Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Wisatawan Wajib Rapid Test Antigen, Hotel di Malang Meringis

        Wisatawan Wajib Rapid Test Antigen, Hotel di Malang Meringis Kredit Foto: Viva
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah Kota Malang mewajibkan wisatawan yang akan berkunjung ke wilayahnya melakukan rapid test antigen. Terutama bagi wisatawan yang berencana menginap di hotel-hotel Kota Malang pada momen libur natal dan tahun baru. 

        Wali Kota Malang, Sutiaji mengatakan kewajiban rapid test antigen lebih kepada pengunjung hotel. Menurutnya, rapid test antigen tingkat kevalidan mendeteksi COVID-19 sebesar 80 persen sehingga menyerupai uji swab

        "Di hotel nanti akan ada surat edaran bahwa dia harus ada persyaratan khusus, salah satu diantaranya kami tidak swab. Tapi persyaratan harus rapid test antigen. Kalau antigen itu kan prosentasenya 80 persen mendekati hasilnya swab," kata Sutiaji. 

        Keputusan Pemerintah Kota Malang ternyata berimbas pada industri perhotelan di wilayah ini. Whiz Prime Hotel Malang menyayangkan kebijakan itu. Sejak beredar kabar wisatawan wajib rapid test antigen saat menginap di hotel. Sekitar 50 tamu hotel ramai-ramai membatalkan pemesanan pada periode Desember hingga akhir tahun. Rata-rata tamu hotel keberatan dengan kewajiban rapid test antigen.

        Baca Juga: Kemenkes dan BPKP: Biaya Rapid Test Antigen Swab Maksimal Rp275 ribu!

        "Sebenarnya sangat disayangkan. Kalau di sisi pengusaha, pasti merugikan, karena wisatawan kan jadi membatalkan, karena ada syarat begitu, akhirnya gak usah bepergian. Dan ini pun sudah ada pembatalan, yang tadinya sudah pesan, terus ada edaran seperti itu, akhirnya batal gak jadi datang. Memberatkan buat usaha hotel. Sejauh ini di kisaran 50 orang," kata General Manager Whiz Prime Hotel Malang, Azis Sismono, Sabtu, 19 Desember 2020. 

        Azis mengungkapkan hampir setiap hari ada tamu hotel yang membatalkan pemesanan. Apalagi sekarang sejak pandemi terjadi pergeseran tren pemesanan kamar. Jika sebelum pandemi pemesanan dilakukan jauh hari hingga H-7. Saat ini pemesanan kamar dilakukan H-1, bahkan hingga mendekati H-1 tidak ada yang pesan. 

        "Setiap harinya itu ada, karena dengan situasi belum menentu seperti ini, orang juga trennya sekarang untuk pemesanan kamar itu tidak jauh-jauh hari. Sekarang ini H-1 saja belum kelihatan. Jadi dadakan aja, takut ada perubahan peraturan dan tata tertib. Akhirnya orang jadi males, melihat situasi sudah pasti baru pesan," ujar Azis. 

        Azis mengatakan, keputusan Pemkot Malang hanya melihat sisi kesehatan saja tanpa mempertimbangkan sektor ekonomi. Padahal pelaku usaha perhotelan telah menjamin tempat mereka menerapkan protokol kesehatan pencegahan COVID-19 dengan baik.

        Salah satu yang dilakukan adalah mengajukan sertifikasi kepada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparkraf) dalam program Panduan Cleanliness, Healthy, Safety and Environment (CHSE). Sebagian besar hotel di Malang telah mengantongi sertifikasi ini. Azis juga mempertanyakan tumpang tindih kebijakan dalam penanganan COVID-19 ini. 

        "Kan kita juga sudah disertifikasi CHSE, sudah ada verifikasi dari protokol kesehatan, sudah disertifikat. Nah Itu apa gunanya gitu loh. Saya kira itu kalau harus  dimaksimalkan, ya silahkan itu yang dikontrol, benar gak ini dijalankan CHSE-nya. Benar gak ini prokesnya dijalankan. Sudah ada senjata tapi gak dipakai," tutur Azis. 

        Sebelumnya, Pemerintah Kota Malang mengeluarkan Surat Edaran nomor 32 tahun 2020 tentang pelaksanaan ibadah dan perayaan natal serta tahun baru 2021. Surat Edaran ini dikeluarkan menyusul Kota Malang kembali ke zona merah atau daerah dengan resiko tinggi penyebaran COVID-19. 

        Beberapa isi dari surat edaran itu, untuk perayaan tahun baru di hotel, restauran, kafe atau tempat serupa dilarang menggelar kegiatan yang mengundang massa. Bila melanggar pengelola hotel akan mendapat sanksi dari Pemkot Malang.

        "Imbauan seperti dilarang mengadakan acara, kayak makan malam, acara tutup tahun, itu kan akhirnya, ngapain juga orang nginap di hotel tapi gak ada aktivitas. Akhirnya ya gak jadi pesan kamar. Harusnya bagaimana caranya biar tetap jalan kan pihak pengusaha pasti sudah tahu, kapasitas saya sekian, jadi saya bisa membatasi pengunjung. Jadi gak benar-benar mati, tetap bisa jalan ekonomi," kata Azis.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Fajar Sulaiman

        Bagikan Artikel: