Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kontribusi Devisa Sawit Rp300 Triliun, Berikut Maknanya untuk Perekonomian Nasional

        Kontribusi Devisa Sawit Rp300 Triliun, Berikut Maknanya untuk Perekonomian Nasional Kredit Foto: PGN
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pada 2017 lalu, industri perkebunan kelapa sawit Indonesia mencatatkan rekor baru sebagai penyumbang devisa negara dengan nilai US$23 miliar (atau sekitar Rp300 triliun). Devisa sawit sebesar itu, tentu bukan angka-angka semata.

        Makna pembangunannya sungguh besar baik secara makro, regional maupun mikro/lokal. Mengutip laporan PASPI Monitor, terkandung lima makna dari sumbangan devisa sawit untuk perekonomian nasional.

        Pertama, menyumbang pada penyehatan neraca perdagangan RI. Sebagaimana laporan BPS Januari 2018, total ekspor nasional tahun 2017 bernilai US$168,7 miliar, yang terdiri atas ekspor migas US$15,3 miliar dan ekspor non-migas (termasuk ekspor sawit) sebesar US$152,9 miliar.

        Baca Juga: Surplus Neraca Dagang Berlanjut, November Raup Rp36,54 Triliun

        Sementara itu, nilai total impor mencapai US$156,9 miliar. Sehingga secara keseluruhan, neraca perdagangan RI tahun 2017 menikmati surplus sekitar US$11,8 miliar.

        Kedua, devisa sawit sebesar Rp300 triliun tersebut secara ekonomi juga menambah darah segar yang memperbesar aliran ekonomi dalam perekonomian nasional. Tambahan darah segar tersebut sama seperti investasi yang bermakna menambah kapasitas ekonomi nasional secara keseluruhan. Tidak hanya terjadi pada industri sawit nasional, tetapi terjadi pada seluruh perekonomian.

        Ketiga, devisa sawit yang tergolong besar dan terbesar dalam ukuran satu komoditas, juga menunjukkan pembalikkan citra ekonomi nasional yang selama ini rakus impor. Kehadiran industri sawit sebagai industri ekspor yang mampu menghasilkan devisa Rp300 triliun tersebut, memberi harapan baru bahwa Indonesia mampu menjadi negara dan bangsa pengekspor, bukan hanya pengimpor.

        Keempat, devisa sawit tersebut dihasilkan dari kebun-kebun sawit yang tersebar pada lebih dari 200 kabupaten di Indonesia yang bermakna mendayagunakan (bukan mengeksploitasi) sumber daya agraris yang kita miliki.

        Setiap cuan devisa sawit diciptakan dengan memadukan IPTEK dan sumber daya agraris di dalam negeri. Bukan mengimpor seperti kebanyakan industri-industri lain yang harus mengimpor bahan baku terlebih dahulu baru bisa produksi, sehingga menguras devisa negara.

        Baca Juga: Kondisi Minyak Sawit Tahun 2021, Begini Proyeksinya

        Kelima, devisa sawit yang Rp300 triliun tersebut dihasilkan dan dinikmati oleh masyarakat yang terlibat baik pada perkebunan sawit di lebih dari 200 kabupaten di Indonesia maupun sektor-sektor yang menjual barang/jasa bagi perkebunan sawit. Hal ini berarti industri sawit meningkatkan pendapatan dan pemerataan sekaligus.

        Melalui perluasan kebun, peningkatan produktivitas, hilirisasi, dan subsitusi impor, akan memperbesar dan memperluas manfaat industri sawit bagi masyarakat Indonesia. Sejak saat itu hingga sekarang, industri perkebunan kelapa sawit rata-rata berkontribusi terhadap devisa sekitar US$20 miliar setiap tahunnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Ellisa Agri Elfadina
        Editor: Rosmayanti

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: