Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Dasbor Nasional Banjir Kritikan, Pemerintah Diminta Segera Evaluasi

Dasbor Nasional Banjir Kritikan, Pemerintah Diminta Segera Evaluasi Kredit Foto: Antara/Makna Zaezar
Warta Ekonomi, Jakarta -

Akademisi STHI Jentera, Grahat Nagara, mengkritik pembentukan Dasbor Nasional yang merupakan sistem informasi pemerintah untuk mendukung tata kelola komoditas berkelanjutan. Dia menilai jika sistem tersebut tidak transparan serta berpotensi menciptakan ‘moral hazard’ dalam birokrasi. Di sisi lain, dasbor tersebut masih belum menjadi instrument tata kelola yang efektif.

Sistem informasi tersebut, kata Grahat, harus dipastikan bebas dari celah moral hazard di kalangan birokrasi. Selama ini, imbuhnya, sebagian besar sistem informasi yang tersedia tertutup untuk publik sehingga tak ada satupun informasi berbasis ketertelusuran yang terbuka serta dapat menjadi dasar uji akuntabilitas publik.

Baca Juga: Kemitraan Astra Agro dan Petani Sawit: Wujudkan Keberlanjutan dan Peningkatan Produktivitas

Dirinya memberi contoh kasus ekspor illegal minyak sawit yang mana sistem informasi yang dikelola oleh pemeirntah seharusnya bisa digunakan untuk mengendalikan pertukaran data dan mencegah asimetri informasi. Selain itu, pemerintah juga perlu merevisi daftar informasi yang dikecualikan dari akses publik.

“Keputusan Sekjen Kementerian Pertanian Nomor 19 Tahun 2022 misalnya, menutup data perizinan serta peta perkebunan dengan alasan menjaga kekayaan alam Indonesia. Namun, publik justru tidak bisa mengakses data tersebut padahal publik merupakan pihak yang berkepentingan terhadap dampak kebijakan eksploitasi sumber daya alam,” ucap Grahat dalam keterangannya, dikutip Jumat (20/12/2024).

Senada, Peneliti dari Satya Bumi Sayyidatihayaa Afra turut mengkritik kebijakan Dasbor Nasional tersebut. Dia menilai bahwa kebijakan Dasbor Nasional tidaklah transparan serta membatasi akses publik yang merupakan hak mereka. Sistem informasi terkait komoditas berkelanjutan menurutnya haruslah dibangun dengan kredibilitas tinggi agar mampu meningkatkan daya saing komoditas di pasar global.

Di sisi lain, dirinya juga menyinggung perihal pertemuan Joint Task Force (JTF) di Brussel. Kala itu perwakilan pemerintah Indonesia mempermasalahkan persyaratan transparansi dalam European Union Deforestation-Free Regulation (EUDR) yang berdalih bahwa berbagi data kepada negara lain merupakan pelanggaran hukum yang berlaku di Indonesia.

“Padahal Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi tidak melarang berbagi data, kecuali data individu tanpa persetujuan,” kata perempuan yang diakrab disapa Hayaa tersebut.

Kewajiban transparansi, keterlacakan data, serta uji tuntas yang diwajibkan dalam EUDR tersebut menurut dia justru dapat menjadi peluang untuk memperbaiki tata kelola komoditas Indonesia.

“Seharusnya Dasbor Nasional dirancang untuk mendukung akuntabilitas, bukan sekadar menjadi alat administratif,” ungkap Hayaa.

Pemerintah, imbuh dia, perlu mengevaluasi efektivitas sistem ini untuk mendukung tata kelola berkelanjutan di tengah berbagai kritik terhadap Dasbor Nasional. Sementara itu, dia juga menilai jika kebijakan yang menutup akses publik terhadap data tidaklah sejalan dengan kebutuhan untuk meningkatkan transparansi serta akuntabilitas.

Pemerintah diharapkan dapat membangun sistem informasi yang lebih transparan, inklusif, serta mendukung penguatan tata kelola komoditas berkelanjutan dengan meningkatnya tuntutan global seperti EUDR. 

Baca Juga: Bundling Minyakita Jelang Nataru, Kemendag Surati Asosiasi Sawit

Dasbor Nasional, apabila tidak mengalami perubahan yang signifikan, berisiko menjadi kebijakan yang tidak efektif, serta kontra produktif bagi upaya tata kelola sumber daya alam di Indonesia, salah satunya kelapa sawit.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: