telah mencoba memberikan dukungan politik terhadap Rizieq Shihab.
"Namun, hal itu belum cukup meluluhkan hati Rizieq dan pendukungnya. Sementara pimpinan PKS lebih intens komunikasi dengan para pentolan FPI, sebagaimana pengakuan sekjen FPI Munarman di Channel Youtube Refly Harun," tutur dia.
Meski demikian, baik Rizieq Shihab maupun Munarman, tidak mengatakan secara lugas bahwa FPI akan menyalurkan aspirasinya ke PKS, dan sampai saat ini, belum ada keputusan resmi organisasi bahwa FPI akan menyalurkan aspirasinya ke PKS.
Terkait dengan anggapan bahwa Rizieq Shihab memilki pengaruh dalam konfigurasi politik di Indonesia mungkin benar, tetapi menurut Karyono, level Rizieq baru sekelas sebagai operator. Ibarat dunia perfilman, Rizieq hanya sebagai aktor yang diperankan dan dibesarkan oleh para sutradara.
Pun dugaan FPI memiliki jumlah massa yang besar, menurutnya, masih harus diuji. Jangan-jangan kita hanya melihat pengaruh Rizieq dan FPI dari satu perspektif. Misalnya mengukur jumlah massa yang demo 212, 412, sampai aksi penjemputan Rizieq Shihab, kemudian diambil simpulan bahwa pengaruh Rizieq Shihab sangat besar dan jumlah pendukungnya juga sangat besar.
Baca Juga: PKS Wanti-wanti Penahanan Rizieq Jangan Jadi Pengalihan Isu Kasus 6 Laskar FPI Tewas!
Menurutnya, simpulan seperti inilah yang kerap membuat para elite terjebak dan terangsang hasratnya untuk memanfaatkan aktor-aktor kelompok tersebut demi tujuan politik tertentu karena dinilai memiliki jumlah massa yang besar. Padahal, ada sejumlah irisan sosial politik yang berkelindan dengan berbagai kekuatan lain di luar massa FPI. Sehingga, aksi massa tersebut tidak bisa digeneralisasi untuk membuat satu simpulan.
"Untuk menguji pengaruh politik Rizieq Shihab dan kekuatan FPI secara sahih, lebih baik FPI menjadi partai politik dengan mengikuti pemilu dan mengusung Rizieq Shihab sebagai calon presiden. Disitulah pengaruh Rizieq Shihab dan FPI diuji secara riil dan secara kuantitatif," pungkas dia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti